Upaya Para Arkeolog Menjaga Kelestarian Cagar Budaya Indonesia

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Rabu, 30 Juni 2021 | 12:59 WIB
Seorang pria membersihkan Candi Borobudur dari lumut menggunakan sapu lidi kecil. (Hafidz Novalsyah/National Geographic Traveler)

Marsis mengenang bahwa sempat diadakan upaya pelestarian yang bergandengan dengan masyarakt sekitar. Kegiatan itu sempat dilakukan ketika Candi Borobudur sempat ditutup selama 45 hari, karena terpapar erupsi Gunung Merapi pada 2010.

"Dan itu tidak bisa dikerjakan sendiri oleh balai konservasi. Tetapi justru masyarakat sekitar yang ikut serta membantu," kata Marsis. "Setiap hari itu masyarakat sekitar Borobudur dan beberapa stakeholder dari mana-mana hingga dalam 45 hari itu bersih kembali."

Partisipasi masyarakat dalam relawan pembersihan itu ada karena mengetahui manfaatnya, tambahnya. Dengan kesadaran itu sendiri mereka akhirnya dapat mempelajari cara membersihkan, dan upaya pelestarian benda bersejarah yang sebelumnya tidak pernah diajarkan.

Senada dengan Marsis, Wahyu menyampaikan hal itu juga terjadi pada candi-candi lainnya di Jawa Tengah dan Yogyakarta.

Candi Prambanan misalnya, kepedulian akan cagar budaya itu dijaga dengan pegawainya yang berasal dari masyarakat sekitar. Cara itu dinilai efektif untuk menularkan kepedulian dan memahami betapa susahnya merawat cagar budaya.

Baca Juga: Catatan Ursula Suzanna tentang Candi Sewu Pascakecamuk Perang Jawa

Tampak Candi Prambanan disinari pancaran warna-warni bak menari-nari saat video Mapping ditayangkan (Lutfi Fauziah)

Melalui kerjasama dengan melibatkan kepedulian masyarakat setempat juga menjadi ide untuk pemanfaatan situs sejarah untuk kegiatan lainnya.

Contohnya, dengan masuknya unsur masyarakat, kegiatan berskala internasional bisa dilakukan di sekitar situs. Tetapi juga harus mempertimbangkan kepantasan yang harus dikaji, karena perspektifnya yang subjektif.

"Di sekitar kan ada living culture yang dalam bentuk tradisi, kesenian, tradisional, yang diberikan peran, apalagi living culture-nya ada kaitannya dengan Candi Borobudur [atau situs sekitar lainnya]," kata Marsis.

"Studi kepantasan juga tidak mudah, karena ada yang dianggap pantas oleh masyarakat, [pantas] bagi pelestarian, atau [menurut] nilai budayanya sendiri. Bukan pekerjaan yang mudah untuk suatu kelayakan ini."

"Makanya ada SOP (standar operasional prosedur) yang mengatur utnuk pemanfaatan ini tidak kontraproduktif dengan pelestarian ini yang jadinya tidak terkendali," tambahnya. "Kalau bisa bikin SOP setiap candi karena bnelum tentu semua candi sama kepantasannya."

Baca Juga: Simbol-simbol Relief Gereja Puh Sarang dalam Bingkai Hindu-Jawa