Tren itu berlanjut bahkan setelah nama Institut Teknologi Bandung diresmikan pada 1959. Dalam periode 1959-1964, muncul peningkatan mahasiswa Tionghoa di jurusan Teknik Elektro dan Teknik Mesin.
Pada saat itu, mahasiswa Tionghoa lebih aktif di organisasi eksternal. Beberapa bergabung di organisasi Ta Hsueh Hsueh Sheng Hui, yakni organisasi mahasiswa peranakan Tionghoa. Adapun yang lainnya bergabung di organisasi keagamaan, seperti Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) dan Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI). "[Organisasi] internalnya baru aktif setelah Emil Salim membentuk Dewan Mahasiswa," kata Dali.
Baca Juga: Tanggul Laut Ramah Lingkungan dari Sabut Kelapa Ala Peneliti ITB
Adapun beberapa dari lulusan ITB kembali mengajar ke almamater mereka. Sejumlah akademisi yang dikenal meliputi The Pik Sin, dosen jurusan astronomi yang juga merupakan Direktur Observatorium Bosscha periode 1959-1968. Begitu pun dengan Liem Keng Kie atau Ken Liem Laheru yang mengajar Teknik Mesin ITB pada 1961, serta mendirikan subjurusan Teknik Penerbangan bersama Oetarjo Diran pada 1962.
"Dari catatan yang ada, akademisi Tionghoa ini hadir di setiap fakultas di ITB," jelas Djoko. Masing-masing akademisi menjadi fondasi dari lahirnya cendekia-cendekia baru ITB, yang berperan penting dalam perkembangan sains dan teknologi di Indonesia.
Baca Juga: Temuan Fosil Stegodon trigonocephalus di Sumedang Siap Direkonstruksi