Mengubah Sisi Gelap Industri Kecantikan Lewat Kecantikan Berkelanjutan

By Utomo Priyambodo, Rabu, 9 Juni 2021 | 11:00 WIB
Sampah produk kosmetik turut mencemari lingkungan. Mempercantik wajah konsumennya, tapi memperburuk wajah lingkungan. (Lutfi Fauziah)

Studi tersebut menyoroti bahwa banyak konsumen di dunia, termasuk di Indonesia, saat ini menuntut adanya konsep keberlanjutan dalam produk kecantikan. Konsep ini biasa disebut sebagai "sustainable beauty" atau "kecantikan yang berkelanjutan".

Beberapa brand produk kecantikan sudah menunjukkan beberapa upaya untuk memenuhi permintaan konsumen tersebut. Beberapa brand juga telah mengintegrasikan konsep keberlanjutan dalam proses produksi mereka.

Misalnya, untuk memenuhi permintaan dari konsumen tersebut, beberapa perusahaan telah mulai mengganti wadah produk kosmetik mereka. Dari plastik menjadi bahan lain yang jauh lebih mudah terurai di lingkungan.

Meow Meow Tweet adalah salah satu contoh perusahaan yang melakukan hal tersebut. Setelah resah terhadap masalah lingkungan akibat sampah plastik, Tara Pelletier sang pemilik Meow Meow Tweet kemudian mencari jenis wadah lain sebagai pengganti plastik untuk produk deodorannya.

Baca Juga: Mendefinisikan 'Kecantikan', Mengapa Banyak Orang yang Memujanya?

Menurut Aristoteles, kecantikan bergantung pada ukuran dan penataan, dengan standar sosialnya masing-masing. Sementara Immanuel Kant yang menyebutkan bahwa kecantikan adalah sesuatu yang menyenangkan secara universal, tanpa sebuah konsep. (Kindlab/Pinterest)

Setelah mempertimbangkan banyak jenis alternatif bahan untuk wadah kemasan produk, Tara akhirnya menemukan solusi yang lebih baik daripada plastik. Ia telah mempelajari banyak jenis kemasan, mulai dari kaca hingga kertas. Ia juga sempat melirik penggunaan toples kaca, bioplastik, hingga plastik bio-degredable, tapi kemudian menemukan kekurangannya masing-masing untuk bisa terurai di lingkungan.

Setelah berbulan-bulan mencari, dia akhirnya menemukan perusahaan yang membuat tabung kertas kokoh yang membungkus produk dengan rapi. Akhirnya, solusi itu ia temukan, pikirnya.

Tara dan rekan-rekan kerjanya harus mengisi produk deodoran ke setiap tabung kertas itu dengan tangan secara manual. Margin keuntungan mereka tipis karena tabung karton itu berharga 60 kali lipat dari pilihan plastik umum yang diproduksi secara massal. Dan tabung itu juga tidak senyaman wadah plastik yang biasa digunakan oleh sebagian besar konsumen.

Tapi itu sepadan, kata Tara sebagaimana yang pernah diberitakan oleh National Geographic pada 2019. Bukan hanya karena masuk akal secara etis, melainkan juga untuk membantu menunjukkan kepada orang lain di seluruh industri bahwa ada alternatif—alternatif yang bisa diterapkan, fungsional, dan kreatif untuk mengganti penggunaan plastik yang telah menyusup ke setiap aspek perdagangan moderen.

Baca Juga: Charles Darwin Ungkap Bagaimana 'Kecantikan' Dapat Terbentuk