Teori ini tetap menjadi konsensus umum hingga 2007 ketika para peneliti menganalisis tengkorak fosil buaya bertanduk ini. Analisis tengkorak ini dilakukan untuk mengungkapkan perbedaan fisiologis yang signifikan dibandingkan dengan buaya Nil.
Setelah hasil analisis tersebut keluar, buaya bertanduk ini kemudian dimasukkan ke dalam subfamili lain yang disebut buaya kerdil. Ini adalah kelompok buaya yang lebih kecil dengan tengkorak pendek dan kokoh yang menyimpang dari buaya sejati jutaan tahun yang lalu. Buaya bertanduk ini kemudian juga diberi nama genus baru yaitu Voay yang berarti “buaya” dalam bahasa Malagasi.
Dalam studi terbaru kali ini, para peneliti AMNH menganalisis bukti DNA yang didapat dari spesies buaya bertanduk ini untuk menentukan kelompok mana yang sebenarnya dari buaya itu.
Temuan sains terbaru menunjukkan hasil analisis DNA yang mengungkapkan bahwa buaya bertanduk ini bukanlah buaya kerdil seperti yang disarankan oleh penelitian tahun 2007, juga bukan buaya sejati seperti yang diasumsikan oleh para naturalis sebelumnya. Sebaliknya, mereka termasuk dalam genus unik mereka sendiri.
Baca Juga: Studi Ungkap Alasan Buaya Kini Lebih Kecil dari Pendahulunya
"Yang mengejutkan kami pada saat itu adalah bahwa ia tidak dikelompokkan dalam buaya sejati, tetapi berdekatan dengannya," kata Hekkala. "Ini membuatnya seperti garis keturunan yang telah lama hilang yang terisolasi di sebuah pulau."
Fakta bahwa kelompok baru ini, yang berkerabat dekat dengan buaya sejati, adalah endemik di Afrika juga menunjukkan bahwa di sinilah buaya pertama kali berevolusi, yang merupakan teori terkemuka di alam. "Data kami mendukung hipotesis bahwa buaya modern yang kami lihat hari ini berasal dari Afrika," kata Hekkala.
Mengungkap misteri evolusi seputar buaya bertanduk sangatlah penting karena membantu para ilmuwan membangun gambaran yang lebih baik tentang bagaimana hewan modern berevolusi dan bagaimana mereka dapat beradaptasi terhadap perubahan, kata Hekkala.
"Spesies yang punah dapat menjadi jembatan untuk mengatasi kesenjangan pengetahuan," ujar Hekkala. "Mereka membantu kita melakukan perjalanan waktu dan menghubungkan kembali sejarah evolusi untuk menceritakan kisah kehidupan dan kepunahan di Bumi."
Baca Juga: 200 Juta Tahun Lalu, Buaya Ternyata Merupakan Vegetarian