“Berkembang di Mataram bukan berarti sudah menggunakan srepeg [iringan gending pembuka] Mataram,” kata Pelok. “Mereka masih menggunakan lesung juga.” Di Yogyakarta kesenian ini mengalami perkembangan pesat, bahkan berkembang di Jawa Timur, hingga pesisir utara Jawa. “Semuanya masih kental dengan Yogya!”
Baca Juga: Ketoprak Jawa Pernah Dibunuh Dua Kali
Ketoprak bukan lagi milik Kasunanan Surakarta atau Kasultanan Yogyakarta—meski awalnya mereka merupakan payung embrio ketoprak. Kini ketoprak milik masyarakat sebagai pusaka Tanah Jawa. Jadi bukan hal garib lagi apabila pagelaran ketoprak di Taman Balekambang Surakarta pun sampai saat ini umumnya menggunakan iringan dan busana gaya mataraman.
“Pertunjukan ketoprak masih tetap menarik,” ungkap Pelok. “Tetapi kalau diuangkan memang sepertinya sulit.” Ketoprak sebagai seni pertunjukan komersial yang berdiri sendiri tampaknya masih mengalami kesulitan—tanpa ada sponsor. Namun, saat ini rombongan ketoprak bisa hidup lantaran diundang untuk memenuhi kebutuhan hajatan.
Meskipun demikian, Pelok melihat bahwa kesenian yang berakar pada kearifan setempat ini kelak tetap lestari. Dia menyaksikan sendiri bahwa ada sebuah kelompok ketoprak di Surakarta yang sudah lama tidak berpentas, namun saat kembali berpentas beberapa waktu lalu pemirsanya sudah kembali lagi.
Artinya, peminat seni pertunjukan ini sejatinya masih banyak. “Kalau saya tetap optimis,” ujar Pelok, “ketoprak sampai kapan pun pasti tetap ada walaupun bentuknya entah seperti apa.”