Rahasia Gelap di Kedalaman

By , Selasa, 3 Agustus 2010 | 11:28 WIB

Kami menceburkan diri ke dalam Stargate, menyapu rongga tersebut dengan lampu selam kami. Samar-samar, di kedalaman lima belas meter terlihat sebentuk kabut pucat, lebih menyerupai serat-serat tipis ketimbang asap. Itu lapisan hidrogen sulfida, gas beracun yang tercipta oleh koloni-koloni bakteri dan pembusukan zat-zat organik. Para penyelam yang menembus lapisan gas itu mungkin mengalami sensasi gatal di kulit, sensasi menggelitik, atau merasa pening; beberapa mencium bau telur busuk saat gas tersebut meresap ke dalam kulit dan terbawa ke paru-paru melalui aliran darah. Kerapatan gas di Stargate relatif lebih rendah daripada kerapatan gas di lubang biru lain, toh itu pun tak menghindarkan saya tersambar gelombang rasa mual saat kami menyelam semakin dalam. Saya melirik ke arah pemandu saya, Brian Kakuk—salah satu penyelam gua terkemuka di dunia. Tampaknya ia tidak terpengaruh. Kepala saya mulai berdenyut-denyut; jelas sekali, saya luar biasa sensitif terhadap racun tersebut. Dalam puisi epik Beowulf,  "bentuk samar ular laut " di kedalaman menjaga danau Grendel beserta ibunya, melindungi sarang mereka. Peran serupa juga dijalankan kabut gas hidrogen sulfida di Stargate, yang seperti berasal dari dunia lain—menjadi tirai beracun yang melindungi bagian-bagian lebih dalam gua.!break!

Gua-gua lepas pantai, yang biasa disebut sebagai lubang-lubang biru samudra, merupakan perpanjangan dari laut, takluk pada gulungan ombak dahsyat yang sama dan merupakan rumah bagi banyak spesies yang sama di perairan sekitarnya. Namun, lubang biru di daratan tidak seperti lingkungan mana pun di Bumi, sebagian besar dikarenakan kandungan zat kimia dalam air dan kondisi geologinya. Dalam gua-gua yang terbanjiri ini, seperti Stargate di Pulau Andros, jarangnya arus pasang surut menyebabkan perbedaan lapisan kimia airnya cukup tajam. Lensa tipis air tawar—dipasok oleh curah hujan—mengambang di atas lapisan air asin yang lebih padat. Lensa air tawar itu bertindak sebagai penutup, mengisolasi air asin dari oksigen di atmosfer dan menghambat bakteri yang menyebabkan pembusukan zat organik. Bakteri yang berada tepat di bawah air tawar bertahan hidup dengan memproses sulfat (salah satu garam di air) menjadi energi, menghasilkan hidrogen sulfida sebagai produk sampingan. Di daratan, gas itu sering timbul di rawa dan di saluran pembuangan kotoran; hidrogen sulfida dalam dosis tinggi dapat menyebabkan delirium (penurunan kesadaran) serta kematian.

Sebagai laboratorium hidup, lubang-lubang biru di daratan itu secara ilmiah dapat disetarakan dengan makam Firaun Tut. Dari sudut pandang seorang penyelam, lubang-lubang biru tersebut sama menantangnya dengan Everest atau K2; membutuhkan pengalaman, perlengkapan, serta latihan yang sangat khusus. Bahkan melebihi pendaki-pendaki gunung yang tinggi menjulang, para penyelam gua beraksi di bawah tekanan waktu yang luar biasa besar. Saat sesuatu menjadi tidak beres, ditambah jika mereka tidak bisa mengatasi masalah tersebut dan segera kembali ke permukaan sebelum pasokan oksigennya habis, tamat riwayat mereka.

