Ketika Hafez al Assad meninggal pada tahun 2000, jenazahnya dikembalikan ke Al Qardahah dan dikebumikan di sebelah putra sulungnya, Basil. Sifat si sulung yang penuh semangat baik saat menunggang kuda maupun saat bergiat di militer, dan sangat menyukai mobil balap sangatlah berbeda dengan adiknya yang rajin belajar, pemuda berpenampilan tenang yang menjaga kesehatan tubuhnya, yang menyukai musik Yanni dan Electric Light Orchestra. Namun, pendapat yang mengatakan bahwa Bashar gampang dibohongi adalah pandangan yang keliru, kata Ryan Crocker yang bertugas sebagai Duta Besar AS di Damaskus pada masa transisi dari sang ayah kepada putranya itu. “Bashar begitu ramah sehingga amatlah mudah menduga bahwa dia pemuda yang lemah,” ujar Crocker. “Padahal, percayalah: dia adalah duplikat ayahnya.”
SEORANG PEMUDA dalam jaket kulit imitasi hitam menggambar di buku catatanku, perahu layar yang meluncur ke laut berombak tenang dengan sapuan pena biru. Kami sedang berada di sebuah café yang menghadap ke bukit berbatu-batu di Suriah utara tengah mengamati bayangan awan yang berarak melintasi bentang alam bertanah merah dan deretan pohon zaitun hijau keperakan. Kebebasan, kata pemuda itu. Itulah yang kami dambakan.
“Aku tidak bicara tentang kebebasan politik,” katanya, sambil sekilas menengok ke belakang untuk memastikan tidak ada mukhabarat atau polisi rahasia di dekat kami. “Yang kumaksudkan adalah kebebasan dalam melakukan apa pun,” begitu dia melanjutkan, “tanpa terbelenggu oleh para birokrat. Di Suriah, bagi lelaki macam diriku, tidak ada peluang untuk mencoba hal-hal baru, untuk menciptakan sesuatu. Tidak ada sama sekali. Kami tak akan pernah mendapatkan persetujuan dari pemerintah, bahkan izin untuk memikirkannya sekalipun. Di sini, segalanya bermuara pada, Anda tahulah, dari kelompok atau desa mana kita berasal, berapa banyak Vitamin Wow yang ada di dompet kita.”
“Vitamin Wow?” tanyaku, sambil mengingat-ingat huruf Arab yang dilafalkan “wow.”
“Wasta!” katanya, sambil tertawa. Uang! Suap!
“Ke mana perahumu berlayar?” tanyaku, sambil menganggukkan kepala ke gambar sketsanya.
“Tidak ke mana-mana,” jawabnya sambil menyeringai. “Aku tak punya Vitamin Wow!”
Tidak lama setelah pulang dari London, Bashar mendiagnosis Suriah sebagai pasien yang mengalami overdosis Vitamin Wow. Begitu menjadi pemimpin pada tahun 2000, dia meluncurkan gerakan antikorupsi yang tegas, memecat sejumlah menteri dan birokrat, serta berikrar untuk mengganti budaya wasta dengan “budaya mental baru” yang hendak ditanamkannya. Dengan semangat reformasi yang menggebu-gebu, selanjutnya dia membebaskan ratusan tahanan politik dan mengizinkan perbedaan pandangan politik—dinamakan Musim Semi Damaskus yang dengan cepat merebak dari kamar tamu di rumah ke warnet-warnet. Bashar sendirilah yang memungkinkan trend penggunaan teknologi komunikasi baru ini, bergandengan dengan para teknokrat yang berpandangan sama dengannya untuk menggalakkan penggunaan komputer di Suriah, bahkan sebelum dia menjadi presiden. Meskipun mendapatkan tentangan dari kelompok polisi rahasia yang memiliki kekuasaan, Bashar berhasil membujuk ayahnya agar Suriah terhubung ke World Wide Web pada tahun 1998.
