Rahasia Gelap di Kedalaman

By , Selasa, 3 Agustus 2010 | 11:28 WIB

Kakuk tersohor dengan kemampuannya melihat hal-hal yang tidak pernah dilihat para penyelam lain—termasuk ilmuwan-ilmuwan terlatih. Selama 21 tahun perjalanan karier menyelamnya di lubang biru, Brian Kakuk telah menemukan lebih dari selusin spesies binatang baru, empat di antaranya ekspedisi bersama Tom Iliffe, Iliffe sendiri yang telah menamainya sesuai nama Kakuk. Iliffe merupakan penjelajah gua yang ahli dan seorang profesor biologi kelautan di Universitas Negeri Pertanian dan Teknik Mesin Texas. Dalam beberapa dekade terakhir, Iliffe dan para ilmuwan lain telah menemukan sangat banyak organisme yang sebelumnya tidak dikenal di gua-gua terbanjiri seperti ini di seluruh dunia: lebih dari 300 spesies baru, 75 genus baru, 9 famili baru, 3 ordo baru, dan satu kelas baru, Remipedia, yang pertama kali didokumentasikan pada 1981 di Bahama.

Spesies yang paling sering ditemukan di gua-gua adalah krustasea, dan kebanyakan, seperti remipede-remipede, merupakan  "fosil hidup "—spesies-spesies hidup yang sangat mirip dengan makhluk yang diawetkan di dalam catatan fosil. Iliffe mengatakan bahwa persentase terbesar spesies gua air asin berasal dari lubang-lubang biru di Bahama, termasuk 18 dari 24 spesies remipede yang diketahui. Remipede muncul 300 miliar tahun lalu dan memberi para ilmuwan penglihatan langka mengenai kehidupan pada periode Karbon—puluhan miliar tahun sebelum dinosaurus muncul. Dengan tubuh yang ramping dan tersegmentasi sepanjang kurang dari lima sentimeter dan biasanya tak berwarna serta buta, remipede, bagaimanapun, berada pada puncak rantai makanan di habitat mereka. Makhluk-makhluk itu menggunakan taring berongga yang menyuntikkan bisa untuk membunuh udang atau krustasea lainnya.

Saat kami berenang semakin jauh ke dalam Lintasan Selatan,  satu-satunya suara adalah desisan berirama dari regulator dan gemuruh dari embusan napas kami. Kakuk sesekali menemukan lingkaran luas dengan lampunya di dinding lintasan, memberikan isyarat,  "OKE? " Saya membalas isyaratnya sebagai respons afirmatif. Saya baru mengenal Kakuk kurang dari dua bulan, namun hidup saya bergantung pada keputusannya, dan pada derajat tertentu, begitu pula sebaliknya.

Dalam penyelaman gua, memiliki peralatan berlebih adalah mutlak diperlukan. Jika salah satu lampu mati, saya masih memiliki tiga cadangannya. Pasokan gas kami—dalam kasus ini adalah nitrox—kombinasi oksigen dan nitrogen—yang kaya oksigen, disokong dengan dua tangki dan sistem regulator terpisah. Selama kami mengikuti aturan sepertiga (sepertiga dari total gasmu digunakan untuk bernapas, sepertiga lagi untuk diembuskan, dan sepertiga lagi disimpan untuk keadaan darurat), kami akan memiliki cukup gas untuk kembali—bahkan jika salah satu tangki atau regulatornya tidak berfungsi. Dengan asumsi kami tidak kehilangan tali penanda. Di dalam labirin lintasan, terpisah dari tali bisa berakibat fatal. Dalam pelatihan, Kakuk pernah memutar-mutar tubuh saya dalam mata tertutup dan menarik saya menjauh dari tali untuk mensimulasikan kehilangan arah. Meraba-raba dengan buta dan menggunakan ril pengaman untuk mencari pola-pola tertentu, saya membutuhkan waktu 12 menit tanpa henti untuk menemukan tali tersebut. Salah satu murid Kakuk malahan pernah merasa sangat trauma dengan latihan ini ketika tangannya berdarah saat mencakar-cakar mencari tali di sekitar atap gua. Dalam hidupnya, Kakuk telah menempuh sebanyak 3000 penyelaman gua tanpa mengalami luka serius. Mengingat risikonya, suasana hati ceria dari anggota tim Broad menentang fakta ini: Saat digabungkan, para penyelam ini telah berpartisipasi dalam puluhan pemulihan tubuh dari gua-gua yang terendam.!break!

