Salah satu kesaksian misterius datang dari Darwin sendiri, menjelang akhir hidupnya, dalam autobiografi pribadi yang dia tulis untuk keluarganya. “Selama pengarungan Beagle,” kenang Darwin, “aku sangat terkesan oleh penemuan fosil binatang besar di bebatuan Pampas yang memiliki perisai seperti armadillo yang ada sekarang.” Dia juga menyinggung rhea dan spesies-spesies di Galápagos, yang berbeda dari satu pulau ke pulau yang lain. “Itu adalah bukti,” tulis Darwin, “bahwa fakta seperti itu, di samping banyak hal lain, dapat dijelaskan dengan anggapan bahwa spesies berubah perlahan; dan hal tersebut menghantuiku.” Bertahun-tahun setelahnya, hal itu juga menghantui para sarjana.
Setelah menyelesaikan pekerjaan menyigi di Amerika Selatan dan menghabiskan waktu setahun mengelilingi dunia, Beagle kembali ke Inggris pada Oktober 1836. Darwin yang saat itu berusia 27 tahun serta sudah menjadi seorang naturalis berpengalaman yang lelah merantau dan ingin segera pulang, juga mengalami perubahan dalam segi lainnya. Dia tidak mau lagi menjadi pastor desa; dia membaktikan hidupnya untuk ilmu pengetahuan. Setidaknya, dia mulai kehilangan keyakinannya terhadap spesies yang tidak dapat berubah. Hal itu tidak mungkin bisa diketahui dengan pasti, tetapi tampaknya saat itu dia telah mengidentifikasi pertanyaan besar, walaupun belum menemukan jawaban besar, yang akan mendominasi sisa usia produktifnya.!break!
Karena spesimennya diserahkan kepada orang lain untuk diidentifikasi—burung kepada Gould, fosil mamalia kepada Owen, reptil kepada ahli zoologi bernama Thomas Bell—dia mulai menuliskan pikirannya secara teratur dan menelusuri kecurigaannya. Dia mencurahkan pikirannya dalam catatan yang sangat pribadi tentang burung unta, guanaco, dan apakah “satu spesies berubah menjadi spesies yang lain.” Jika benar demikian, bagaimana transmutasi seperti itu terlaksana? Sekitar setahun setengah kemudian, setelah menambahkan satu bagian krusial pada pemikirannya (gagasan tentang kelebihan reproduksi dan perjuangan untuk bertahan hidup yang diambil dari esai mengenai populasi manusia oleh Thomas Malthus), Darwin menyusun teorinya: seleksi alam, di mana anggota populasi yang paling bisa beradaptasi menyintas dan meneruskan keturunannya, sementara yang lainnya tidak.. Lalu dia mengasah, memoles, mengembangkan, dan menyembunyikan teori itu selama 20 tahun, sampai seorang yang lebih muda, Alfred Russel Wallace (baca “Di Bawah Bayang-bayang Darwin” di National Geographic edisi Desember 2008) menemukan gagasan yang sama, memaksa Darwin untuk bergegas mencetak bukunya.
Itu terjadi pada 1858 tatkala Darwin telah mulai menulis risalah yang panjang, terperinci, dan penuh catatan kaki tentang seleksi alam, tetapi baru setengah selesai. Dia panik, merasa hal itu miliknya, tapi juga menyadari kembali pentingnya jika cerita itu segera diumumkan. Dia pun menyisihkan buku tebal itu dan mulai menyusun catatan yang lebih ringkas. Versi yang lebih singkat dan tergesa-gesa ini hanyalah “abstraksi” dari teori dan data pendukungnya, demikian pengakuan Darwin. Dia menyebutnya sebagai “edisi yang menjijikkan” karena setelah beberapa dasawarsa perenungan dan penundaan, proses menulisnya demikian terburu-buru dan menyulitkan. Dia ingin memberi buku itu judul An Abstract of an Essay on the Origin of Species and Varieties Through Natural Selection, tetapi penerbit membujuknya agar menerima judul yang paling tidak sedikit lebih menarik. Tulisan itu terbit pada November 1859, dengan judul On the Origin of Species by Means of Natural Selection dan seterusnya, dan langsung laris terjual.
Lima edisi lagi dicetak selama masa hidup Darwin. Hampir tidak diragukan bahwa itu adalah buku ilmiah terpenting yang pernah diterbitkan. Setelah 150 tahun, orang masih memujanya, orang masih mengutuknya, dan The Origin of Species terus memberikan pengaruh luar biasa—walaupun, sayangnya, tidak banyak orang yang benar-benar membacanya.
Selain itu, petunjuk-petunjuk terlupakan yang menggiring Darwin menuju teorinya kebanyakan tetap terlupakan. Lagi pula, hal itu dihilangkan dari cerita mite tentang Darwin. Para sarjana masih berdebat mengenai pentingnya satwa-satwa Argentina yang punah dan masih ada, terutama sloth tanah dan glyptodont, sloth pohon, armadillo, dan rhea. Bukti-bukti yang ada tidak bisa disimpulkan dengan pasti, bahkan dalam beragam komentar mengenai hal itu yang dibuat oleh Darwin sendiri. Komentar yang paling jelas, dalam pandanganku, adalah yang berada di tempat yang begitu kentara sehingga cenderung tak diperhatikan. Komentar itu berupa dua kalimat pertama The Origin of Species yang memulai buku itu dengan nada nostalgia. Bunyinya:
“Saat berada di atas HMS ‘Beagle,’ sebagai seorang naturalis, saya sangat terpukau oleh beberapa fakta tentang distribusi penghuni Amerika Selatan dan hubungan geologi antara penghuni masa kini dan masa lalu benua itu. Fakta-fakta ini bagiku menyinari asal-usul spesies.…”
Burung pipit Galápagos muncul sekitar 400 halaman kemudian.