Sampai saat ini, hanya sedikit ilmuwan yang pernah menjelajahi lubang-lubang biru, namun pada musim panas dan musim gugur 2009, tim ilmiah dan penyelam gua multidisipliner menghabiskan waktu dua bulan untuk mempelajari lubang-lubang di Andros, Abaco, serta lima pulau lain di Bahama. Ekspedisi tersebut didanai National Geographic Society yang berkolaborasi dengan Museum Nasional Bahama, dipimpin Keith Tinker, Bahamas Blue Hole Expedition (Ekspedisi Lubang Biru Bahama) dan digagas Kenny Broad, seorang penjelajah gua kawakan yang juga merupakan antropolog di Universitas Miami. Bersama Broad yang menyenangkan, kepemimpinan yang energik dan berdedikasi, dan Brian Kakuk sebagai petugas keamanan penyelaman serta hasil foto dan film penjelajah gua yang unggul dari Wes Skiles, sekitar seratus lima puluh penyelam melakukan penjelajahan di puluhan lubang biru. Mereka mengumpulkan data yang menjanjikan dapat memperdalam pemahaman kita mulai dari geologi dan kimia air, sampai biologi, paleontologi, arkeologi, dan bahkan astrobiologi—ilmu tentang kehidupan di alam semesta.

Mereka bekerja dengan cepat. Dengan tingginya tingkat kenaikan air laut akhir-akhir ini (kemungkinan akan lebih tinggi satu meter pada abad berikutnya), banyak gua di daratan akan dibanjiri air asin dalam dekade mendatang, mengganggu kandungan kimianya yang rentan dan menghancurkan kondisi saat ini yang menjadikan lubang-lubang tersebut berharga bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Sementara itu, lubang biru sering digunakan sebagai pembuangan sampah, sehingga mengotori sumber-sumber air bersih utama di pulau-pulau tersebut.  "Lihat kerusakan yang telah kita perbuat terhadap sumber daya yang indah dan sangat ‘kasatmata’, seperti redwood, paus, batu karang, " Broad berkata. Terlepas dari arti pentingnya, ia menjelaskan, ketakkasatmataan membuat dunia bahwa tanah diletakkan dalam prioritas terendah dalam daftar upaya konservasi. Karenanya ekspedisi itu juga berupaya untuk memperkenalkan kepada khalayak mengenai pentingnya lubang-lubang biru dan ancaman-ancaman yang dihadapi tempat semacam itu.!break!

Secara naluriah kita mengasosiasikan kehidupan dengan oksigen, namun makhluk-makhluk hidup sudah ada di Bumi lebih dari satu miliar tahun silam dalam ketiadaan gas yang begitu dibutuhkan setiap penyelam itu. Ironisnya, revolusi oksigen disebabkan oleh evolusi sejenis bakteri yang menghasilkan oksigen sebagai limbah. Untuk memahami kondisi termirip dengan lingkungan paling awal dimana ketiadaan oksigen justru menunjang kehidupan, Jenn Macalady, seorang astrobiolog dari Fakultas Geologi Universitas Negeri Pennsylvania, meneliti kandungan air di lubang biru Bahama. Secara khusus, ketertarikannya dimulai pada periode empat miliar tahun lalu—saat kali pertama kehidupan muncul di bumi—sampai ke kondisi yang disebut para ilmuwan sebagai revolusi oksigen, sekitar 2,5 miliar tahun lalu. Dengan menyelidiki bakteri yang berkembang di air anoksik (tanpa oksigen) lubang biru, ia dapat membuat teori atas makhluk seperti apa yang hidup di lingkungan cair tanpa oksigen pada planet-planet dan bulan-bulan yang jauh.  "Alam semesta terbuat dari elemen-elemen yang sama, " Macalady berkata,  "planet-planet yang didiami cenderung memiliki banyak karakteristik yang sama, seperti rentang suhu udara yang menunjang kehidupan serta keberadaan air. " Banyak astrobiolog meyakini bahwa kondisi-kondisi tersebut hadir dalam kantung cair jauh di bawah permukaan planet Mars atau sebuah laut di bawah kerak beku dari bulan Jupiter, Europa—termasuk mencakup dunia-dunia jauh yang berpotensi sangat mirip dengan dunia yang kita diami sendiri.