Sekitar 150 meter ke dalam Lintasan Selatan, kami mencapai ujung tali utama, yang terikat di tiang tebal kalsit pada kedalaman 40 meter. Di sini terowongannya menyempit dan menurun hingga mencapai 70 meter. Pada penyelaman sebelumnya, Kakuk telah memperpanjang tali tersebut sebanyak 600 meter lebih jauh, namun pada level pengalamanku, kami hanya pergi sejauh yang diizinkannya. Kami mengecek udara kami—sepertiga gas pertama kami sudah hampir habis—lalu berbalik untuk pulang.

Di portal yang memisahkan Lintasan Selatan dengan sumur pusat Stargate, Kakuk menutup lampunya lalu berhenti. Cahaya hijau samar dari sinar matahari di luar sumur cukup kuat untuk memperlihatkan siluet dinding bukaan lintasan. Saya membiarkan lengan dan kaki menggelantung dengan bebas, tubuh saya naik turun hampir tidak kentara seiring dengan setiap tarikan napas. Rasanya waktu berhenti berdetak. Saya menyukai melayang-layang di sini berjam-jam, tanpa bobot dan rileks, menggelantung di dalam rongga, semua pikiran mengalir keluar dari benakku.

Perlahan-lahan naik ke kedalaman 18 meter, kami berhenti sejenak di padas curam tepat di bawah mulut gua. Di tengah-tengah padas tersebut terdapat lekukan yang dipenuhi endapan lumpur. Kakuk telah melihat fitur menjanjikan ini pada penyelaman sebelumnya dan sekarang mulai menjangkau lumpur tersebut. Ia meraba-raba di dalamnya—begitu cepat sehingga tampak ajaib—menarik sebuah tulang sewarna kayu mahogani: tulang paha manusia. Dua tulang yang lebih kecil mengikuti. Kemudian ia memasukkan lengannya lebih dalam, mengaduk-aduk lumpurnya, dan mengeluarkan tempurung berkubah dari tengkorak manusia. Walaupun tidak ada rahang bawahnya, pada kedua sisi tengkorak yang menguning itu terdapat geraham-geraham dan satu gigi depan. Keningnya sangat miring, suatu tanda bahwa pemiliknya merupakan anggota suku pribumi Lucayan yang menghuni Bahama dari abad keenam sampai abad ke-15. Untuk menciptakan dahi yang miring, orang-orang Lucayan mengikatkan papan di kening anak-anak mereka. Beberapa arkeolog berpikir praktik itu ditujukan untuk tengkorak bagian depan sanggup menahan pukulan dalam pertempuran; sementara yang lain percaya bahwa hal itu murni estetika.

Kakuk menyerahkan tengkorak itu kepadaku. Serpihan lumpur dan daun menyumbat lesung mata dan rongga hidung. Saya berusaha membayangkan—dari dahi, lesung mata, dan tulang pipinya saja—bagaimana penampilan individu ini semasa hidupnya. Menurut lebar dan kepadatannya, tengkorak itu jelas milik seorang laki-laki. Apakah ia pejuang? Dukun? Saya mengembalikan objek berharga itu kepada Kakuk, yang kembali menguburkannya di dalam lumpur untuk menunggu penelitian lebih lanjut.!break!

Pada 1991, Rob Palmer (perintis penyelaman gua yang menamai Stargate) dan timnya menemukan serta menggali 17 rangkaian sisa-sisa orang Lucayan dari sebuah gua di Andros yang disebut Sanctuary: 11 laki-laki dewasa, lima wanita dewasa, dan seorang anak. Pada ekspedisi 2009, Michael Pateman, seorang arkeolog dan penyelam gua, bersama Museum Nasional Bahama, menemukan sisa-sisa dua orang Lucayan lagi. Ia akan melakukan penanggalan karbon dan mempelajari tulang belulang tersebut (beserta tulang yang ditemukan Kakuk pada saat penyelaman kami), mencari informasi mengenai usia, jenis kelamin, perawakan, makanan, dan kehidupan sekaligus penyebab kematiannya.

