Kontroversi Arkeologi Raja Daud dan Sulaiman, Sains dan Alkitab

By National Geographic Indonesia, Minggu, 11 Juli 2021 | 19:00 WIB
Sebuah lukisan menggambarkan kebijaksanaan Sulaiman: Ketika dua wanita mengklaim sebagai pemilik bayi, dia memerintahkan untuk membaginya dengan pedang. Wanita yang memohon ampun untuk mengurungkan niat Sulaiaman untuk membelah bayi itu adalah ibunya yang sejati. (Greg Girard/National Geographic)

 

 

Apakah Kerajaan Daud dan Sulaiman adalah kerajaan yang agung—atau hanya kota sapi kecil? Itu tergantung pada arkeolog mana yang Anda tanyakan.

Oleh Robert Draper | Foto oleh Greg Girard

 

Nationalgeographic.co.id—Perempuan yang sedang duduk di bangku di Kota Tua Yerusalem, yang berwajah bulat dan berpakaian tebal untuk melawan dinginnya musim gugur itu, mengunyah apel sambil mengamati bangunan yang telah memberinya ketenaran dan cercaan.

Bangunan itu tidak benar-benar tampak seperti bangunan—hanya dinding batu pendek yang berbatasan dengan dinding penopang purba setinggi 20 meter yang ketinggiannya tidak merata. Namun, karena dia ahli arkeologi, dan karena ini temuannya, matanya melihat sesuatu yang tidak terlihat oleh mata orang lain. Dia memperhatikan posisi bangunan itu pada lereng curam di utara kota tua, menghadap ke Lembah Kidron Yerusalem, dan dia membayangkan tempat tinggi yang ideal untuk menyigi suatu kerajaan.

Dia membayangkan tukang kayu dan tukang batu Phoenix yang membangunnya pada abad ke-10 SM. Dia juga membayangkan bangsa Babilonia yang menghancurkannya empat abad kemudian. Yang terutama, dia membayangkan orang yang menurutnya memerintahkan pembangunannya dan menghuninya. Namanya Daud.

Bangunan ini, begitu perempuan itu mengabarkannya ke seluruh dunia melalui tulisannya dalam jurnal arkeologi, mungkin sekali bangunan yang dikisahkan dalam Buku Kedua Samuel: "Raja Hiram dari Tyre mengirimkan… tukang kayu dan tukang batu, dan mereka membangun rumah untuk Daud. Dan Daud menyadari bahwa Allah menetapkannya sebagai raja di Israel, dan bahwa Dia memuliakan kerajaan itu demi umatnya, bangsa Israel."

Perempuan itu bernama Eilat Mazar. Sambil terus mengunyah apel dan melayangkan pandangannya, penampilannya begitu damai—sampai muncul seorang pemandu wisata. Pemandu itu seorang pemuda Israel yang memandu beberapa orang wisatawan yang berkumpul di depan bangku agar dapat melihat bangunan tersebut. Begitu pemuda itu membuka mulut, Mazar langsung tahu apa yang akan diucapkannya.

Pemandu wisata itu mantan muridnya dalam bidang arkeologi. Dia mendengar kabar betapa pemuda itu suka membawa rombongan wisatawan ke sini dan mengatakan kepada mereka bahwa tempat itu BUKAN istana Daud dan bahwa semua penelitian arkeologi di Kota Daud merupakan sarana bagi warga Israel sayap-kanan untuk meluaskan klaim teritorial negara itu dan menyingkirkan bangsa Palestina.

Baca Juga: Arkeolog Selidiki Temuan Potongan Kain Era Raja Daud di Lembah Israel

Penemuan prasasti dari abad kesembilan SM bertuliskan 'Rumah Daud' pada 1993. Sebelumnya tidak ada bukti non alkitabiah bahwa Daud benar-benar ada. Hanya sedikit yang membantahnya sekarang. (Greg Girard/National Geographic)

Mazar bangkit dari bangku dan bergegas menghampiri si pemandu. Dengan geram dia berbicara dalam bahasa Ibrani dengan nada suara pendek-pendek, sementara si pemandu menatapnya dengan sikap pasif. Para wisatawan yang tercengang memandang Mazar pergi dengan wajah masih marah.

"Kami benar-benar harus tegas," katanya bersungut-sungut sambil berjalan. "Seakan-akan semua orang ingin menghancurkan hasil penelitian kami." Kemudian, dengan mimik yang tampak lebih sedih: "Mengapa? Apa salah kami?" Ahli arkeologi itu naik ke mobil. Dia tampak terguncang. "Rasanya seperti sakit akibat stres," katanya. "Saya merasa lebih tua daripada usia saya yang sebenarnya."

Hanya di bagian dunia inilah arkeologi sangat melibatkan emosi dan sarat persaingan. Eilat Mazar adalah salah satu penyebabnya. Pengumumannya pada 2005 yang mengemukakan bahwa dia yakin telah berhasil menggali istana Raja Daud menjadi pembelaan lantang tentang teori lama yang mendapat kecaman selama lebih dari seperempat abad—yakni bahwa paparan Alkitab yang menyatakan kerajaan yang didirikan pada masa Daud dan diteruskan oleh putranya Sulaiman memang akurat menurut sejarah.

Klaim Mazar berhasil membesarkan hati umat Kristiani dan Yahudi di seluruh dunia yang bersikukuh bahwa Perjanjian Lama dapat dan semestinyalah ditafsirkan secara harfiah. Temuannya yang diakui itu khususnya diterima dengan penuh gairah di Israel karena di situlah kisah Daud dan Sulaiman berkaitan erat dengan klaim bangsa Yahudi atas Zion menurut Alkitab.