Macalady tidak ikut menyelam, namun ia merupakan penjelajah gua kering aktif yang membantu menggotong tangki, menggulung tambang, dan berbincang-bincang dengan pemuda-pemuda Bahama mengenai lendir gua dan kemungkinan adanya kehidupan di alam semesta. Atas petunjuk darinya, para penyelam mengambil air, bakteri, dan sampel hidrogen sulfida dari permukaan air sampai kedalaman 80 meter. Sebagian besar studinya—termasuk tes DNA, pembiakan bakteri, dan pencarian fosil-fosil molekuler—harus menunggu sampai ia kembali ke peralatan di laboratoriumnya. Namun hidrogen sulfida terlalu labil untuk dapat dipindahkan, jadi ia menganalisis sampel air untuk mengukur kadar gas dengan spektrofotometer di situs penyelaman. Dengan membuat perbandingan antara kepadatan hidrogen sulfida dengan kedalaman air, ia mendapat informasi di mana berbagai spesies bakteri yang berbeda cenderung berkonsentrasi di suatu lubang biru khusus dan mekanisme apa yang mereka gunakan agar bisa bertahan hidup. Macalady dibantu Nikita Shiel-Rolle, seorang penyelam gua asal Bahama dan lulusan fakultas ilmu kelautan Universitas Miami. Pintu masuk Stargate terletak di tanah yang menjadi milik keluarganya selama beberapa generasi.

"Untuk menggambarkan betapa uniknya setiap lubang itu, " Macalady berkata,  "kami menganalisa DNA mikroba-mikroba dari lima lubang biru daratan dan tidak menemukan jenis spesies yang sama. " Ia secara terus-menerus dikejutkan dengan banyaknya cara organisme-organisme gua mengumpulkan energi.  "Beberapa organisme ini menggunakan teknik yang biasanya kita anggap sebagai suatu kemustahilan secara kimiawi, " ia berkata.  "Jika kami dapat secara tepat memahami bagaimana mikroba-mikroba ini mendapatkan makanan, kami tahu apa yang harus kami cari di dunia tanpa oksigen. "

Saat Kakuk dan saya menembus hidrogen sulfida ke air hitam di bawahnya, rasa mual dan pening yang saya rasakan pun lenyap seketika. Saya lega tidak harus mempraktikkan metode yang dianjurkan saat muntah di dalam air, yang bisa jadi membuat dampak sarapanku menciptakan ‘awan cendawan’ biologis bagi lingkungan yang rapuh. Kami turun dengan perlahan sepanjang dinding gua sebelah timur, sampai sebuah portal segitiga tersorot oleh cahaya kami: pintu masuk terowongan sepanjang 750 meter yang dikenal sebagai Lintasan Selatan.!break!

Stargate terdiri atas sumur pusat sedalam 100 meter, dengan lintasan yang terentang ke utara dan selatan. Kakuk pernah mengeksplorasi Lintasan Utara sekitar 400 meter menjauh dari sumur pusat, merayap semakin dekat ke lubang biru selanjutnya di sebelah utara, dan ia mendorong dirinya lebih jauh ke dalam Lintasan Selatan. Lebih dari seribu lubang biru diyakini berada di Bahama, kurang dari 20 persennya telah diselidiki, dan Kakuk memperkirakan tiga perempatnya menunjukkan lintasan-lintasan yang belum pernah dieksplorasi. Masa kejayaan Lubang Biru Bahama terpentang di depan mata.

