Perampok Menyerang Jalanan MakassarDi Celebes yang telah dinamakan kembali menjadi Sulawesi oleh Republik, untuk pertama kalinya kami diresahkan oleh masalah keamanan di Indonesia. Jalan yang menyusuri sisi kanan bandara Makassar menjadi tidak aman setelah 9,5 kilometer: perampok dan pemberontak yang saling memperebutkan ”wilayah kekuasaan” seringkali menyerangnya. Secara alamiah kami mengambil jalan di sisi kiri bandara, tetapi tetap ada tiga pos pengecekan militer sebelum mencapai kota. Satu atau dua pekan kemudian, para pemberontak di wilayah ini membakar lebih dari 6.000 rumah dalam teror selama tiga hari.
Di Makassar kami melewati Fort Rotterdam yang terlihat tangguh, sebuah bangunan berbentuk bintang dengan kubu-kubu pertahanan yang menyerupai ujung anak mata panah. Di sepanjang pelabuhan yang bersebelahan dengan pasar rotan terbesar di Indonesia, kami menyaksikan kapal-kapal tertambat saling berdampingan, mengingatkan siapapun pada keahlian melaut orang-orang Sulawesi.
Sebelum caravel-caravel Belanda atau Portugis pertama memasuki perairan ini, perahu-perahu besar Makassar telah berlayar sepanjang pesisir Cathay menuju Formosa dan ke arah barat ke Madagaskar, bernavigasi menggunakan bintang-bintang dengan keakuratan yang mengagumkan. Dengan lengkungan yang halus, dek yang mulus, tiang yang tinggi, dan dua dayung panjang yang dipasang di kedua sisi belakang kapal sebagai kemudi bawah air, perahu tersebut merupakan kapal yang luar biasa tangguh.
Saya tidak dapat pergi ke Manado di bagian utara Sulawesi, tetapi Joe pergi ke sana dan pulang dengan membawa banyak cerita mengenai orang-orang Minahasa. Sebagian besar di antara mereka memeluk agama Kristen, berpendidikan, memiliki banyak keahlian, dan sangat bangga akan proses westernisasi yang mereka jalani. Kopi, kopra, kelapa kering, dan keahlian berdagang memberikan penghidupan yang baik bagi mereka. Sebuah pelabuhan baru seharga 43 juta dolar AS di Bitung baru setengah jadi, seharusnya akan semakin memacu perekonomian mereka.!break!
Tanpa jalur penerbangan langsung yang dapat membawa kami dari Sulawesi, kami mundur kembali ke Surabaja kemudian ke utara ke Bandjarmasin, di pesisir selatan Borneo. Inggris mengontrol ujung utara Borneo yang terdiri dari Sarawak, Brunei, dan Borneo Utara. Wilayah Indonesia dinamakan Kalimantan. Jika digabung, wilayah-wilayah tersebut menjadi salah satu pulau terbesar di dunia dan salah satu yang paling minim dijelajahi. Mudah bagi kami untuk mengetahui alasannya ketika terbang melintasi Laut Jawa; dari ketinggian 8.000 kaki pada hari yang cerah, pucuk-pucuk pohon di hutan yang menyerupai gerombolan kembang kol hijau tumbuh meluas bagaikan selimut hingga pegunungan terjauh, hanya terputus oleh lengkungan coklat Sungai Barito dan cabang-cabangnya.
Teknologi Barat di Ladang Minyak BorneoMartapura bermakna ”Gerbang Menuju Intan”—batu permata yang terdapat di berbagai aliran sungai di pulau tersebut dan didulang seperti emas. Namun Borneo juga menghasilkan banyak karet, batu bara, merica, dan—yang paling penting—minyak. Di wilayah Indonesia, ladang minyak bumi terdapat di sekitar Balikpapan, Sanga-sanga, dan di Pulau Tarakan, dan dioperasikan oleh Bataafsche Petroleoum Maatschappij—yang lebih dikenal sebagai BPM, salah satu cabang pembantu Royal Dutch Shell.
Situasi perminyakan ini menarik disimak untuk beberapa alasan. BPM mendominasi produksi minyak di Borneo, tetapi di Sumatra, perusahaan tersebut turut ditemani oleh dua perusahaan AS, Standard-Vacuum dan Caltex Pacific. Ketiganya mengontrol sumber minyak yang diperkirakan lebih dari satu miliar barel. Pembagian keuntungan yang diterima oleh pemerintah Indonesia setiap tahun mencapai 60 juta dolar AS, tambahan yang masuk akal untuk budget yang tersedia.
Namun artikel ini tidak berhubungan dengan masalah keuangan. Cerita ini terkait dengan bertemunya teknologi Barat dengan aspirasi bangsa Indonesia di tengah perjalanannya. Contohnya Balikpapan. Ketika pasukan Jepang menarik diri tahun 1945, kota, tempat pelatihan, dan gedung-gedung perkantoran dibiarkan hancur ditelan asap, menara-menara penyulingnya menjadi tumpukan sisa material yang semrawut, tanki-tanki penyimpanan minyak ambruk seperti roti kosong yang remuk. Kini, kurang lebih sepuluh tahun kemudian, Balikpapan telah beroperasi kembali dalam kapasitas penuh dengan 4.500 pegawai yang menangani 2,7 juta ton minyak mentah per tahun.!break!
”Kami tidak hanya belajar bagaimana cara mengebor, menyuling, serta mengirim minyak,” kata tuan rumah kami yang menghisap pipa, HJ Houtman, direktur yang ramah di Balikpapan. ”Kami harus membangun sebuah masyarakat dari awal—dari kursi dokter gigi hingga rumah jagal, dari gedung bioskop hingga pengendalian malaria.”
Ia juga menghadapi masalah lain. Perang dan revolusi yang berlangsung bertahun-tahun meninggalkan kenangan pahit bagi banyak orang Belanda dan Indonesia. Dapatkah mereka bekerja berdampingan dalam keakraban yang dipaksakan pada sebuah industri yang dijalankan di kota yang sama?
Kenyataannya, mereka telah melakukan hal itu. Saya menyaksikan orang Indonesia, Belanda, Eurasia, dan China di Balikpapan yang tidak hanya bekerja berdampingan, tetapi bermain tenis, berenang, berdansa bersama, dan bertukar lelucon. Saya menyaksikan sesuatu yang lebih penting: Saya menyaksikan BPM secara aktif mendorong program ”regionalisasi”nya, yang berarti semakin banyak jabatan akan diserahkan kepada orang Indonesia. Saat ini jumlah orang Eropa di Balikpapan hanya setengah dari jumlah pegawai dan merupakan persentase yang kecil dibandingkan jumlah total angkatan kerja; jumlahnya akan menurun apabila para ”pribumi” mendapatkan pengalaman dan pelatihan yang meningkat.
WJH Wenselaar yang menjalankan sekolah teknik usaha di Balikpapan, memberitahu bahwa ia memiliki 100 lelaki Borneo yang tengah mengikuti kursus penuh waktu, 140 mengikuti kursus sekali seminggu, dan 110 orang mendaftarkan diri dalam kelas malam reguler. Di dalam ruangan-ruangan yang dilengkapi oleh peralatan dan fasilitas modern (banyak di antaranya didesain dan dibangun oleh para siswa) mereka mempelajari segalanya, dari pemasangan pipa hingga peleburan elektrikal.!break!