Nationalgeographic.co.id—Madagaskar mungkin menjadi benteng rahasia bagi coelacanth, ikan "fosil hidup". Sebelumnya ikan ini dianggap telah lama punah sampai seorang nelayan menangkapnya pada tahun 1938.
Spesimen pertama yang luar biasa itu berasal dari pantai Afrika Selatan. Namun, setelah itu coelacanth dari spesies yang sama, Latimeria chalumnae, muncul di Tanzania, Komoro (sekelompok pulau di lepas pantai timur Afrika), dan Madagaskar.
Sekarang, tinjauan baru dari tangkapan sampingan perikanan Madagaskar, atau tangkapan yang tidak disengaja di sana, mengungkapkan bahwa setidaknya 34 spesimen yang dikonfirmasi merupakan coelacanth telah ditangkap. Ada lebh banyak lagi spesies coelacanth yang kemungkinan telah ditangkap juga, tapi tidak pernah diketahui oleh para ahli biologi atau ahli konservasi.
Jumlah populasi keseluruhan spesies ini masih tetap menjadi misteri. Namun para penulis dalam studi terbaru itu menduga bahwa Madagaskar mungkin merupakan habitat penting bagi coelacanth dan bahkan mungkin rumah bagi leluhur mereka.
Dengan sejarah 420 juta tahun di belakang mereka, coelacanth lebih tua dari Madagaskar, yang memiliki garis pantai berusia 88 juta tahun dan telah berada di lokasinya saat ini selama sekitar 40 juta tahun. Adapun Komoro, tempat ikan itu kembali ditemukan baru-baru ini, usianya hanya sekitar 15 juta tahun. Para peneliti mengira ikan itu mungkin telah hidup lebih lama di Madagaskar dan barulah menjajah Komoro di kemudian hari.
Madagaskar "memiliki garis pantai yang luas, dan kami tahu bahwa ada ngarai di sepanjang pantainya," ujar Mike Bruton, seorang ahli ikan yang berbasis di Cape Town, Afrika Selatan, yang turut terlibat dalam studi tersebut kepada Live Science.
"Dan kami tahu bahwa coelacanth suka hidup di ngarai dari kedalaman sekitar 150 hingga 500 meter [500 hingga 1.600 kaki]."
Baca Juga: Penemuan Coelacanth Akan Terus Berlanjut
Madagaskar juga jauh lebih tua daripada Komoro, tempat sebagian besar tangkapan coelacanth yang tercatat berasal. Karena sejarah fosil Coelacanth sudah ada sejak 420 juta tahun silam, Bruton dan rekan-rekannya percaya bahwa, dibandingkan dengan Komoro, Madagaskar mungkin telah menjadi rumah bagi Coelacanth lebih lama.
Sejarah panjang itulah yang membuat coelacanth menarik, kata Bruton yang juga merupakan penulis "The Annotated Old Fourlegs: The Updates of the Coelacanth" terbitan University Press of Florid pada tahun 2018. Ikan ini berevolusi 180 juta tahun sebelum dinosaurus pertama kali muncul, bertahan bahkan saat benua bergeser dan asteroid memusnahkan sebagian besar kehidupan di Bumi, termasuk "monster laut" laut seperti mosasaurus.
Diketahui pertama kali dari fosil, coelacanth diyakini punah sampai kapal ikan menangkapnya dengan menggunakan jaring insang pada Desember 1938 di dekat Afrika Selatan. Menurut Museum Australia, para kru nelayan dalam kapal ikan itu cukup tertarik dengan ikan besar yang tampak aneh itu sehingga mereka memberi tahu sebuah museum di London Timur, Afrika Selatan.
Baca Juga: Fosil Ikan Purba Ditemukan, Bentuknya Mirip Hiu Bersirip Pari Manta
Para ilmuwan dari museum itu kemudian membawa spesimen tersebut ke ahli ikan Afrika Selatan J.L.B. Smith. Smith membenarkan bahwa makhluk itu adalah seekor coelacanth dan memberinya nama ilmiah Latimeria chalumnae. Spesies coelacanth lainnya, Latimeria menadoensis, ditemukan pada tahun 1998 di dekat Indonesia.
Informasi tentang coelacanth di perairan Madagaskar selalu tersebar dan tidak teratur, ucap Bruton. belum pernah ada spesialis coelacanth yang tinggal di pulau itu.
Mengingat habitat yang menjanjikan di sekitar pantai, para peneliti mulai mengumpulkan laporan tangkapan coelacanth. Mereka menemukan semakin banyak laporan seiring waktu, mungkin karena semakin populernya jaring insang bermata besar yang digunakan untuk menangkap hiu untuk pasar sirip hiu.
Jaring insang ini, yang disebut jaring jarifa, dibiarkan di air dalam dan terkadang diberi umpan dengan ikan-ikan kecil. Jaring ini mungkin tidak terdeteksi oleh coelacanth sampai larut waktu, karena ikan itu baru berburu pada malam hari dan kebanyakan dengan menggunakan electroreception, pendeteksi medan listrik kecil yang dihasilkan oleh mangsa-mangsanya di dalam air.
Jaring tersebut tidak menghasilkan medan listrik sehingga tidak terdeteksi oleh coelacanth. Yang memperburuk keadaan coelacanth, jaring itu jjuga dapat dipasang di ngarai berbatu, tempat yang mereka sukai, tidak seperti jaring pukat yang harus digunakan di dasar laut yang relatif mulus.
Baca Juga: Fosil Paru-paru Ikan Purba Raksasa Ditemukan, Usianya 66 Juta Tahun
Dari 34 tangkapan dengan cukup detail yang tercatat untuk dikonfirmasi sebagai coelacanth, berat ikan itu berkisar antara 66 hingga 198 pon atau antara 30 hingga 90 kilogram. Adapun panjangnya berkisar dari hampir 4 kaki hingga lebih dari 6 kaki atau sekitar 121 hingga 190 sentimeter.
Penangkapan terjadi di sepanjang 620 mil atau sekitar 1.000 kilometer dari pantai barat Madagaskar, dari titik paling selatan pulau sampai ke pantai barat laut. Cluster terbesar ditangkap di Onilahy Canyon, di lepas pantai barat daya pulau tersebut.
Tingkat tangkapan sampingan ini bisa berbahaya bagi kelangsungan hidup coelacanth. Spesies ini sangat terancam punah dan memiliki banyak karakteristik atau ciri yang menempatkan ikan tersebut pada risiko kepunahan, kata Bruton.
Ciri-ciri tersebut adalah pertumbuhan ikan ini lambat dan jarang bereproduksi. Selain itu, spesies coelacanth juga merupakan predator tingkat tinggi yang mudah terancam oleh hilangnya habitat dan degradasi lingkungan.
Baca Juga: Anglerfish, Ikan Laut Dalam yang Menyeramkan, Muncul Ke Pantai