Nationalgeographic.co.id—Umbu Landu Paranggi telah pergi. Kali ini Presiden Malioboro itu bukan pergi dari Yogyakarta menuju Bali. Namun pergi selama-lamanya dari alam dunia ke alam selanjutnya.
Dengan mata pena kugali gali seluruh diriku
Dengan helai helai kertas kututup nganga
luka lukaku,
kupancing udara di dalam dengan angin di
tanganku,
begitulah, kutulis nyawaMu senyawa
dengan nyawaku.
(Seremoni - Umbu Landu Paranggi, 1978)
Sosok Umbu tidak akan pernah bisa lepas dari puisi. Kehidupannya adalah puisi, dan puisi adalah kehidupannya.
Banyak murid berguru kepadanya. Dan banyak dari murid-muridnya itu kemudian menjadi guru bagi banyak muridnya. Umbu adalah guru puisi sekaligus guru kehidupan bagi banyak murid yang kemudian menjadi para guru bagi banyak murid lainnya.
Baca Juga: Penyair Umbu Landu Paranggi, Guru bagi Banyak Seniman, Meninggal Dunia
Periode di Yogyakarta - Menjadi Guru bagi Cak Nun, Ebiet G. Ade, dan Banyak Seniman lainnya
Salah satu murid Umbu yang kini dikenal banyak orang adalah Emha Ainun Nadjib alias Cak Nun. Cak Nun mengenang pertemuannya dengan Umbu sebagai hal yang patut ia syukuri.
"Syukur kepada Tuhan yang memperkenankan saya berjumpa dengan Umbu Landu Paranggi. Satu-satunya orang yang pernah digelari sebagai Presiden Malioboro oleh media massa, kalangan intelektual, aktivis kebudayaan 42 tahun yang lalu. Di zaman ketika orang masih mengerti bagaimana menghormati keindahan. Di kurun waktu tatkala manusia masih punya perhatian yang jujur kepada rohani, masih menjunjung kebaikan dan masih percaya kepada kebenaran," tulis Cak Nun di Kompas.com pada 2012.
Dulu Umbu dikenal luas sebagai pengasuh rubrik puisi dan sastra di koran mingguan Pelopor Yogya yang berkantor di ujung utara Jalan Malioboro Yogyakarta. Bersama ratusan anak muda lain yang belajar nulis puisi dan karya sastra, Cak Nun sempat bergabung dalam Persada Studi Klub (PSK) yang diasuh oleh Umbu. PSK merupakan komunitas penulisan di Yogyakarta yang aktif pada kurun 1969-1977. Karena aktivitas bersama ratusan muridnya di sekitar Malioboro itulah, Umbu kemudian dijuluki sebagai Presiden Malioboro.
"Puluhan tahun kemudian saya menyadari bahwa saya tidak berbakat menjadi penyair, dan ternyata yang saya pelajari dari Umbu bukanlah penulisan puisi, melainkan 'Kehidupan Puisi'—demikian menurut idiom Umbu sendiri," tutur Cak Nun dalam tulisannya.
Baca Juga: Mengenal Lebih Dekat Kho Ping Hoo, Maestro Cerita Silat Indonesia
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR