Panen Minyak Kanada

By , Kamis, 5 Maret 2009 | 11:07 WIB

Pada suatu hari di tahun 1963, Jim Boucher yang masih berumur tujuh tahun memeriksa jerat binatang bersama kakeknya di Sungai Athabasca di Utara Alberta, beberapa kilometer sebelah selatan cagar Fort McKay First Nation. Tempat itu berbukit-bukit landai, basah, dihiasi danau di sana-sini, dibelah aliran sungai, dan diselimuti pepohonan yang kurus kerdil—daerah itu adalah bagian dari hutan utara yang membentang ke segala arah, meliputi lebih dari sepertiga wilayah Kanada. Pada 1963, sebagian besar wilayah hutan tersebut masih tak terjamah. Pemerintah Kanada kala itu belum membangun jalan kerikil menuju Fort McKay; tempat itu hanya dihubungkan dengan perahu atau kereta anjing pada musim dingin. Indian Chipewyan dan Cree yang tinggal di sana—Boucher adalah orang Chipewyan—umumnya tak bersentuhan dengan dunia luar. Untuk makan, mereka memburu moose dan bison; mereka memancing ikan walleye (Sander vitreus) dan whitefish (Coregonus clupeaformis) di Sungai Athabasca; mereka mengumpulkan cranberry dan blueberry. Untuk mendapatkan uang, mereka menjerat berang-berang dan cerpelai. Saat itu, Fort McKay adalah pos perdagangan bulu binatang yang kecil. Tak ada gas, listrik, telepon, atau air ledeng. Semua itu baru masuk pada 1970-an dan 80-an.!break!

Namun seingat Boucher, perubahan mulai terjadi pada hari di tahun 1963 itu, di jalan setapak tempat kakeknya biasa memasang jerat, di dekat sebuah tempat yang disebut Danau Mildred. Nenek moyangnya telah memasang jerat di sana sejak dulu kala. “Jalan-jalan setapak ini sudah ada selama ribuan tahun,” kata Boucher pada suatu hari di musim panas yang lalu. Dia tengah duduk di dalam kantornya yang besar dan penuh gaya di Fort McKay. Tongkat golf berdiri di satu sudut; sementara Mozart mengalun perlahan dari stereo. “Dan di hari itu, tiba-tiba kami menemukan lahan terbuka. Lahan terbuka yang sangat luas. Tak pernah ada pemberitahuan. Pada 1970-an mereka masuk dan meruntuhkan pondok kakek saya—tanpa pemberitahuan atau pembicaraan.” Begitulah perkenalan pertama Boucher dengan industri pasir minyak. Ini adalah industri yang mengubah total wilayah bagian timur laut Alberta tersebut dengan kecepatan yang mengejutkan dalam beberapa tahun terakhir. Kini, Boucher dikepung oleh industri itu dan dia sendiri menenggelamkan diri ke dalamnya.

Tempat di mana pondok dan jerat dahulu berada, berikut hutannya, kini berubah menjadi sebuah tambang terbuka yang luas. Di sini produsen minyak terbesar Kanada Syncrude menggali pasir yang mengandung bitumen dari dalam tanah dengan sekop listrik setinggi gedung lima lantai, lalu memisahkan bitumen dari pasir dengan air panas dan terkadang soda kaustik. Di sebelah tambang, lidah api menyembur dari cerobong “peningkat mutu” yang menghancurkan bitumen yang bercampur ter lalu mengubahnya menjadi Syncrude Sweet Blend, minyak mentah sintetis yang dialirkan melalui pipa ke penyulingan di Edmonton, Alberta; Ontario, dan Amerika Serikat. Sementara itu, Danau Mildred kini tampak seperti kurcaci dibandingkan dengan tetangganya, Basin Pengendapan Danau Mildred, yaitu danau seluas sepuluh kilometer persegi yang berisi limbah tambang beracun. Berdasarkan volumenya, waduk pasir yang menampung basin dengan segala isinya itu adalah salah satu bendungan terbesar di dunia.

