"Dalam hal kelangsungan hidup jangka panjang suatu spesies, keragaman genetik adalah salah satu faktor kunci, karena hal ini memungkinkan adaptasi terhadap perubahan lingkungan dan penyakit di masa depan," kata Johanna von Seth, mahasiswa doktoral Center for Palaeogenetics kepada Reuters. "Jadi, fakta bahwa masih banyak keanekaragaman yang tersisa sangat menjajikan jika kita bisa mempertahankannya, tentunya dengan asumsi kita juga bisa mengurangi dampak faktor non-genetik."
Baca Juga: Jelang 400 Tahun Kastel Batavia, Arkeolog Menyingkap Satu Bastionnya
Para peneliti mengatakan langkah-langkah seeperti mentranslokasi badak untuk kawin atau menggunakan inseminasi buatan dapat memungkinkan pertukaran gen yang menguntungkan antara populasi Kalimantan dan Sumatra.
Spesies ini telah menunjukan keberhasilan reproduksi yang rendah di penangkaran dan menghadapi risiko kawin sedarah yang tinggi - kawin dengan kerabat dekat - di alam liat karena jumlahnya yang kecil.
Perkawinan sedarah menciptakan risiko tinggi cacat genetik dan berkurangnya keragaman genetik, Para ilmuwan khawatir bahwa laporan tumor dan kesuburan yang rendah di antara badak-badak ini adalah bukti dari populasi kawin yang berbahaya.
"Penting untuk diingat bahwa badak Sumatra masih di ambang kepunahan karena faktor non-genetik," kata Love Dalen, profesor genetika evolusioner Center for Palaeogenetics di laman Reuters.
"Jadi haeapan, meski kecil, hasil ini menawarkan bahwa jika kita berhasil menyelesaikan masalah yang disebabkan oleh perusahaan habitat dan perburuan, setidaknya ada kemungkinan bahwa para penyintas tidak akan binasa oleh status genetik mereka yang buruk," tambah Dalen.