Dia juga berupaya menghidupkan kembali ekonomi Suriah yang selama ini jalan di tempat. “Empat puluh tahun sosialisme—inilah tantangan yang harus ditumpas,” kata Abdallah Dardari, 46, seorang ekonom lulusan London yang menjadi wakil perdana menteri urusan ekonomi. Bashar merekrut orang-orang Suriah terbaik dan terpintar yang bekerja di luar negeri untuk pulang ke tanah air. Tim baru ini melakukan privatisasi sistem perbankan, menciptakan kawasan industri bebas pajak, dan membuka bursa saham Damaskus untuk menarik lebih banyak investasi swasta dan dari luar negeri yang berhasil menggairahkan ibukota dan mendorong dibukanya puluhan klub malam dan restoran mewah.
“Tugasku adalah meningkatkan kualitas hidup masyarakat Suriah,” kata Bashar, yang sesekali suka mampir di restoran, meninggalkan para pengawalnya di luar, dan menikmati hidangan bersama para tamu restoran lainnya. Dalam upayanya memodernisasi Suriah, mitra Bashar yang paling kuat adalah istrinya Asma al-Akhras, mantan pebisnis berpendidikan Barat, yang modis, yang berhasil meluncurkan sejumlah program dukungan pemerintah untuk pemberantasan buta huruf dan pemberdayaaan ekonomi. Asma adalah putri dokter ahli jantung Suriah yang ternama, dilahirkan dan dibesarkan di London. Asma dan Bashar memiliki tiga orang anak yang sering diajak piknik dan naik sepeda menyusuri perbukitan di sekitar ibukota—ini bertolak belakang dari Hafez al Assad yang jarang tampil di muka umum. “Kami baru bisa mengetahui apa yang dibutuhkan rakyat jika kami bergaul dengan mereka,” kata Bashar. “Kami tidak ingin tinggal di menara gading. Kurasa itulah alasannya mengapa rakyat memercayai kami.”!break!
SELAMA LEBIH DARI 4.000 TAHUN kota Aleppo di Suriah utara berperan sebagai persimpangan jalur perniagaan yang bergerak di sepanjang kawasan Sabit Subur dari Mesopotamia ke kawasan Mediterania. Dengan dikawal oleh Citadel yang menjulang di puncak bukit, Bagian Kota Tua Aleppo yang luasnya 365 hektare dapat dikatakan masih utuh sejak Abad Pertengahan. Sekarang, memasuki pasar (suq) beratap yang terbesar di dunia Arab ibarat memasuki abad ke-15 dengan melintasi gerbang berubin batu bundar—pasar itu penuh warna abad pertengahan yang menampung para penjaga toko, penjual makanan, saudagar emas, gerobak keledai, pengrajin, penjaja perhiasan murah meriah, pengemis, dan berbagai macam orang jalanan, yang bergerak ditingkahi genta kambing yang berdenting semarak dan kaki-kaki bersandal. Seandainya saja para birokrat Aleppo mampu mempertahankan kekuasaannya, sebagian besar keceriaan ini pasti sudah musnah.
Kurun 1950-an, para perencana kota di Aleppo mulai menerapkan rencana pengembangan yang modern, membelah-belah Kota Tua dengan jalanan ala Barat yang serba lebar. Pada 1977, penduduk setempat dengan dipimpin oleh arsitek Kota Tua Adli Qudsi menentang program tersebut dan akhirnya berhasil membujuk pemerintah untuk mengubah rencana itu. Dewasa ini Kota Tua telah dilestarikan dan infrastrukturnya diperkuat dengan dana pemerintah dan para dermawan. Jika dulu dianggap sebagai kawasan yang nyaris runtuh, kini Aleppo tua disebut Bashar sebagai contoh bagus dari mentalitas baru yang diupayakannya, contoh yang menunjukkan bagaimana masa lalu Suriah, asetnya yang paling berharga, dapat dirancang dan dibentuk untuk masa depan.