Pintu masuk Lintasan Selatan dihiasi formasi kalsit (sejenis mineral karbon) yang spektakuler, atau speleothems (formasi gua), mulai dari tirai (formasi tipis seperti tabir) dan sedotan (endapan silinder halus yang berbentuk seperti sedotan soda) sampai ke stalaktit dan stalagmit yang lazim. (Ingat, stalaktit harus menempel erat pada langit-langit.) Formasi kalsit tersebut terbentuk selama zaman es, saat permukaan laut surut secara dramatis, membuat gua itu kering. Bagi Peter Swart, seorang profesor geologi kelautan dan geofisika Universitas Miami, speleothems memuat catatan berharga mengenai perubahan iklim dari perkembangan mereka setiap tahunnya—dengan pertumbuhan sangat lambat antara satu hingga lima sentimeter setiap ribuan tahun. Dengan mengamati detail speleothems, Swart, Broad, dan Amy Clement, modeler iklim di Universitas Miami, akan memperoleh informasi berharga mengenai pergeseran iklim mendadak di masa lalu. Hal ini mencakup badai berkepanjangan yang membawa pasir dari Gurun Sahara melewati Atlantik dari Afrika ribuan tahun lalu, meninggalkan konsentrasi garam tinggi di stalagmit dan memperlihatkan garis-garis merah di dinding gua sedimenter. Informasi dari speleothems akan menerangkan pemanasan drastis hari ini dan kenaikan permukaan air laut yang terkait.  "Semakin baik kita memahami bagaimana cara kerja sistem iklim alam, " Swart berkata,  "semakin baik kita dapat memahami dampak sifat serta tingkat perubahan tersebut pada diri kita. "

Dengan pengarahan Kakuk, saya mencantelkan ril pengaman ke tali di Lintasan Selatan, lalu mengikutinya ke dalam. Dalam permainan cahaya yang ditimbulkan lampu selam kami, geometri alami lorong tersebut kelihatan sungguh mendebarkan. Menjulang di atas kami, adalah langit-langit segitiga berkubah; di bawah kami, merupakan lantai dari kegelapan yang tak tertembus. Ada kesan yang menakutkan bahwa seolah-olah tempat itu sengaja dirancang oleh suatu kekuatan—bukannya fenomena alam biasa—dan saya terus-menerus teringat pada dinding terluar Mycenae dan ruang utama di Piramida Besar Khufu. Sambil menghalangi cahaya dengan telapak tangan, saya mengambang dan mengamati lampu selam Kakuk bergerak maju dengan mantap ketika suatu sudut dinding curam terlihat. Saya telah menduga akan timbul perasaan cemas di lingkungan asing seperti itu, meskipun surealisme tidak wajar, kebisuan, dan ketiadaan cahaya tempat itu terasa sangat menenangkan.

Selama sesaat, saya sungguh-sungguh merasa tenang, mengamati gelembung-gelembung dari napas saya melayang naik. Enam puluh meter lateral (ke depan) menuju kedalaman Lintasan Selatan, Kakuk mengambil sampel air untuk Macalady dalam sebuah tube plastik. Ia menunjuk seekor ikan dengan ekor transparan terang yang berkelap-kelip seperti lidah api dari lilin—seekor Lucifuga, panjangnya sekitar 12 meter. Seperti kebanyakan makhluk hidup di kedalaman tanpa cahaya, ikan itu buta. Kemudian Kakuk mengarahkan perhatian saya ke seekor udang Barbouria, krustasea sepanjang lima sentimeter berwarna kemerahan, dengan antena panjang melengkung yang berguna untuk merasakan mangsa di kegelapan. Beberapa menit kemudian, Kakuk berhenti dan menyalakan lampu utama di ujung jarinya—yang merupakan isyarat akan kehadiran makhluk paling kecil. Itu adalah ostracod, seekor krustasea yang tidak lebih besar daripada biji wijen, dengan tubuh bagian dalam berwarna pink cerah yang diselubungi cangkang transparan mirip kerang. Di atas tubuh bulatnya, terdapat sepasang antena yang mengepak seperti sayap-sayap peri, mendorong binatang itu mengarungi air.!break!