Nationalgeographic.co.id—Para ilmuwan terus mengembangkan sains terbaru pengobatan demi menambah angka usia harapan hidup manusia. Bahkan kalau bisa, mereka pun punya rencana supaya manusia bisa hidup selamanya.
Angka usia harapan hidup manusia adalah 72,56 tahun, berdasarkan laporan WHO. Angka ini relatif lebih naik daripada tahun-tahun sebelumnya, dan semua itu berkat pengetahuan kita yang berkembang untuk mengatasi penyakit-penyakit mematikan.
Demi mengkaji upaya memperpanjang angka harapan hidup, para ilmuwan harus memahami bahwa di beberapa masyarakat ada yang lebih panjang daripada rata-rata internasional.
Di Jepang, bahkan menyentuh 83 tahun karena gaya hidup sehat sejak kecil, mulai dari jalan kaki dan mengendarai sepeda untuk pergi sekolah. Hingga pola diet yang sehat dan seimbang.
Sedangkan berdasarkan temuan terbaru di The Journals of Gerontology: Series A, para peneliti menemukan bahwa penduduk asli Tsimane di Amazon Bolivia juga mempunyai umur yang lebih panjang. Studi ini dipublikasilkan hari Rabu (26/05/2021).
Penduduk asli Tsimane juga mengalami atrofi otak yang lebih sedikit daripada penduduk Bolivia yang keturunan Eropa dan Amerika lainnya. Seiring tuanya mereka, penurunan volume otaknya 70% lebih lambat, sehingga sedikit pula terserang demensia.
Kondisi mereka cukup unik, di saat masyarakat lainnya memiliki akses ke perawatan medis modern—yang bisa meminimalisir kematian, mereka bahkan hampir tidak memiliki akses itu. Mereka juga cenderung menghindari makanan yang lemak jenuhnya tinggi dan berserat.
"Tsimane telah memberi kita eksperimen alam yang menakjubkan tentang efek yang berpotensi merusak gaya hidup modern pada kesehatan kita," kata penulis studi, Andrei Irimia dari USC Leonard Davis School of Gerontology.
Baca Juga: Seorang Pria Mengaku Bunuh Istrinya, tapi Umur 'Jasadnya' 1.600 Tahun
"Temuan ini menunjukkan bahwa atrofi otak dapat diperlambat secara substansial oleh faktor gaya hidup yang sama yang terkait dengan risiko penyakit jantung yang sangat rendah," tambahnya dalam Eurekalert.
Penelitian itu melibatkan 746 orang dewasa Tsimane dengan rentang usia 40 hingga 94 tahun. Temuan terkait atrofi otak mereka yang lebih rendah berkat hasil pemindaian CT Scan di Trinidad, Bolivia.
Pemindaian mereka mencatat bahwa orang-orang Tsimane mengalami peradangan di otak akibat atrofi yang dari orang Barat. Atrofi ini berkorelasi dengan risiko gangguan kognitif, dan penurunan fungsi, dan dimensia.
Tetapi radang yang tinggi pun ternyata tidak memiliki efek yang nyata pada otak masyarakat Tsimane.
Orang-orang Tsimane juga punya risiko kardiovaskular walau tingkatnya rendah. Sehingga mereka mulai muncul risiko demensia juga. Hal ini kemungkinan besar adalah masyarakat Barat membawa kebiasaan buruknya.
"Gaya hidup dan pola makan kita yang tidak banyak bergerak dan kaya akan gula dan lemak mungkin mempercepat hilangnya jaringan otak seiring bertambahnya usia dan membuat kita lebih rentan terhadap penyakit seperti Alzheimer," kata Hillard Kaplan, salah satu peneliti dari Chpaman University.
"Tsimane dapat jadi contoh dasar untuk penuaan otak yang sehat."
Baca Juga: Manusia Tertua Berusia Lebih Dari 100 Tahun, Sebenarnya Berapa Lama Kita Bisa Hidup?
Kabar lainnya terkait penduduk asli Tsimane, berdasarkan penelitian tahun 2017 di The Lancet, mereka memiliki jantung yang lebih sehat saat tua. Mereka memiliki prevelansi aterosklerosis koroner terendah di dunia. Diperkirakan alasannya karena mereka hidup dengan kebudayaan pra-industri seperti berburu, meramu, memancing, dan bertani.
"Studi ini menunjukkan bahwa Tsimane tidak hanya menonjol dalam hal kesehatan jantung, tetapi juga kesehatan otak," kata Kaplan.
"Penemuan ini menunjukkan banyak kesempatan untuk intervensi guna meningkatkan kesehatan otak, bahkan pada populasi dengan tingkat peradangan yang tinggi."
Baca Juga: Joging Dapat Memperpanjang Umur Anda, Lakukan Tips Berikut Untuk Memulainya