Syncrude bukan satu-satunya perusahaan di tempat itu. Dalam radius 35-kilometer dari kantor Boucher, ada enam tambang yang memeroduksi hampir tiga perempat juta barel minyak mentah sintetis per hari; dan lebih banyak lagi yang dalam perencanaan. Di tempat-tempat yang lapisan bitumennya terlalu dalam untuk dikupas, industri melelehkan bitumen secara “in situ” dengan uap dalam jumlah banyak agar dapat dipompa ke permukaan. Industri itu telah membelanjakan lebih dari 50 miliar dolar AS (550 triliun rupiah lebih) untuk biaya konstruksi dalam sepuluh tahun terakhir termasuk sekitar 20 miliar dolar (sekitar 220 triliun rupiah) di tahun 2008 saja. Sebelum harga minyak anjlok pada musim gugur lalu, industri itu memperkirakan pengeluaran 100 miliar dolar lagi dalam beberapa tahun ke depan dan menggandakan produksinya pada 2015 dengan sebagian besar minyak dialirkan ke AS melalui jalur pipa baru. Krisis ekonomi telah menghentikan banyak proyek ekspansi, tetapi tidak mengurangi prospek jangka panjang pasir minyak. Pada pertengahan November, International Energy Agency melansir laporan yang meramalkan harga minyak 120 dolar AS per barel pada 2030—harga yang lebih dari sekadar menutupi biaya produksi minyak dari pasir minyak.!break!

Dewasa ini, tak ada tanah di bagian Bumi manapun yang dibongkar melebihi banyaknya tanah yang dibongkar di Lembah Athabasca. Untuk mengekstraksi setiap barel minyak dari tambang permukaan, industri harus menebang hutan terlebih dahulu, lalu menyingkirkan rata-rata dua ton gambut dan tanah di atas lapisan pasir minyak, lalu mengambil dua ton pasirnya. Kemudian, beberapa barel air harus dipanaskan untuk memisahkan bitumen dari pasir dan meningkatkan mutunya, lalu air tercemar dibuang ke dalam kolam limbah seperti yang ada di dekat Danau Mildred. Kolam-kolam semacam itu kini sekitar 130 kilometer persegi luasnya. April lalu, sekitar 500 bebek yang bermigrasi mengira kolam-kolam di tambang Syncrude yang baru di utara Fort McKay adalah tempat singgah yang bersahabat, lalu mendarat di permukaannya yang berminyak dan mati. Peristiwa tersebut menggugah perhatian internasional—Greenpeace memaksa masuk ke gedung Syncrude dan mengibarkan bendera tengkorak di atas pipa yang membuang limbah, serta poster yang berbunyi “Minyak Terkotor Dunia: Hentikan Pasir Ter.”

AS lebih banyak mengimpor minyak dari Kanada daripada dari negara lain, jumlahnya sekitar 19 persen dari total pasokan luar negeri. Kini, sekitar separuh dari jumlah tersebut bersumber dari pasir minyak. Banyak orang Amerika berpendapat bahwa apa pun yang mengurangi ketergantungan pada minyak Timur Tengah adalah hal yang baik. Namun, menggaruk dan memasak satu barel minyak mentah dari pasir minyak menghasilkan hingga tiga kali lipat karbon dioksida dibandingkan membiarkan satu barel minyak menyembur dari dalam tanah di Arab Saudi. Pasir minyak masih merupakan bagian kecil dalam persoalan karbon dunia—jumlahnya kurang dari sepersepuluh persen emisi CO2 global—tetapi bagi pemerhati lingkungan, ini adalah awal yang buruk, langkah pertama di rute yang dapat mengarah ke sumber minyak lain yang bahkan lebih kotor, seperti memeroduksi minyak dari batu bara atau serpih minyak. “Pasir minyak melambangkan tekad Amerika Utara dan dunia,” kata Simon Dyer dari Pembina Institute, sebuah kelompok lingkungan Kanada yang moderat dan dihormati secara luas. “Apakah kita mau serius soal energi alternatif atau mau memilih jalur minyak nonkonvensional saja? Kenyataan bahwa kita mau membongkar empat ton tanah demi satu barel benar-benar menunjukkan bahwa dunia hampir kehabisan minyak yang mudah.”

Dunia yang haus itu telah mendarat di Fort McKay. Namun, dalam pandangan Jim Boucher, dari gedung baru yang anggun di pintu masuk desa kecil yang terkurung ini, ada lebih banyak nuansa abu-abu daripada yang diduga. “Pilihan yang kita buat memang sulit,” Boucher berkata saat saya mengunjunginya musim panas lalu. Untuk jangka waktu yang lama First Nation berusaha melawan industri pasir minyak dan tidak terlalu berhasil. Kini, kata Boucher, “kami berusaha mengembangkan kapasitas komunitas untuk memanfaatkan peluang ini. ”Boucher tak hanya memimpin First Nation ini sebagai kepala suku, tetapi juga memimpin Fort McKay Group of Companies, sebuah usaha milik komunitas yang menyediakan jasa bagi industri pasir minyak dan meraup 85 juta dolar AS (sekitar 935 miliar rupiah) pada 2007. Di desa itu, pengangguran ada di bawah 5 persen, ada klinik kesehatan, gelanggang remaja, dan 100 rumah tiga-kamar yang baru, yang disewakan komunitas kepada anggotanya dengan harga jauh di bawah harga pasar. First Nation bahkan mempertimbangkan membuka tambang sendiri: First Nation memiliki 3.300 hektare tanah yang prima untuk menggali pasir minyak di seberang sungai, tepat di sebelah tambang Syncrude yang menjadi lokasi kematian bebek-bebek.

