Kain Ini Terbuat dari Jaring Laba-laba, Produk Tekstil Terlangka Dunia

By Utomo Priyambodo, Jumat, 16 April 2021 | 06:00 WIB
Kain atau pakaian yang terbuat dari jaring laba-laba. (Cmglee/Wikimedia Commons)

Nationalgeographic.co.id—Pada 2009, selembar kain unik dipamerkan di American Museum of Natural History di New York. Kain ini dideskripsikan sebagai "satu-satunya kain besar yang terbuat dari sutra laba-laba alami yang ada di dunia saat ini."

Bahan tekstil ini mempesona. Demikian pula kisah penciptaannya yang juga sangat sangat menarik.

Ancient Origins menuturkan bahwa sepotong kain ini adalah proyek yang dipimpin oleh Simon Peers, seorang sejarawan seni Inggris yang berspesialisasi dalam tekstil, dan Nicholas Godley, mitra bisnisnya di Amerika Serikat. Proyek ini memakan waktu lima tahun untuk diselesaikan dan menghabiskan biaya lebih dari 300.000 poundsterling atau sekitar Rp6 miliar. Hasil dari proyek mahal ini adalah sepotong produk tekstil berukuran 3,4 meter kali 1,2 meter tersebut.

Kain yang diproduksi oleh Peers and Godley ini adalah semacam selendang atau jubah brokat berwarna emas. Inspirasi untuk mahakarya ini diambil oleh Peers dari legenda Prancis yang berasal dari abad ke-19. Kisah legendaris itu menggambarkan upaya seorang misionaris Yesuit Prancis bernama Pastor Paul Camboué untuk mengekstraksi dan membuat kain dari sutra laba-laba.

Baca Juga: Ratusan Laba-laba Pemburu Menyerbu Kamar Seorang Anak di Australia

Berbagai upaya telah dilakukan di masa lalu untuk mengubah sutra laba-laba menjadi kain. Namun Pastor Camboué dianggap sebagai orang pertama yang berhasil melakukannya.

Jaring atau sutra laba-laba telah dipanen pada zaman kuno untuk tujuan yang berbeda. Orang Yunani kuno, misalnya, menggunakan jaring laba-laba untuk menghentikan pendarahan dari luka.

Sebagai misionaris di Madagaskar, Pastor Camboué memanfaatkan spesies laba-laba yang ditemukan di pulau itu untuk menghasilkan sutra jaring laba-laba. Bersama dengan mitra bisnis bernama M. Nogué, sebuah industri kain sutera laba-laba didirikan di pulau itu dan salah satu produk mereka, yakni "satu set lengkap hiasan tempat tidur" bahkan dipamerkan di Pameran Paris tahun 1898.

Karya dari kedua orang Prancis itu telah hilang. Namun demikian, hal itu mendapat perhatian pada saat itu dan memberikan inspirasi bagi usaha Peers dan Godley sekitar satu abad kemudian.

Baca Juga: Misteri Gumpalan di Norwegia Terungkap, Isinya Ribuan Embrio Cumi-cumi

Kain ini dideskripsikan sebagai (Cmglee/Wikimedia Commons)

Salah satu hal penting dalam produksi sutera laba-laba Camboué dan Nogué adalah alat yang ditemukan oleh Nogué untuk mengekstrak sutera dari hewan-hewan kecil tersebut. Mesin kecil ini digerakkan dengan tangan dan mampu mengekstraksi sutra dari 24 laba-laba secara bersamaan tanpa melukai mereka. Peers berhasil membangun replika mesin ini, dan proses "spider-silking" dapat dimulai.

Namun, sebelum melakukan ekstraksi ini, laba-laba dalam jumlah banyak tentunya harus ditangkap terlebih dulu. Laba-laba yang digunakan oleh Peers dan Godley untuk membuat kain mereka dikenal sebagai laba-laba jaring bola emas berkaki merah (Nephila inaurata), yang merupakan spesies asli Afrika Timur dan Tenggara, serta beberapa pulau di Samudra Hindia bagian barat, termasuk Madagaskar.

Hanya betina dari spesies ini yang menghasilkan sutra, yang mereka ikat untuk diambil jaringnya. Jaring laba-laba ini tampak bercahaya di bawah sinar matahari. Menurut penelitian sifat bercahaya dari jaring laba-laba ini dimaksudkan untuk menarik mangsa, atau berfungsi sebagai kamuflase.

Baca Juga: Video: Mengenal 300 Jenis Motif Tenun Kain Songket Pandai Sikek

 

 

Untuk Peers dan Godley, sebanyak satu juta laba-laba jaring bola emas berkaki merah betina ini harus ditangkap untuk mendapatkan sutra yang cukup untuk selendang atau jubah mereka. Untungnya, ini adalah spesies laba-laba yang umum dan melimpah di pulau-pulau itu.

Laba-laba dikembalikan ke alam liar setelah sutra habis. Namun, setelah seminggu, laba-laba dapat menghasilkan sutra sekali lagi. Laba-laba ini hanya menghasilkan sutera pada musim hujan, sehingga hanya ditangkap pada bulan Oktober hingga Juni.

Setelah empat tahun berakhir, selendang atau jubah berwarna keemasan ini akhirnya berhasil diproduksi. Kain ini kemudian dipamerkan pertama kali di American Museum of Natural History di New York dan kemudian di Victoria and Albert Museum di London. Karya ini membuktikan bahwa sutra atau jaring laba-laba memang dapat digunakan untuk membuat kain.

Baca Juga: Satu Tahun GRID STORE: Tersedia Layanan Pelanggan Majalah-el Berdiskon