"Salah satu hal yang kita ketahui tentang Lucayan adalah bahwa mereka penyelam yang hebat, " Pateman memberi tahu saya.  "Mereka disuruh orang-orang Spanyol untuk menyelam mencari mutiara. Dan kami menemukan bukti adanya penyelaman jauh ke dalam laut pada beberapa tengkorak—seiring dengan berlalunya waktu, sebagai respons akibat tekanannya, tulang-tulang terbentuk di sekitar telinga. " Dengan begitu banyak penelitian ilmiah mengenai lubang biru, tugas Pateman hampir belum dimulai. Di dalam pikirannya mengemuka pertanyaan berikut: Bagaimana dan mengapa orang-orang Lucayan berakhir di dalam lubang biru? Dia menduga bahwa lubang-lubang terendam merupakan situs pengebumian, namun penemuan tubuh seorang Lucayan yang terikat di gua kering pada salah satu pulau mengungkapkan adanya praktik lain yang lebih kejam. Apakah mereka korban pembunuhan? Apakah mereka korban permusuhan, peperangan, atau pengorbanan dalam bidang keagamaan?   Tulang belulang orang-orang Lucayan merupakan bagian dari permadani lubang-lubang biru, kata Nancy Albury, koordinator proyek di Museum Nasional Bahama, yang hasratnya pada lubang biru terpusat pada sisa-sisa hewan yang terkandung di dalamnya—fosil-fosil dan belulang yang awet dari buaya, kura-kura, kelelawar, kumbang serta spesies lain yang hidup di Bahama sebelum kedatangan bangsa Lucayan.  "Di beberapa lubang biru, " Albury berkata,  "kami menemukan tulang belulang utuh dan jaringan lunak yang awet dalam cangkang kura-kura berusia ribuan tahun. Daun-daun masih memiliki struktur dan pigmennya, dan sayap serangga masih memperlihatkan paduan warna biru dan hijau. " Ketika paleontolog Dave Steadman menjelaskan bahwa anoksik, lingkungan lubang biru yang terlindungi, merupakan tempat sempurna untuk melestarikan bahan-bahan organik. Kalau bukan karena lubang biru, Steadman berkata, sebagian besar catatan fosil hewan-hewan di Bahama ribuan tahun silam tidak akan pernah ada.

Salah satu keuntungan dari ekspedisi dengan pendekatan multidisipliner adalah pertukaran konstan akan gagasan dan antusiasme di antara para ilmuwan dengan latar belakang yang sepenuhnya berbeda. Swart meneliti speleothems yang akan menunjukkan kondisi iklim purba, yang pada gilirannya akan menjelaskan bagaimana dan kapan beberapa spesies hewan Bahama mulai punah—wilayah studi Steadman dan Albury. Hasil penelitian Pateman tentang peninggalan manusia akan mengungkapkan hubungan yang sampai saat ini belum diketahui antara orang-orang Lucayan dan belulang hewan yang ditemukan dalam lubang biru. Tanpa struktur geologi lubang biru daratan yang unik—dalam, gelap, tersembunyi, dengan sedikit arus pasang surut—bakteri khusus yang dipelajari Macalady tidak akan pernah berevolusi dan bertahan hidup sampai saat ini. Dan jika bakteri tersebut tidak menciptakan suatu lingkungan yang anoksik, banyak spesies Illife tak akan berkembang biak di gua-gua dan beraneka ragam bukti biologis akan musnah. Seperti yang dikatakan Broad,  "Saya tidak dapat memikirkan lingkungan lain di Bumi yang lebih menantang untuk dieksplorasi dan memberi kita begitu banyak penemuan ilmiah. "

Naik perlahan-lahan menuju permukaan, Kakuk dan saya kembali menembus selubung hidrogen sulfida menuju botol-botol yang didekompresi: tangki-tangki oksigen murni yang menggelantung dari sepanjang pipa plastik pada kedalaman enam meter. Kami beralih ke tangki-tangki ini dan melayang, bernapas dengan mudah. Waktu dan oksigen dalam ketinggian ini akan melenyapkan nitrogen yang telah menyerap ke dalam darah kami selama penyelaman, mencegah penyakit dekompresi—the bends atau kelumpuhan—yang dalam kasus ekstrem dapat membuat lumpuh dan menewaskan si penyelam. Setelah 18 menit dekompresi dan total waktu penyelaman selama 65 menit, kami menyembul ke udara Bahama yang hangat. Bahkan di sini, saat aku mengambang telentang selama beberapa saat, beristirahat pada kulit cairnya, Stargate terasa bagaikan dunia asing yang tidak berbahaya.