Studi Terbaru Ungkap Kenapa Gunung Api di Indonesia Sangat Berbahaya

By Utomo Priyambodo, Selasa, 29 Juni 2021 | 19:55 WIB
Merapi, Erupsi Kala Malam, karya Raden Saleh pada 1865. (Raden Saleh/National Gallery Singapore)

Nationalgeographic.co.id—Sebuah studi terbaru menegaskan bahwa gunung-gunung berapi di Indonesia termasuk yang paling berbahaya di dunia. Dalam studi ini tim peneliti geologi internasional melakukan analisis kimia mineral kecil dari lava yang ada di Bali dan Jawa.

Dari hasil analisis tersebut, para peneliti yang terlibat kemudian menemukan petunjuk baru. Mereka sekarang jadi lebih memahami bagaimana mantel bumi tersusun di wilayah Jawa dan Bali dan bagaimana magma di sana berubah sebelum letusan. Laporan studi ini telah mereka publikasikan di jurnal Nature Communications pada 24 Juni 2021.

Frances Deegan, peneliti dari Department of Earth Sciences di Uppsala University yang menjadi penulis utama dalam studi tersebut, mengatakan bawah hasil studi ini melengkapi pengetahun terkait komposisi mantel bumi yang di bawah tanah Indonesia.

"Magma terbentuk di mantel tersebut, dan komposisi mantel di bawah Indonesia dulu hanya sebagian yang diketahui. Memiliki pengetahuan yang lebih baik tentang mantel bumi di wilayah ini memungkinkan kami membuat model yang lebih andal untuk perubahan kimia magma saat menembus kerak di sana, yang tebalnya 20 hingga 30 kilometer, sebelum letusan terjadi," ujar Deegan, seperti dikutip dalam laman resmi Uppsala University.

Komposisi magma sangat bervariasi dari satu lingkungan geologi ke lingkungan geologi lainnya. Komposisi magma ini memiliki pengaruh pada jenis letusan gunung berapi yang terjadi.

Kepulauan Indonesia terbentuk oleh vulkanisme, yang disebabkan oleh dua lempeng tektonik benua Bumi yang bertabrakan di sana. Dalam tumbukan ini, lempeng Indo-Australia meluncur di bawah lempeng Eurasia dengan kecepatan sekitar 7 sentimeter per tahun.

Proses ini, yang dikenal sebagai subduksi, dapat menyebabkan gempa bumi yang kuat. Bencana tsunami tahun 2004, misalnya, disebabkan oleh pergerakan di sepanjang batas lempeng ini.

Vulkanisme atau aktivitas gunung berapi juga muncul di zona-zona subduksi. Ketika lempeng tektonik yang bergerak turun menghujam ke dalam mantel, mantel tersebut jadi memanas dan air yang dikandungnya terlepaskan sehingga menyebabkan batuan di sekitarnya mulai melelh.

Hasilnya adalah gunung berapi yang sering meledak dan, seiring waktu, membentuk gugusan pulau berbentuk busur. Sepanjang Busur Sunda, yang terdiri dari kepulauan selatan Indonesia, beberapa letusan gunung berapi dahsyat telah terjadi. Contohnya adalah Krakatau pada tahun 1883, Gunung Tambora pada tahun 1815, dan Toba yang pernah mengalami erupsi supermasif sekitar 72.000 tahun yang lalu.

Baca Juga: Ketika Gunung Krakatau Menunjukkan Kedahsyatan Letusannya Pada 1883

Gunung Guntur, lukisan Franz Wilhelm Junghuhn sekitar 1853-1854. Litografi karya C.W. Mieling. (Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde)

Untuk lebih memahami asal usul vulkanisme atau aktivitas vulkanik di Indonesia, para peneliti ingin mengetahui komposisi magma "primer" yang berasal dari mantel itu sendiri. Karena sampel tidak dapat diambil langsung dari mantel tersebut, para ahli geologi itu kemudian mempelajari mineral dalam lava yang baru saja dikeluarkan dari empat gunung berapi: Merapi dan Kelut di Jawa, serta Agung dan Batur di Bali.

Menggunakan berkas ion kuat dari instrumen spektrometri massa ion sekunder (SIMS), bentuk ultramodern spektrometer massa, para peneliti memeriksa kristal piroksen. Mineral ini adalah salah satu yang pertama mengkristal dari magma. Apa yang ingin mereka tentukan adalah rasio isotop oksigen 16O dan 18O, yang mengungkapkan banyak hal tentang sumber dan evolusi magma.

"Lava terdiri dari sekitar 50 persen oksigen, dan kerak dan mantel bumi sangat berbeda dalam komposisi isotop oksigennya. Jadi, untuk melacak berapa banyak materi yang telah diasimilasi magma dari kerak setelah meninggalkan mantel, isotop oksigen sangat berguna," papar Deegan.

Baca Juga: Sains Ancala, Bagaimana Kita Bersikap dan Belajar pada Gunung?

 

 

Hasilnya, para peneliti menemukan bahwa komposisi oksigen mineral piroksen dari Bali hampir tidak terpengaruh sama sekali selama perjalanan mereka melalui kerak bumi. Komposisi mereka cukup dekat dengan keadaan aslinya, menunjukkan bahwa sedimen minimum telah tertarik ke dalam mantel selama subduksi. Pola yang sama sekali berbeda ditemukan pada mineral dari Jawa.

“Kami dapat melihat bahwa Merapi di Jawa menunjukkan tanda isotop yang sangat berbeda dari gunung berapi di Bali. Ini sebagian karena magma Merapi berinteraksi secara intensif dengan kerak bumi sebelum meletus. Itu sangat penting karena ketika magma bereaksi dengan, misalnya, batu kapur yang ditemukan di Jawa Tengah tepat di bawah gunung berapi, magma menjadi penuh sampai titik meledak dengan karbon dioksida dan air, dan letusannya menjadi lebih eksplosif," tutur Valentin Troll, profesor geologi dari Department of Earth Sciences di Uppsala University yang turut terlibat dalam studi ini.

Baca Juga: Studi Terbaru: Longsoran Anak Krakatau pada 2018 Mampu Mengubur London

Lukisan bertajuk Gunung Tambora, abad ke-19, karya Rob Wood. (Rob Wood /St. Martins Press)

"Mungkin itulah mengapa Merapi sangat berbahaya. Ini sebenarnya salah satu gunung berapi paling mematikan di Indonesia: itu menewaskan hampir 2.000 orang dalam 100 tahun terakhir, dan letusan terbaru merenggut 400 nyawa," ungkapnya.

Studi ini merupakan kolaborasi antara para peneliti dari Uppsala University, Swedish Museum of Natural History di Stockholm, University of Cape Town di Afrika Selatan, University of Freiburg di Jerman, dan Vrije Universiteit (VU) Amsterdam di Belanda. Hasil dari studi ini meningkatkan pemahaman kita tentang bagaimana vulkanisme di kepulauan Indonesia bekerja.

"Indonesia berpenduduk padat, dan segala sesuatu yang memberi kita pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana gunung-gunung berapi ini bekerja sangatlah berharga, dan membantu kita untuk lebih siap ketika gunung-gunung berapi itu meletus," tegas Deegan.

Baca Juga: Studi Terbaru Ungkap Potensi Bahaya Gunung Berapi Terbesar di Dunia