Arkeolog Singkap Asal-usul Masyarakat Mesir Kuno Berkat DNA Mumi

By National Geographic Indonesia, Sabtu, 22 Mei 2021 | 17:00 WIB
Koservator asal Jerman Christian Eckmann sedang memperbaiki topeng emas milik King Tutankhamun. (MOHAMED ABD EL GHANY, REUTERS/nationalgeographic.com)

Nationalgeographic.co.id—Masyarakat Mesir kuno, tidak bisa dimungkiri, adalah yang terbaik dalam mengabadikan kebudayaan dan kepercayaan mereka. Setelah berabad-abad lamanya, para arkeolog masih bisa mengungkapkan sesuatu yang baru mengenai kehidupan mereka melalui mumi, makam piramid, dan aksara hieroglif.

Namun, harus diakui bahwa mereka juga bukan yang terbaik dalam menjaga DNA dan sisa-sisa biologis lainnya. Menggunakan abu soda dan bahan kimia lain yang digunakan untuk mengawetkan mumi, masyarakat Mesir kuno merusak materi genetik yang bisa menjadi sumber informasi bagi para peneliti masa kini.

Kombinasikan tradisi tersebut dengan iklim Mesir yang panas dan lembap, penemuan DNA pada mumi menjadi sesuatu yang langka.

Oleh karena itu, ketika para peneliti dari Max Planck Institute for the Science of Human History dan University of Tubingen di Jerman berhasil mengoleksi materi genetik dari 151 mumi, studi yang dipublikasikan melalui Nature Communications ini menjadi sebuah terobosan baru yang mengungkapkan asal-usul masyarakat Mesir kuno.

Relief ini menggambarkan ekspedisi dagang bangsa Mesir kuno dengan orang-orang dari Negeri Punt yang (Lutfi Fauziah)

Baca Juga: Mengungkap Identitas Orang-Orang yang Membangun Piramida Mesir Kuno

Para peneliti mendapatkan mumi-mumi tersebut dari Abusir el-Meleq , sebuah komunitas di kawasan sungai Nil yang berada di tengah-tengahmesir. Mereka lalu mengambil sampel tulang, gigi, dan jaringan lembut untuk dipersiapkan dan disinari dengan ultraviolet selama satu jam di sebuah ruang steril di Jerman agar tidak terkontaminasi.

Johannes Krause, seorang peneliti dari University of Tubingen yang tergabung dalam penelitian ini berkata bahwa mereka melihat adanya kesinambungan genetik selama 1300 tahun lamanya.

Hal ini merupakan sesuatu yang aneh karena Mesir telah ditaklukan berkali-kali oleh Yunani, Roma, Arab, dan Asyur. Selain itu, Mesir juga diapit oleh Afrika, Eropa, dan Asia secara geografis.

Krause melanjutkan, kejutan lainnya adalah kita tidak menemukan terlalu banyak garis keturunan yang berasal dari Afrika Sub-Sahara.

Baca Juga: Ilmuwan Menciptakan Kembali Suara Nesyamun, Mumi Pendeta Mesir Kuno

Pagar pembatas untuk melihat mumi Raja Tutankhamun. (Sara Lardinois/Getty Conservation Institute)

Sebaliknya, masyarakat Mesir kuno justru memiliki hubungan yang sangat dekat dengan masyarakat Mediterania  timur. Mereka juga memiliki beberapa kesamaan genetik dengan masyarakat Turki dan Eropa pada masa tersebut.

Membandingkan sampel DNA tersebut dengan 100 masyarakat Mesir modern dan 125 masyarakat Eropa modern, para peneliti juga menemukan bahwa pengaruh Afrika Sub-sahara kepada genetika masyarakat Mesir baru menguat selama 1500 tahun belakangan.

Howard Carter saat membuka makam Raja Tutankhamun pada awal abad ke-20. Seabad kemudian, Institute for the Science of Human History dan University of Tubingen di Jerman berhasil mengoleksi materi genetik dari 151 mumi, studi yang dipublikasikan melalui Nature Communications ini menjadi sebuah terobosan baru yang mengungkapkan asal-usul masyarakat Mesir kuno. (Griffith Institute, University of Oxford/Colorized by Dynamichrome)

“Jika Anda tanya kepada orang-orang Mesir, mereka akan bilang bahwa mereka menjadi semakin mirip dengan orang Eropa. Namun, kita melihat sebaliknya,” ucap Krause.

Walaupun demikian, para peneliti tidak ingin menutup kemungkinan adanya asal-usul lain pada masyarakat Mesir kuno. “Semua data genetik kita diambil dari satu area di tengah Mesir dan mungkin tidak bisa menjadi perwakilan untuk semua masyarakat Mesir kuno,” tulis mereka.

Terutama di daerah Mesir selatan, para peneliti menduga bahwa pengaruh Afrika Sub-Sahara akan lebih kuat.