Spesies Krustasea 'Raksasa' Pemakan Bangkai Ditemukan di Laut Dalam

By Utomo Priyambodo, Kamis, 3 Juni 2021 | 12:00 WIB
Eurythenes atacamensis. (Alan Jamieson)

Spesies ini adalah salah satu hewan yang paling banyak di temukan dalam komunitas palung tersebut, bergabung dengan trio ikan siput dan isopoda seperti laba-laba berkaki panjang. Sebagai pemakan bangkai, amphipod ini memainkan peran penting dalam jaring makanan dengan mencegat dan mendistribusikan kembali makanan yang tenggelam dari atas.

"Mereka dengan cepat mendeteksi dan memakan bangkai baru, seperti umpan mackerel yang kami gunakan untuk membujuk individu agar masuk ke dalam perangkap. Sayangnya, mereka juga bisa menelan mikroplastik secara tidak sengaja," tulis Weston.

Rumah mereka adalah salah satu dari 35 palung yang mencapai kedalaman hadal. Hadal adalah zona bentik dan palung lautan, dengan kedalaman antara 6.000-10.000 meter.

"Palung ini terbentuk oleh proses geologi yang disebut subduksi (di mana satu lempeng tektonik dipaksa di bawah yang lain menyebabkan dasar laut dengan cepat terjun). Volume Palung Atacama hampir sama dengan pegunungan Andes yang berdekatan, juga diciptakan oleh zona subduksi tektonik," papar Weston.

Baca Juga: Studi: Otak Udang dan Serangga Ternyata Memiliki Banyak Kemiripan

Spesies krustasea 'raksasa' yang bentuk tubuhnya mirip udang ditemukan di laut dalam. Krustasea ini adalah pemakan bangkai. (Museo Nacional de Historia Natural)

Dibandingkan dengan kondisi di permukaan, lingkungan hadal (atau laut dalam) tampak ekstrem. Lingkungan gelap gulita dengan suhu air bervariasi antara 1 derajat Celsius dan 4 derajat Celsius di titik terdalam.

Tekanan hidrostatik pada kedalaman hadal berkisar antara 600 hingga 1.100 atmosfer. Tekanan ini setara dengan menempatkan satu ton benda di ujung jari Anda.

Namun lingkungan ekstrem ini sepenuhnya normal bagi organisme yang hidup di sana. Penduduk zona hadal memiliki serangkaian adaptasi biokimia, morfologi dan perilaku yang memungkinkan mereka berkembang di palung tersbeut.

"Mempelajari ekosistem ini bukanlah tugas yang mudah – itulah sebabnya zona hadal kurang dipelajari dibandingkan dengan bagian laut yang lebih dangkal," kata Weston dalam tulisannya.