Studi Baru: Zat Awal Pasca Big Bang Bukan Gas, Melainkan Cairan

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Selasa, 25 Mei 2021 | 10:30 WIB
Awan fosil yang merupakan peninggalan kuno Big Bang. (TNG Collaboration)

Nationalgeographic.co.id—Beberapa dekade, Big Bang adalah hal yang menarik untuk diteliti demi memecahkan teka-teki awal muka alam semesta. Peristiwa ledakan besar itu terjadi 14 miliar tahun lalu dengan proses pemanasan radikal di seluruh alam semesta, dan menjadi padat.

Cukup umum bila kita mengetahui terjadi ekspansi yang sangat cepat ini menciptakan partikel, atom, bintang, galaksi, dan kehidup saat ini. Tetapi rinci zat awalnya masihlah misteri.

Berikutnya, para ilmuwan mencoba menduga bahwa zat awal yang terbentuk pasca Big Bang adalah gas.

 

Namun berdasarkan studi yang melibatkan ratusan ilmuwan, terdapat zat cair yang membantu pengembangan itu. Mereka menamainya sebagai Quark-Gluon Plasma.

Berdasarkan laporan mereka yang dipublikasikan di jurnal Physics Letters B (Vol. 818), Quark Gluon Plasma (QGP) terjadi dalam hitungan mikrodetik pertama Big Bang. Plasma itu terdiri dari kuark dan gluon.

Kuark dalam model standar fisika partikel yang dapat membentuk partikel komposit yang disebut Hadron. Hadron sendiri merupakan partikel yang paling stabil karena Proton dan Neutronnya menjadi pembentuk inti atom.

Massa kuark yang ada saat ini disebut sebagai massa kuark konstituen, yang juga terdiri dari partikel gluon yang mengelilingi kuark itu sendiri (A. Watson, A. 2004).

Baca Juga: Astronom Temukan 'Awan Fosil' Peninggalan Ledakan Big Bang

Terbentuknya galaksi. Galaksi adalah sebuah sistem masif yang terikat gaya gravitasi yang terdiri atas bintang (agsandrew/Getty Images/iStockphoto)

Sedangkan gluon adalah partikel dasar yang berperan sebagai perantara interaksi kuat untuk muatan dari kuark dalam kromodinamika kuantum (W-M Yao et al. 2006).

"Hasil kami memberi tahu sebuah cerita unik tentang bagaimana zat berevolusi pada tahap awal alam semesta," jelas You Zhou, salah satu penulis penelitian terbaru itu. Dia adalah profesor dari Niels Bohr Institute, University of Copenhagen.

Zhou menambahkan,"Pertama plasma yang terdiri dari quark dan gluon dipisahkan oleh ekspansi panas alam semesta. Kemudian potongan-potongan quark direformasi menjadi apa yang disebut hadron."

"Hadron dengan tiga quark membuat proton, yang merupakan bagian dari inti atom. Inti-inti ini adalah blok bangunan yang membentuk bumi, diri kita sendiri dan alam semesta yang mengelilingi kita."

Baca Juga: Astronom Deteksi Ledakan Besar di Luar Angkasa Selain Big Bang

QGP setidak hadir dalam 0,000001 detik pertama, kemudian ia menghilang akibat ekspansi. Untuk mengungkapnya, para peneliti menggunakan teknologi yang disebut Large Hadron Collider di European Organization for Nuclear Research (CERN).

Melalui alat akselarator yang bekerja dengan membuat dua partikel untuk ditumbuk itu, para peneliti kemudian melacak kembali sejarah Big Bang.

Zhou menjelaskan, "penumbuk itu menghancurkan ion plasma dengan kecepatan tinggi—hampir seperti kecepatan cahaya. Ini membuat kami dapat melihat bagaimana QGP berevolusi dari materi tunggal menjadi inti dalam atom dan bahan penyusun kehidupan."

Baca Juga: Pasca Big Bang, Seperti Ini Bintang-Bintang Awal yang Muncul

Ilustrasi konsep pembentukan planet gas raksasa di awal tata surya. (NASA / JPL-Caltech)

Selain menggunakan Large Hadron Collider, para peneliti juga mengembangkan algoritma yang mampu menganalisis ekspansi kolektif. Data-data itu diambil dari lebih banyak partikel yang dihasilkan.

"Hasilnya, menunjukkan bahwa QGP pada mulanya adalah bentuk cairan, dan memisahkan dirinya dari materi-materi lain dengan terus-menerus mengubah bentuknya dari waktu ke waktu," terangnya.

Analisis ini menjadi tonggak baru terkait zat itu—yang sebelumnya banyak ilmuwan mengiranya berbentuk gas, ujarnya.

Detail baru yang kami berikan adalah bahwa plasma telah berubah bentuknya dari waktu ke waktu, yang cukup mengejutkan dan berbeda dari materi lain yang kita ketahui dan apa yang kita harapkan," pungkasnya, dilansir dari Phys, Jumat (21/05/2021).