Sementara menceritakan semua ini, Boucher menjumputi cuilan daging ikan Coregonus clupeaformis asap yang disajikan di meja rapatnya, di sebelah deretan jendela yang menawarkan pemandangan sungai yang permai. Seorang anggota staf menyuguhkan ikan itu dalam kantong plastik, tetapi Boucher tak tahu dari mana asalnya. “Satu hal yang pasti,” katanya. “Asalnya bukan dari Sungai Athabasca.”!break!

Tanpa sungai itu, tak mungkin ada industri pasir minyak. Sungai inilah yang selama puluhan juta tahun mengikis miliaran meter kubik endapan yang dulu menutupi bitumen sehingga bitumen itu kini ada dalam jangkauan sekop listrik—dan di beberapa tempat, tersingkap hingga permukaan. Pada hari musim panas yang terik di sepanjang Sungai Athabasca, yang di dekat Fort McKay misalnya, bitumen keluar dari tepi sungai dan membentuk kilauan minyak di permukaan air. Pedagang bulu binatang generasi awal pernah melaporkan melihat hal itu dan mengamati bangsa Indian menggunakannya untuk mendempul kano. Pada suhu kamar, bitumen mirip molase dan di bawah sekitar 10°C menjadi keras seperti bola hoki, demikian kata semua orang Kanada. Namun demikian pada dahulu kala, bitumen berbentuk minyak mentah ringan, sama dengan cairan yang dipompa perusahaan minyak dari perangkap-dalam (deeptrap) di Alberta selatan selama hampir satu abad. Geolog berpendapat bahwa puluhan juta tahun yang lalu, sejumlah besar minyak tersebut terdorong ke arah timur laut, mungkin oleh naiknya Pegunungan Rocky. Dalam prosesnya, minyak itu juga bergerak ke atas, mengikuti lapisan endapan yang miring, sampai akhirnya minyak mencapai lapisan yang dangkal dan dingin sehingga bakteri dapat tumbuh subur. Bakteri itu mendegradasi minyak menjadi bitumen.Pemerintah Alberta memperkirakan bahwa ketiga endapan pasir minyak yang utama di provinsi itu, Athabasca adalah yang terbesar, mengandung 173 miliar barel minyak yang dapat disuling secara ekonomis sekarang ini. “Ukuran itu, di pasar dunia—besar sekali,” kata Rick George, CEO Suncor yang membuka tambang pertama di Sungai Athabasca pada 1967. Pada 2003, ketika Oil & Gas Journal menambahkan pasir minyak Alberta ke dalam daftar cadangan terbukti, Kanada langsung melompat ke posisi kedua, di bawah Arab Saudi, dalam daftar negara produsen minyak. Cadangan terbukti dalam pasir minyak besarnya delapan kali lipat cadangan terbukti yang ada di seluruh AS. “Dan angka itu pasti akan meningkat,” kata George. Alberta Energy Resources and Conservation Board memperkirakan bahwa lebih dari 300 miliar barel suatu hari kelak dapat diperoleh dari pasir minyak; dengan ini, ukuran total endapan menjadi 1,7 triliun barel.

Mengambil minyak dari pasir minyak itu sederhana, tetapi tidak mudah. Sekop listrik raksasa yang mendominasi tambang memiliki gigi baja keras yang beratnya masing-masing satu ton, dan saat gigi itu mencabik pasir hitam yang abrasif siang malam sepanjang tahun, gigi tersebut menjadi aus setiap satu-dua hari; lalu tukang las berperan sebagai dokter gigi bagi dinosaurus itu, memberi mereka gigi baru. Truk jungkit yang lalu-lalang di tambang dengan bergemuruh mengangkut muatan 400 ton dari sekop ke penghancur batu, membakar 190 liter solar per jam; Untuk mengganti ban truk tersebut yang aus dalam enam bulan diperlukan forklif. Setiap hari di Lembah Athabasca, lebih dari sejuta ton pasir keluar dari penghancur batu itu dan dicampur dengan lebih dari 200.000 ton air yang harus dipanaskan, biasanya sampai 80°C, untuk membasuh bitumen yang lengket. Di peningkat mutu, bitumen tersebut dipanaskan lagi sampai sekitar 480°C dan dikompresi hingga 100 atmosfer lebih—itulah yang diperlukan untuk memecah molekul kompleks dan mengurangi karbon atau menambahkan kembali hidrogen yang dihabiskan bakteri berabad-abad lalu. Itulah yang diperlukan untuk membuat hidrokarbon ringan yang kita butuhkan untuk mengisi tangki bensin kita. Diperlukan jumlah energi yang sangat banyak. Ekstraksi in situ yang merupakan satu-satunya cara untuk memperoleh sekitar 80 persen dari 173 miliar barel itu dapat menghabiskan energi dua kali lebih banyak dari penambangan karena memerlukan uap sangat banyak.

