Memori Keperkasaan Laskar Berkuda dalam Derap Ebeg Banyumasan

By National Geographic Indonesia, Rabu, 28 April 2021 | 19:30 WIB
Memakai topeng berseringai sangar, seorang wayang ebeg menari di pantai Teluk Penyu saat jelang senja. (Yunaidi/National Geographic Indonesia)

Cerita oleh Agus Prijono

 

Nationalgeographic.co.id—Kasirin melecutkan cemetinya di tengah lapangan. Suaranya menembus jantung telinga. Lelaki dengan badan berisi itu beberapa kali menyentakkan cambuk sambil menatap barisan penunggang kuda lumping.

Para penari berbaju cerah ceria itu bersiap meramaikan suasana Desa Lomanis, Cilacap Tengah, Cilacap, Jawa Tengah. Di tengah lengkingan terompet, dentuman drum dan kendang, lecutan itu menandai hentakan pertama sebarisan penari kuda lumping.

Di ujung depan,Umarmaya memimpin gerak sigrak penari. Membelah lapangan, tujuh penari mengekor Umarmaya. Di ujung batas lapangan, barisan berbalik. Lambaian tangan, derap kuda lumping, getar kepala seirama dengan alunan gending Jawa Banyumasan. Kasirin lantas menggulung cemetinya, menatap para penari.

Baca Juga: Kecamuk Perang Jawa: Suratan Tragis Sang Pangeran yang Kesepian di Zaman Edan

Selain kuda lumping, ebeg juga menampilkan barongan. Topeng berat ini terbuat dari kayu. (Yunaidi/National Geographic Indonesia)