Detektor Nuklir Ungkap Populasi Rahasia Paus Biru di Samudra Hindia

By Utomo Priyambodo, Jumat, 11 Juni 2021 | 18:00 WIB
Balaenoptera musculus, atau paus biru kerdil di lautan lepas. (Pixabay)

"Kita masih menemukan populasi yang hilang dari hewan terbesar yang pernah hidup," kata penulis senior Tracey Rogers, ahli ekologi kelautan di University of New South Wales (UNSW) di Australia, seperti dikutip dari Live Science. "Ini adalah bukti sulitnya mempelajari kehidupan di laut."

"Paus biru umumnya sulit ditemukan," kata penulis utama studi atas penemuan ini, Emmanuelle Leroy yang merupakan anggota pascadoktoral di UNSW. "Mereka dibawa ke tepi kepunahan oleh perburuan paus industri dan mereka pulih dengan sangat lambat."

Saat ini, sekitar 5.000 hingga 10.000 paus biru ada di Belahan Bumi Selatan. Jauh lebih sedikit dibandingkan dengan populasi pra-perburuan paus, yakni sekitar 350.000 paus di sana, menurut Center for Biological Diversity. Beberapa paus yang tersisa sering menyendiri dan tersebar di wilayah geografis yang luas, membuat mereka rentan untuk terlewatkan, kata Leroy.

Baca Juga: Muntahan Paus Membuat Kelompok Nelayan Ini Terlepas dari Kemiskinan

 

"Cara terbaik untuk mempelajarinya adalah melalui pemantauan akustik pasif," kata Leroy. "Tapi ini berarti kita perlu merekam hidrofon di berbagai bagian lautan."

Di Samudra Hindia, khususnya, ada pemantau akustik ilmiah yang terbatas. Jadi tim beralih ke detektor bom nuklir bawah air milik Comprehensive Nuclear-Test-Ban Treaty Organization (CTBTO).

CTBTO adalah sebuah kelompok internasional yang menggunakan jaringan relai akustik bawah air global untuk mendeteksi tes bom nuklir ilegal di lautan. Ini memberi para peneliti akses ke kumpulan data jangka panjang dari kebisingan di Samudra Hindia.

"Data CTBTO adalah aset internasional yang penting," k

ata Rogers. "Saya pikir itu keren bahwa sistem yang sama yang membuat dunia aman dari bom nuklir tersedia bagi para peneliti dan memungkinkan sejumlah ilmuwan, termasuk kita, untuk mempelajari ilmu kelautan yang tidak akan mungkin terjadi tanpa susunan hidroakustik yang canggih seperti itu."

Baca Juga: Penelitian Ini Lacak Pola Migrasi Paus Biru Kerdil untuk Konservasi