Sebagian besar energi yang digunakan untuk memanaskan air atau membuat uap berasal dari pembakaran gas alam. Gas tersebut jugalah yang juga memasok hidrogen untuk proses peningkatan mutu. Justru karena kaya hidrogen dan hampir bebas dari zat pengotor, gas alam menjadi bahan bakar fosil terbersih yang menghasilkan paling sedikit karbon dan pencemar lain ke atmosfer. Oleh karena itu, para pengeritik mengatakan bahwa industri pasir minyak menyia-nyiakan bahan bakar terbersih untuk membuat yang terkotor—bahwa industri ini mengubah emas menjadi timbal. Argumen ini masuk akal dari segi lingkungan, tetapi tidak dari segi ekonomi, kata David Keith, pakar fisika dan energi di University of Calgary. Setiap barel minyak mentah sintetis mengandung energi sekitar lima kali lipat lebih banyak daripada gas alam yang digunakan untuk membuatnya. Dalam bentuk cair, minyak mentah sintetis jauh lebih berharga. “Dari segi ekonomi, ini sangat laik,” kata Keith. “Soal mengubah emas menjadi timah—justru kebalikannya. Emas dalam masyarakat kita adalah BBM cair.”!break!

Sebagian besar emisi karbon dari bahan bakar seperti itu berasal dari knalpot mobil yang membakarnya; dengan basis “sumur-ke-mobil”, pasir minyak hanya 15 sampai 40 persen lebih kotor daripada minyak konvensional. Namun, jejak karbon yang lebih berat tetap menjadi nilai minus dari segi lingkungan—dan kehumasan. Juni lalu, premier (gubernur) Alberta, Ed Stelmach, mengumumkan rencana untuk mengatasi emisi tambahan ini. Menurut Stelmach, Alberta akan mengeluarkan lebih dari 1,5 miliar dolar AS guna mengembangkan teknologi untuk menangkap karbon dioksida dan menyimpannya di bawah tanah—cara yang bertahun-tahun diserukan sebagai solusi bagi perubahan iklim. Pada 2015 Alberta berharap sudah berhasil menangkap lima juta ton CO2 per tahun dari upgrader bitumen di samping dari pembangkit listrik tenaga batu bara yang di Alberta pun, apa lagi di seluruh dunia, adalah sumber CO2 yang jauh lebih besar daripada pasir minyak. Pada 2020 berdasarkan rencana tersebut, emisi karbon provinsi itu akan stabil dan pada 2050 akan turun hingga 15 persen di bawah tingkat 2005. Pengurangan itu jauh lebih sedikit dibandingkan yang diperlukan menurut ilmuwan. Namun, ini lebih besar daripada angka realistis yang dijanjikan pemerintah AS.

Satu hal yang selalu ditolak Stelmach adalah “mengerem” ledakan pasir minyak. Ledakan pasir minyak ini menguntungkan ekonomi provinsi maupun nasional; kota Fort McMurray yang terletak di selatan tambang dibanjiri orang dari Newfoundland dan Nova Scotia yang meninggalkan pengangguran di provinsinya sendiri. Pemerintah provinsi memperoleh sekitar sepertiga pendapatannya dari penjualan sewa dan royalti untuk ekstraksi bahan bakar fosil, termasuk pasir minyak—pemerintah memperkirakan persentasenya naik menjadi hampir setengahnya tahun ini, atau $19 miliar, tetapi jatuhnya harga minyak sejak musim panas telah menurunkan perkiraan itu menjadi sekitar $12 miliar. Warga Alberta punya pengalaman pahit dengan siklus kembang-kempis; saat terakhir harga minyak jatuh pada 1980-an, ekonomi provinsi terpuruk selama sepuluh tahun. Dari kawasan pasir minyak yang luasnya setara Pulau Jawa, pemerintah provinsi telah menyewakan sekitar setengahnya, termasuk seluruh 3.512 kilometer persegi yang dapat ditambang. Pemerintah belum pernah menolak permohonan untuk mengembangkan tanah yang disewa itu, atas dasar lingkungan atau hal lain.