Gerakan Partai Komunis Palestina, Perlawanan Zionis dan Lika-Likunya

By Fikri Muhammad, Jumat, 21 Mei 2021 | 17:18 WIB
Propaganda Partai Komunis Palestina mendukung Tentara Merah pada 1940-an. (WIKIMEDIA)

Nationalgeographic.co.id—Buku bertajuk  The Palestine Communist Party, 1919-1948 karya Musa Budeiri memetakan sejarah tersembunyi dari gerakan komunis Palestina. Dia mengisahkan pembentukan gerakan komunis ini setelah Perang Dunia Pertama hingga pembentukan Israel dan pembersihan etnis berikutnya dari penduduk asli Palestina. 

Seperti yang ditulis Budeiri, "Saya terlibat dalam proyek politik untuk menyelamatkan dan merekonstruksi sepotong sejarah di Palestina setelah Revolusi Rusia." Teks yang diterbitkan ulang oleh Haymarket Books itu merupakan bacaan penting bagi semua orang yang tertarik dengan sejarah kiri Palestina.

Budeiri mencatat upaya heroik komunis Yahudi dan Arab untuk membangun sebuah partai yang menentang mandat Inggris—keputusan Liga Bangsa-Bangsa 1923 yang mengukuhkan kendali Inggris atas Israel/Palestina dan Yordania moderen. Selain itu dia juga memaparkan proyek penjajahan Zionis yang didukung dalam mandat.

Buldeiri menyatakan, "Gerakan Komunis di Palestina lahir dalam batas-batas gerakan Zionis dalam isolasi total dari penduduk Arab di negara itu." 

Berbagai kelompok sempalan dari Poalei Zion, sebuah kelompok internasional organisasi sayap kiri Zionis, amat dipengaruhi oleh Revolusi Rusia dan oleh politik Komunis Internasional. Kelompok ini semakin kritis terhadap aspirasi dan tujuan gerakan Zionis yang nyaman dengan imperialisme Inggris. 

Baca Juga: Bagaimana Komunisme dan Sosialisme Menjadi Hal yang Berbeda?

Kelompok (WIKIMEDIA)

 

Pada 1923, beberapa dari kelompok yang memisahkan diri ini bergabung menjadi Partai Komunis Palestina (Palestinische Komunistische Partei/PKP). Permohonan PKP untuk keanggotaan di Komunis Internasional ditanggapi dengan skeptis. Komite eksekutif komunis internasional (ECCI) ragu-ragu untuk meneruma sebuah partai yang terdiri atas pemukim Yahudi tanpa basis dalam komunitas Palestina.

ECCI menginginkan bukti bahwa partai ini secara ideologis kebal dari Zionisme dan siap untuk melakukan perjuangan di jalanan Arab.

Pada bukunya, Budeiri meringkas tuntutan yang ditempatkan pada PKP. "Ketika partai tersebut akhirnya diterima di Komintern pada Maret 1924, ECCI menekankan pentingnya 'mengubah dari organisasi pekerja Yahudi menjadi sebuah partai yang benar-benar teritorial' dan menguraikan tugas-tugasnya sebagai satu dukungan untuk orang Arab melawan Zionis dan Inggris.

Baca Juga: Naskah Kuno Alkitab dan Mumi Anak Kecil Ditemukan di Gua Horor Israel

Gedung ECCI di Vozdvizhenka. (WIKIMEDIA)

Partai, yang terutama difokuskan pada partisipasi dalam perjuangan ekonomi sehari-hari Yishuv (pemukim Zionis), diperintahkan untuk merekrut penduduk Palestina dan secara aktif memerangi lembaga-lembaga Zionisme.

Sepanjang tahun 1920-an, partai terus berada di bawah tekanan yang meningkat dari Komintern untuk "membuat Arab" partai. Meskipun kepemimpinan PKP secara resmi mendukung instruksi Komintern, sebagian besar kader partai menolak pengembangan orientasi menyeluruh pada komunitas Palestina.

Untuk melakukan hal itu diperlukan pemindahan sumber daya dari batas-batas perjuangan kelas yang lazim di dalam Yishuv ke medan sosial. Berkaitan dengan medan sosial, sebagian besar anggota partai terpisah secara linguistik dan budaya.

Terlepas dari penolakan sebagian anggota, PKP memang mulai membuat terobosan ke dalam komunitas Palestina pada 1920-an. Mereka pun merekrut lapisan kecil kader Arab. Banyak kader-kader itu dikirim untuk belajar ke Moscow’s University of the Toilers of the East. 

Terobosan pertama partai tersebut muncul sebagai hasil dari kesediaanya untuk secara langsung menantang penggusuran penduduk asli Palestina dari tanah mereka.

Buku Musa Budeiri, literasi lengkap tentang lanskap komunis di tanah Palestina. (Musa Budeiri)

Pada 1924, partai tersebut mengirim anggota kelas atas ke Desa Affula. Di tempat inilah orang-orang Palestina diusir dari tanah mereka sebagai akibat dari transaksi antara Dana Nasional Yahudi dan sebuah keluarga tuan tanah Arab yang kaya. 

