"Pada Agustus 2019, tim multinasional lintas disiplin ini memetakan dasar laut di kaldera Krakatau. Survei menggunakan sonar untuk memetakan permukaan dasar laut, sedangkan metode refleksi seismik digunakan untuk melihat ke bawah dasar laut," ujar Dr. Mirzam Abdurrachman, peneliti sekaligus ahli volkanologi dari ITB, seperti dikutip dari laman resmi ITB.
Dia menjelaskan, penelitian ini menunjukkan deposit bawah laut yang besar dari longsor Anak Krakatau 2018 dan struktur internalnya, serta menunjukkan ukuran utuh dan cara bagaimana deposit tersebut terendapkan di dasar laut. Temuan ini telah dipublikasikan di jurnal prestisius Nature Communications pada 14 Mei 2021 dalam sebuah paper berjudul “Megablocks on the seafloor reveal that half of Anak Krakatau island collapsed into the sea to cause the 2018 Sunda Strait tsunami, Indonesia”.
Baca Juga: Mengapa Gunung Anak Krakatau Masih Berbahaya? Ini Penjelasan Peneliti
Dalam studi ini menganalisis menganalisis citra dan foto satelit untuk mempelajari peristiwa longsor di atas permukaan laut. Dengan menganalisis hasil pencitraan dan foto satelit (terutama dari COSMO-SkyMed), para ilmuwan kemudian dapat menjelaskan tingkat keruntuhan subaerial dari pulau Anak Krakatau itu secara menyeluruh.
Mirzam menuturkan, tim risetnya ini berhasil menghitung bahwa separuh pulau itu telah runtuh. Hasil studi ini menunjukkan bahwa runtuhan yang jatuh ternyata jauh lebih luas atau lebih besar daripada yang diperkirakan sebelumnya.
Citra satelit juga menunjukkan pembebanan sisi barat daya Anak Krakatau dengan lava dan ejecta pada bulan-bulan sebelum longsor. Pada saat yang sama, proses terbentuknya deformasi, patahan, dan ventilasi gas ditemukan telah terjadi di pulau tersebut dan menggambarkan perkiraan area yang akan runtuh. Proses-proses ini mungkin juga pada akhirnya berkontribusi pada keruntuhan bagian sayap pada tahap selanjutnya.