Membandingkan Teknik Mengingat Aborigin dan 'Istana Pikiran' Sherlock

By Utomo Priyambodo, Senin, 31 Mei 2021 | 19:00 WIB
Suku Aborigin di Australia masih meneruskan budayanya secara turun temurun. (Anggie Cyndia)

"Ada kepuasan tertentu dalam mengetahui cara mempelajari hal-hal ini," ujar David Reser, dosen dari School of Rural Health di Monash University di Australia yang menjadi salah peneliti dalam studi ini, seperti dilansir Live Science.

"Istana pikiran" adalah metode mengingat yang menempelkan informasi ke objek-objek di dalam bangunan atau ruangan imajiner. Metode ini juga dikenal sebagai metode lokus.

Teknik mengingat ini dikatakan berasal ketika penyair Yunani Simonides dari Ceos nyaris tidak tertimpa reruntuhan bangunan selama jamuan makan yang ramai. Simonides mampu mengidentifikasi tubuh rekan-rekannya yang bersuka ria dengan mengingat di mana mereka duduk sebelum dia keluar dari ruangan.

Kejadian ini menggambarkan gunanya melampirkan ingatan ke lokasi fisik, bahkan jika hanya di dalam pikiran. Karakter Holmes menggunakan teknik tersebut untuk membantunya memecahkan kasus dalam serial BBC "Sherlock," yang ditayangkan antara tahun 2010 dan 2017.

Penelitian tentang teknik istana pikiran memang menunjukkan bahwa teknik ini meningkatkan memori jangka pendek dan jangka panjang.

Adapun sebuah studi terbaru ini menguji teknik istana pikiran dengan yang digunakan oleh berbagai generasi Aborigin. Teknik ini juga melekatkan informasi pada geografi fisik, tetapi dalam bentuk narasi yang menggabungkan landmark, flora, dan fauna.

Baca Juga: Mengenal Sir Arthur Conan Doyle, Pencipta Detektif Sherlock Holmes

Anak perempuan Aborigin Yolngu menikmati hangatnya matahari dan lautan. (Amy Toensing/National Geographic)

Ide untuk membandingkan keduanya muncul ketika Reser dan rekan pengajarnya, Tyson Yunkaporta, berbincang tentang memori dan cara memasukkan budaya Pribumi ke dalam kurikulum sekolah kedokteran. Yunkaporta, sekarang di Deakin University di Victoria, Australia, adalah anggota Klan Apalech dan penulis "Sand Talk: How Indigenous Thinking Can Save the World" terbitan HarperOne pada tahun 2020.

Bersama dengan para kolega dan mahasiswa kedokteran lainnya, Yunkaporta dan Reser membuat sebuah studi tentang dua teknik mengingat tersebut, yang diambil dari sampel para mahasiswa kedokteran tahun pertama di universitas selama hari-hari pertama mereka berada di kelas. Tujuh puluh enam siswa berpartisipasi dalam studi ini.

Para mahasiswa itu pertama kali diperlihatkan daftar 20 nama kupu-kupu yang umum. Nama kupu-kupu ini dipilih secara khusus karena para peneliti ingin penelitian tersebut tidak ada hubungannya dengan obat-obatan dan diberi waktu 10 menit untuk menghafal daftar tersebut. Mereka kemudian diminta untuk menuliskan sebanyak mungkin nama-nama yang dapat mereka ingat.

Berikutnya adalah sesi 30 menit di mana sepertiga mahasiswa diajari teknik "istana memori". Sepertiga mahasiwa lainnya dibawa ke taman di kampus, di mana Yunkaporta memandu mereka mempelajari teknik Aborigin dan mengembangkan cerita yang melekat pada taman untuk menghafal daftar nama kupu-kupu tersebut. Sepertiga mahasiswa terakhir, grup kontrol, menonton video yang tidak terkait selama waktu studi ini.

Baca Juga: Belajar Berpikir Rasional dari Sherlock Holmes