Para ilmuwan dari museum itu kemudian membawa spesimen tersebut ke ahli ikan Afrika Selatan J.L.B. Smith. Smith membenarkan bahwa makhluk itu adalah seekor coelacanth dan memberinya nama ilmiah Latimeria chalumnae. Spesies coelacanth lainnya, Latimeria menadoensis, ditemukan pada tahun 1998 di dekat Indonesia.
Informasi tentang coelacanth di perairan Madagaskar selalu tersebar dan tidak teratur, ucap Bruton. belum pernah ada spesialis coelacanth yang tinggal di pulau itu.
Mengingat habitat yang menjanjikan di sekitar pantai, para peneliti mulai mengumpulkan laporan tangkapan coelacanth. Mereka menemukan semakin banyak laporan seiring waktu, mungkin karena semakin populernya jaring insang bermata besar yang digunakan untuk menangkap hiu untuk pasar sirip hiu.
Jaring insang ini, yang disebut jaring jarifa, dibiarkan di air dalam dan terkadang diberi umpan dengan ikan-ikan kecil. Jaring ini mungkin tidak terdeteksi oleh coelacanth sampai larut waktu, karena ikan itu baru berburu pada malam hari dan kebanyakan dengan menggunakan electroreception, pendeteksi medan listrik kecil yang dihasilkan oleh mangsa-mangsanya di dalam air.
Jaring tersebut tidak menghasilkan medan listrik sehingga tidak terdeteksi oleh coelacanth. Yang memperburuk keadaan coelacanth, jaring itu jjuga dapat dipasang di ngarai berbatu, tempat yang mereka sukai, tidak seperti jaring pukat yang harus digunakan di dasar laut yang relatif mulus.
Baca Juga: Fosil Paru-paru Ikan Purba Raksasa Ditemukan, Usianya 66 Juta Tahun
Dari 34 tangkapan dengan cukup detail yang tercatat untuk dikonfirmasi sebagai coelacanth, berat ikan itu berkisar antara 66 hingga 198 pon atau antara 30 hingga 90 kilogram. Adapun panjangnya berkisar dari hampir 4 kaki hingga lebih dari 6 kaki atau sekitar 121 hingga 190 sentimeter.
Penangkapan terjadi di sepanjang 620 mil atau sekitar 1.000 kilometer dari pantai barat Madagaskar, dari titik paling selatan pulau sampai ke pantai barat laut. Cluster terbesar ditangkap di Onilahy Canyon, di lepas pantai barat daya pulau tersebut.
Tingkat tangkapan sampingan ini bisa berbahaya bagi kelangsungan hidup coelacanth. Spesies ini sangat terancam punah dan memiliki banyak karakteristik atau ciri yang menempatkan ikan tersebut pada risiko kepunahan, kata Bruton.
Ciri-ciri tersebut adalah pertumbuhan ikan ini lambat dan jarang bereproduksi. Selain itu, spesies coelacanth juga merupakan predator tingkat tinggi yang mudah terancam oleh hilangnya habitat dan degradasi lingkungan.
Baca Juga: Anglerfish, Ikan Laut Dalam yang Menyeramkan, Muncul Ke Pantai