Sastrawan, Budayawan, Dramawan Radhar Panca Dahana Berpulang

By Utomo Priyambodo, Jumat, 23 April 2021 | 14:00 WIB
Budayawan dan sastrawan Radhar Panca Dahana meninggal dunia. (Norrahman Alif)

Nationalgeographic.co.idBudayawan sekaligus sastrawan Radhar Panca Dahana meninggal dunia pada Kamis malam, 22 April 2021. Kabar ini disampaikan oleh Radhar Tribaskoro, kakak Radhar Panca Dahana.

"Telah berpulang malam ini pk. 20.00 adik saya tercinta Radhar Panca Dahana di UGD RS Cipto Mangunkusumo," tulis Tribaskoro di akun Facebook-nya pada Kamis, 22 April 2021.

"Mohon maaf atas semua kesalahan dan dosanya. Mohon doa agar ia mendapat tempat yang terbaik di sisiNya. Aaminn YRA," tulis ia juga.

Kabar meninggalnya Radhar Panca Dahana ini juga dibenarkan pada hari yang sama oleh teman-teman sastrawannya yang tergabung dalam sebuah grup WhatsApp. Salah satu yang menyebarkan kabar tersebut adalah Ahmadun Yosi Herfanda, sastrawan yang bersama Radhar Panca Dahana pernah mendapatkan pengharagaan sebagai Pelaku Seni Budaya dari Pemerintah Kota Tangerang Selatan pada 2015.

"Innalillahi wainna ilaihi rajiun. Telah berpulang malam ini pk. 20.00 sahabat kita tercinta Radhar Panca Dahana di UGD RS Cipto Mangunkusumo," tulis Ahmadun.

Radhar Panca Dahana dikabarkan meninggal pada usia 56 tahun. Jenazah almarhum rencananya akan dibawa dari RSCM ke rumahnya di Pamulang, Tangerang Selatan.

Radhar Panca Dahana adalah penyair, budayawan, serta tokoh teater yang getol mendoronga penguatan kebudayaan bangsa. Ia lahir di Jakarta pada 26 Maret 1965. Namanya dikenal melalui karya-karyanya dalam bentuk esai, cerita pendek, puisi, serta naskah drama yang dipublikasikan di sejumlah surat kabar Indonesia atau juga dibukukan.

Baca Juga: Obituari Umbu Landu Paranggi: Presiden Malioboro hingga Mahaguru Puisi

Budayawan dan sastrawan Radhar Panca Dahana meninggal dunia. (Norrahman Alif)

 

Radhar Panca Dahana tampaknya memang dianugerahi bakat menulis. Ketika masih duduk bangku kelas lima sekolah dasar, ia sudah mampu menulis sebuah cerita pendek "Tamu Tak Diundang." Radhar mengirimkannya ke harian Kompas dan dimuat.

Pada saat duduk di bangku kelas dua SMP, ia menjadi redaktur tamu majalah Kawanku. Selama beberapa bulan, ia membantu menyeleksi naskah cerpen dan puisi yang masuk. Ia mulai mengarang cerita pendek, puisi, dan membuat ilustrasi ketika duduk di kelas tiga SMP. Beberapa karyanya, di antaranya, dimuat di majalah Zaman, yang waktu itu redakturnya adalah sastrawan kawakan Danarto.

Radhar mengeyam pendidikan S1 di jurusan sosilogi Universitas Indonesia (UI). Pada 1997, seperti dikutip dari Kompas.com, Radhar melanjutkan studinya di Ecole des Hautes Etudes en Science Sociales, Prancis, dengan meriset postmodernisme di Indonesia.

Radhar menjalani kariernya sebagai dosen sosiologi UI, tapi terus menulis banyak karya. Kumpulan buku-buku karyanya antara lain Homo Theatricus (kumpulan esai, 2001), Menjadi Manusia Indonesia (esai humaniora, 2002), Jejak Posmodernisme (2004), Inikah Kita; Mozaik Manusia Indonesia (esai humaniora, 2006), Dalam Sebotol Coklat Cair (esai sastra, 2007), Simponi Duapuluh (kumpulan puisi, 1988), Lalu Waktu (kumpulan puisi, 2003), Masa Depan Kesunyian (kumpulan cerpen, 1995), Ganjar dan Si Lengli (kumpulan cerpen, 1994), Cerita-Cerita dari Negeri Asap (kumpulan cerpen, 2005), dan Metamorfosa Kosong (kumpulan drama, 2007).

Radhar telah mengalami sakit sejak 2001, sepulang dari studinya di Prancis. Pada 9 Januari 2001, ia divonis mengalami gagal ginjal dan harus mencuci darah seminggu dua kali seumur hidup.

Baca Juga: Mengenal Lebih Dekat Kho Ping Hoo, Maestro Cerita Silat Indonesia

Budayawan dan sastrawan Radhar Panca Dahana meninggal dunia. (Norrahman Alif)

 

Meski demikian, Radhar tetap memiliki energi besar untuk berkarya. Ia terus menelurkan karya-karya baru dan bahkan mementaskannya. ANTARA pernah melansir bahwa Radhar pernah mementaskan karya monolog teaternya di Taman Ismail Marzuki dengan berbaring.

Ia sempat pingsan beberapa kali ketika sedang latihan, termasuk dirawat selama seminggu di rumah sakit, jelang sebulan sebelum pementasan.

Baca Juga: 23 April, Hari Buku Sedunia dan Wafatnya Cervantes serta Shakespeare

Budayawan dan sastrawan Radhar Panca Dahana meninggal dunia. (Norrahman Alif)

Selain mengalami gagal ginjal, Radhar juga didera sejumlah penyakit lainnya seperti gangguan jantung, asam urat, dan pembengkakan paru-paru. Namun hidupnya seolah telah ia wakfkan untuk kebudayaan dan kesenian, termasuk melalui karya-karya sastranya.

Beberapa penghargaan yang pernah ia dapatkan adalah Paramadina Award pada 2005 dan Medali Frix de le Francophonie pada 2007. Apa-apa yang ia dapatkan itu hanyalah sedikit jika dibandingkan dengan apa yang ia telah berikan untuk kebudayaan dan kesenian di negeri. Selamat jalan, Radhar Panca Dahana!