Batu Hijau Kecil di Antartika Memberi Peringatan soal Masa Depan Bumi

By Utomo Priyambodo, Kamis, 6 Mei 2021 | 07:00 WIB
Batu hijau kecil yang ditemukan di lumpur laut dalam, jauh dari lepas pantai Antartika Barat. (Christine Siddoway)

Nationalgeographic.co.id—Penemuan sebuah batu kecil di Antartika membawa pesan penting soal masa depan Bumi, tempat tinggal umat manusia. Batu kecil yang ditemukan ini sebenarnya adalah sebuah batu biasa. Warnanya agak kehijauan dan dimensi terpanjangnya hanya sekitar empat sentimeter.

Meski berukuran kecil, batu pasir hijau ini menyimpan petunjuk penting untuk masa depan umat manusia. Batu hijau kecil ini ditemukan dari lumpur di laut dalam, jauh dari lepas pantai Antartika Barat. Kelompok ilmuwan yang menemukannya mengatakan batu itu seharusnya tidak berada di sana.

Batu semacam ini disebut juga sebagai dropstone atau potongan puing-puing yang dilapisi es. Batu ini terkikis gletser dari Benua Antartika, lalu terbawa dalam es yang mengalir dalam jarak tertentu, kemudian terbuang ke lepas pantai akibat aktivitas gunung es.

Para peneliti yakin mengetahui dari mana batu ini berasal. Inilah yang luar biasa dari batu kecil ini.

 

Dengan menggunakan teknik 'sidik jari geologi' terbaru, mereka sangat yakin batu ini berasal dari Pegunungan Ellsworth, pegunungan tertinggi di Benua Antartika. Ellsworth berjarak sekitar 1.300 kilometer dari lokasi terakhir batu itu sebelum ditarik dari dasar Laut Amundsen dengan kapal bor.

Teka-teki yang dihadapi para peneliti adalah bahwa Ellsworths berada di bagian dalam terjauh Antartika. Sangat tidak mungkin batu seperti ini dapat bertahan di bawah lapisan es untuk sampai ke pantai untuk kemudian hanyut dalam bentuk balok besar, beku, dan mengambang.

"Dalam pengamatan kami, batu ini tidak bisa bertahan saat terus-menerus bergerak ke berbagai titik dan mengalami siklus pengendapan serta pergeseran," ujar Christine Siddoway, profesor geologi di Colorado College di Amerika Serikat, dilansir BBC.

"Dan, lebih jauh, batu ini mungkin tidak akan bertahan menghadapi interaksi masif antara lapisan es dan batuan dasar. Batu ini akan hancur dan terpisah," jelasnya.

Bagaimana batu ini bisa bergerak sejauh begitu jauh? Jawabannya adalah terletak pada usia deposit yang dikumpulkan oleh perangkat kapal Joides Resolution. Kapal ini berlayar dalam Program Penemuan Samudera Internasional (IODP) tahun 2019 yang bertajuk Ekspedisi 379.

Baca Juga: Gunung Es Seluas Pulau Bali dan Seberat 1 Triliun Ton Mencair Hilang

Gunung es yang patah membawa material batuan dari dasar Laut Antartika. (PHIL CHRISTIE/IODP/EXP379)

 

Batu ini berasal dari era pertengahan Pliosen, jika ditilik dalam garis waktu para pakar geologi. Periode itu setara tiga juta tahun lalu.

Permukaan laut pada masa pertengahan Pliosen menyiratkan bahwa lapisan es Antartika Barat, atau setidaknya sebagian besar darinya, telah mencair. Ini menjelaskan bagaimana batu tadi bisa melakukan perjalanan sejauh ini.

Gletser es Pegunungan Ellsworth mengangkut batu kecil ini. Ellsworth kemudian membentuk gunung es untuk mengapungkan batu ini lebih dari seribu kilometer, melintasi pantai terbuka. Batu kecil ini terlepas dari gunung es itu sebelum ditemukan para peneliti Ekspedisi 379.

Baca Juga: Gunung Es Seluas Dua Kali Jakarta Lepas, Singkap Misteri Antartika

"Kajian kami memastikan bahwa lapisan es dapat menghilang dengan cukup cepat dan dapat terbentuk kembali dengan cukup mudah," kata Profesor Siddoway.

"Kami membaca dari catatan yang sangat rinci bahwa ternyata lapisan es yang cukup besar sudah runtuh, khususnya di masa Pertengahan Pliosen," ujarnya lagi.

"Jika merujuk literatur terkini dari para pemodel iklim, kita mungkin sedang memasuki kondisi iklim pliosen. Dan jika pemanasan global terus berlangsung dalam kecepatan seperti sekarang, situasinya mungkin tidak akan berubah," paparnya.

Tidak ada yang memperkirakan lapisan es Antartika Barat akan runtuh dalam waktu dekat. Meski begitu, para ilmuwan yakin batu pasir kecil ini adalah peringatan atas kondisi yang pada akhirnya bisa kita ciptakan lagi jika krisis iklim tidak tertangani.

Apa yang dikhawatirkan para ilmuwan itu tampaknya masuk akal. Sebab, baru-baru ini gunung es seluas Pulau Bali dan seberat 1 triliun ton telah mencair hilang sepenuhnya.

Sebelumnya, gunung es yang dinamakan A68 itu telah patah dari Antartika Barat sejak Juli 2017 dan kemudian hanyut terbawa arus laut dan semakin hancur berkeping-keping hingga akhirnya mencair seluruhnya pada April 2021 ini. Gunung es itu mula-mula retak dan akhirnya patah akibat pemanasan dalam lapisan es Antartika tersebut.