Sihir Senja di Kepulauan Banda dan Kampung-kampung Nasionalisnya

By National Geographic Indonesia, Senin, 3 Mei 2021 | 20:30 WIB
Penduduk Negeri Salamun mandi di pantai dan bermain perahu saat matahari mulai menjelang ke peraduan. Di latar belakang, terlihat pulau Gunungapi Banda dan Pulau Naira. (Feri Latief/National Geographic Indonesia)

 

Memasaknya bukan direbus dengan air menggunakan api atau kompor, tapi cukup dengan menggali lubang kecil di tanah lalu masukan telurnya dan ditimbun dengan tanah bekas galian. Dalam waktu kurang dari 15 menit dijamin telur matang!

Ya, tanah di puncak gunung api memang panas! Saya baru menyadari saat duduk di atas tanah untuk beristirahat di puncaknya. Terasa panas menyengat di bokong!

Dari puncak gunung ini, kita bisa melihat gugusan pulau-pulau lain di Kepulaun Banda, termasuk Pulau Rhun dan Pulau Ay di sebelah baratnya. Sedangkan Pulau Hatta terhalang Pulau Banda Besar. Gunung Api Banda, menurut saya, tempat yang wajib dikunjungi bila ke Banda. Tentu saja ada sederetan tempat bersejarah lain yang tak kalah menarik serta tempa-tempat dengan potensi wisata alamnya yang memesona!

Ada satu tempat lagi dengan pemandangan yang menakjubkan yang wajib didatangi saat ke Banda. Yaitu menyaksikan matahari terbenam dari kampung Salamun di Pulau Banda Besar. Ini bagai sihir! Dan lagi-lagi Bambang lah yang “menjerumuskan” saya ke sana dengan ceritanya.

Kali ini, Ongen tidak ikut, hanya Bambang dan saya. Kami dijemput dengan menggunakan perahu motor oleh mertuanya yang tinggal di Kampung Salamun, Rakib Takartutun. Sebelum berangkat, saya dipanas-panasi seorang pemuda lokal, Lukman Alibaba. Ia bilang, “Untuk melihat indahnya matahari terbenam harus dari Salamun.” Semakin semangat saya ke sana!

 

Baca Juga: Nasib Kapal-Kapal Kuno yang Tenggelam di Jalur Rempah Nusantara

Tarian Cakalele dari Lonthoir yang disakralkan, dari kostum penarinya menunjukkan Banda menyerap berbagai kebudayaan. (Feri Latief/National Geographic Indonesia)

Tapi ngomong-ngomong, saya kok enggak yakin nama asli kenalan saya itu Lukman Alibaba, jangan-jangan itu hanya panggilan seperti Bambang. Ah, entahlah.

Menyeberang dari Pulau Banda Neira ke kampung Salamun di Pulau Banda Besar hanya memakan sekitar setengah jam. Setiba di sana, saya diajak berkeliling pulau untuk melihat kegiatan warga mengolah hasil kebun pala mereka. Di halaman rumah-rumah warga terlihat hamparan buah pala yang dijemur.

Pulau Banda Besar adalah pulau terluas di kepulauan ini. Maka tak heran bila jadi penghasil utama buah pala. Pulau-pulau lain juga menghasilkan pala tapi tidak sebanyak pulau ini. Topografinya ideal untuk pohon pala berkembang, karena bukit-bukitnya tidak terlalu tinggi. Jika terlalu tinggi, pohon pala akan kedinginan. Suhu rendah tidak bagus untuknya.

Tak heran buah pala kualitas terbaik di dunia berasal dari kepulauan ini. Hampir seluruh lahan di pulau ini ditanami buah pala. Budi daya buah ini menjadi penghasilan utama warga termasuk keluarga Takartutun.

Penghasilan lain yaitu budi daya pohon kenari dan mencari ikan di laut. Pohon kenari tak bisa dipisahkan dari pohon pala. Karena untuk tumbuh dengan baik, pala perlu pohon kenari yang menjulang tinggi sebagai pelindungnya. Pohon pala selalu tumbuh di bawah rerimbunan pohon kenari.

 

Baca Juga: Saat Pulau Run di Maluku Ditukar dengan Manhattan di Amerika

Keranjang anyaman untuk menampung buah pala. (Feri Latief/National Geographic Indonesia)

Ingat lirik lagu ini? “Waktu hujan sore-sore , kilat sambar pohon kenari.” Nah, lagu itu berasal dari Kepulauan Banda! Lirik agak aneh sebenarnya, ada petir menyambar-nyambar kok malah bernyanyi dan menari?

Dan benarlah apa yang disampaikan Bambang dan Lukman Ali, kampung Salamun adalah tempat paling ideal untuk melihat matahari terbenam.

Salamun berada di seberang timur Pulau Banda Neira dan Pulau Gunung Api, sehingga dua pulau itu yang menjadi latar depan saat matahari terbenam di barat. Ditambah lagi aktivitas warga Salamun di kala senja, bermandi dan bermain perahu di pantai serta dermaga. Maka kehidupan keseharian warga dan keindahan alamnya menyatu begitu saja di depan mata. Ini bagai sihir!

Kampung Salamun menjadi salah satu tempat yang memberi kesan mendalam selama saya di berada di kepulauan ini. Tekad saya, suatu saat akan datang lagi ke sana untuk menikmati sihir keindahan senjanya!