Pemanasan Global: Sebagian Wilayah Asia Akan Sepanas Gurun Sahara

By Utomo Priyambodo, Rabu, 23 Juni 2021 | 09:25 WIB
Gurun Sahara, Libia. Tempat-tempat di Asia, Afrika, Amerika Selatan, dan Australia yang dihuni sepertiga dari populasi dunia akan sepanas Gurun Sahara saat ini. (Thinkstockphoto)

Prancis akhirnya mengaitkan lebih dari 15.000 kematian itu dengan gelombang panas. Italia bernasib lebih buruk, dengan hampir 20.000 kematian yang terjadi akibat gelombang panas.

Di seluruh benua, lebih dari 70.000 orang meninggal dunia. Kebanyakan dari mereka adalah kaum miskin, terisolasi, dan lanjut usia. Para ilmuwan kemudian kemudian menyebut musim panas itu sebagai musim panas terpanas di Eropa dalam 500 tahun. Dan menurut mereka, fenomena tersebut jelas terkait dengan perubahan iklim.

Di antara banyak ancaman iklim yang diasosiasikan para ilmuwan dengan pemanasan global—badai yang lebih kuat dan merusak, kekeringan, naiknya permukaan laut, musim kebakaran yang lebih lama— peningkatan gelombang panas adalah yang paling intuitif dan langsung. Karena gas rumah kaca yang dilepaskan oleh aktivitas manusia terus meningkat di atmosfer, gelombang panas akan menjadi lebih panjang dan hari-hari yang akan kita rasakan menjadi lebih panas.

Baca Juga: Gunung Es Terbesar Sedunia, Seluas Pulau Madura, Lepas dari Antarktika

 

Gelombang panas 2018 yang menyerang hampir semua negara di dunia membuat Bumi tampak seperti bola api. (Climate Change Institute)

Secara global, enam tahun terakhir, 2016-2021 adalah tahun-tahun terpanas yang pernah tercatat. Di barat daya Amerika Serikat, hari-hari dengan suhu tiga digit tiba beberapa minggu lebih awal daripada seabad yang lalu dan bertahan tiga minggu lebih lama. Dan di Eropa, musim panas yang mengerikan tahun 2003 telah terbukti bukan hanya kesalahan statistik: Gelombang panas besar telah melanda benua itu lima kali sejak itu, dan 2019 membawa rekor suhu sepanjang masa di enam negara Eropa barat, termasuk suhu 114,8 derajat Fahrenheit di Prancis.

Solusi utama untuk pemanasan global, tentu saja, adalah mengurangi emisi gas rumah kaca kita secara drastis. Jika kita gagal sama sekali untuk melakukan itu, pada tahun 2100 korban tewas terkait panas bisa meningkat di atas 100.000 orang per tahun di AS. Di tempat lain, ancamannya jauh lebih besar. Di India, misalnya, jumlah korban tewas bisa mencapai 1,5 juta orang, menurut hasil penelitian terbaru.

Panas ekstrem memiliki efek merusak bahkan ketika tidak mematikan. Para peneliti menghubungkan suhu yang lebih tinggi dengan insiden yang lebih besar dari bayi prematur, berat badan kurang, dan lahir mati. Selain itu, kelelahan akibat panas mempengaruhi suasana hati, perilaku, dan kesehatan mental.