Kaum komunis dengan sepenuh hati menentang kampanye "penaklukan kerja" Zionis. Sementara itu kaum Zionis berjuang untuk likuidasi fisik kelas pekerja Palestina yang kecil tapi sedang tumbuh dan untuk digantikan oleh para imigran Yahudi.

PKP mengorganisasi piket bersenjata untuk mempertahankan pekerjaan Palestina. Partai menjadikan kegiatan seperti itu sebagai syarat keaggotaan. Demikian pula, PKP berpendapat bahwa "tugas pekerja Yahudi yang sadar kelas adalah untuk membuktikan kepada petani Arab bahwa mereka tidak memiliki kesamaan dengan orang-orang yang menduduki tanah dan pekerjaanya."

Dinding Barat di Yerusalem adalah tempat favorit untuk foto pernikahan warga Yahudi dan perayaan lainnya. (Greg Girard/ National Geographic)

 

Namun, sebagian dari aktivis PKP Yahudi terus menolak pengabaian Yishuv oleh partai ini. Luka lama dibuka kembali selama pemberontakan 1936. Sebagian dari keanggotaan Yahudi menyerang kepemimpinan PKP karena secara tidak kritis menerima kepemimpinan gerakan nasional Palestina, dan tidak mengembangkan strategi politik independen.

Anggota partai juga mulai mempertanyakan militan anti-Zionisme PKP, dengan alasan bahwa mungkin dan perlu untuk berkolaborasi dengan elemen "progresif" dalam gerakan Zionis.

Baca Juga: Anting Yunani Kuno Ditemukan di Situs Arkeologi Yerusalem

Daging domba merupakan kemewahan yang hanya bisa didapatkan warga Gaza pada hari raya Islam tertentu. (Paolo Pellegrin)

Partai ini penuh dengan ketegangan politik selama periode pemberontakan. Alasannya, kepemimpinan terus menjauhkan diri dari sebagian kader Yahudi dengan dukungan totalnya untuk pemberontakan.

Perang Dunia Kedua terbukti menjadi periode yang kontradiktif bagi partai tersebut. Ia mengalami terobosan dramatis dalam gerakan buruh Arab, terutama  upayanya untuk mengorganisasi di kamp-kamp kerja paksa yang didirikan untuk  perang.

Namun, ketika Nazi Jerman menyerang Uni Soviet, PKP telah membingungkan banyak pendukung Arabnya. Partai ini secara terbuka menyerukan kepada orang Yahudi dan Arab untuk bergabung dengan tentara Inggris dalam perang melawan fasisme. Ketegangan politik akhirnya meluap menjadi perpecahan di PKP. Sebagian besar keanggotaan Arab mendirikan sebuah organisasi yang disebut National Liberation League atau NLL (uṣbat at-taḥrīr al-waṭaniyy fi filasṭīn).

Baca Juga: Apakah Apple dan Google Benar-Benar Menghapus Palestina Dari Peta?

Demonstrasi Partai Komunis Palestina tahun 1945. (ROSALUX)

Setelah perang, kedua sayap gerakan komunis Palestina mengharapkan Uni Soviet, dengan kursinya di Dewan Keamanan PBB. Mereka berharap Soviet untuk memblokir partisi Palestina. Namun ketika Uni Soviet mendukung pembagian, NLL dan PKP menerima keputusan Moskow.

Budeiri meringkas dinamika yang dimainkannya. "Pada akhirnya, pertimbangan kebijakan luar negeri Soviet terbukti menjadi faktor penentu dalam keputusan politik mereka," demikian tulisnya, "dan bukanlah revisi ideologis yang menyebabkan mereka berpaling, tahun-tahun kebencian mereka terhadap Zionisme, dan akhirnya menerima 'solusi nasional' untuk masalah Yahudi."

Salah satu foto yang sempat beredar luas di media sosial. Foto itu memperlihatkan seorang pria Yahudi dan perempuan Palestina berciuman. (Twitter)

PKP akhirnya menandatangani Deklarasi Kemerdekaan Israel pada 1948. Kader NLL sebagian besar diintegrasikan ke dalam jajaran Partai Komunis Yordania dan PKP setelah Nakba, perang pembersihan etnis yang membentuk "kemerdekaan" Israel. 

Terlepas dari kekurangan politik, sejarah Partai Komunis Palestina dari awal 1920-an hingga 1948 pada dasarnya adalah sejarah perjuangan melawan dominasi kolonial dan Zionisme. Perputaran politik tragis yang diterapkan oleh kepemimpinan partai selama Perang Dunia Kedua dan tanggapan atas partisi, sama sekali tidak mengurangi upaya heroik oleh komunis Yahudi dan Arab untuk membangun masyarakat yang adil di Palestina. 

Buku Budeiri berhasil menggabugkan simpati terhadap aspirasi PKP dengan penilaian yang jelas tentang kontradiksi dan kelemahan politiknya.