Studi Terbaru Ungkap Kenapa Gunung Api di Indonesia Sangat Berbahaya

By Utomo Priyambodo, Selasa, 29 Juni 2021 | 19:55 WIB
Merapi, Erupsi Kala Malam, karya Raden Saleh pada 1865. (Raden Saleh/National Gallery Singapore)

Komposisi magma sangat bervariasi dari satu lingkungan geologi ke lingkungan geologi lainnya. Komposisi magma ini memiliki pengaruh pada jenis letusan gunung berapi yang terjadi.

Kepulauan Indonesia terbentuk oleh vulkanisme, yang disebabkan oleh dua lempeng tektonik benua Bumi yang bertabrakan di sana. Dalam tumbukan ini, lempeng Indo-Australia meluncur di bawah lempeng Eurasia dengan kecepatan sekitar 7 sentimeter per tahun.

Proses ini, yang dikenal sebagai subduksi, dapat menyebabkan gempa bumi yang kuat. Bencana tsunami tahun 2004, misalnya, disebabkan oleh pergerakan di sepanjang batas lempeng ini.

Vulkanisme atau aktivitas gunung berapi juga muncul di zona-zona subduksi. Ketika lempeng tektonik yang bergerak turun menghujam ke dalam mantel, mantel tersebut jadi memanas dan air yang dikandungnya terlepaskan sehingga menyebabkan batuan di sekitarnya mulai melelh.

Hasilnya adalah gunung berapi yang sering meledak dan, seiring waktu, membentuk gugusan pulau berbentuk busur. Sepanjang Busur Sunda, yang terdiri dari kepulauan selatan Indonesia, beberapa letusan gunung berapi dahsyat telah terjadi. Contohnya adalah Krakatau pada tahun 1883, Gunung Tambora pada tahun 1815, dan Toba yang pernah mengalami erupsi supermasif sekitar 72.000 tahun yang lalu.

Baca Juga: Ketika Gunung Krakatau Menunjukkan Kedahsyatan Letusannya Pada 1883

Gunung Guntur, lukisan Franz Wilhelm Junghuhn sekitar 1853-1854. Litografi karya C.W. Mieling. (Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde)

Untuk lebih memahami asal usul vulkanisme atau aktivitas vulkanik di Indonesia, para peneliti ingin mengetahui komposisi magma "primer" yang berasal dari mantel itu sendiri. Karena sampel tidak dapat diambil langsung dari mantel tersebut, para ahli geologi itu kemudian mempelajari mineral dalam lava yang baru saja dikeluarkan dari empat gunung berapi: Merapi dan Kelut di Jawa, serta Agung dan Batur di Bali.

Menggunakan berkas ion kuat dari instrumen spektrometri massa ion sekunder (SIMS), bentuk ultramodern spektrometer massa, para peneliti memeriksa kristal piroksen. Mineral ini adalah salah satu yang pertama mengkristal dari magma. Apa yang ingin mereka tentukan adalah rasio isotop oksigen 16O dan 18O, yang mengungkapkan banyak hal tentang sumber dan evolusi magma.

"Lava terdiri dari sekitar 50 persen oksigen, dan kerak dan mantel bumi sangat berbeda dalam komposisi isotop oksigennya. Jadi, untuk melacak berapa banyak materi yang telah diasimilasi magma dari kerak setelah meninggalkan mantel, isotop oksigen sangat berguna," papar Deegan.

Baca Juga: Sains Ancala, Bagaimana Kita Bersikap dan Belajar pada Gunung?