Evolusi Bulunggas

By , Rabu, 26 Januari 2011 | 17:09 WIB

Jika bulunggas awalnya tidak berkembang untuk terbang, apa keuntungan lain yang bisa diberikannya bagi makhluk yang memilikinya? Beberapa pakar paleontologi berpendapat bahwa mungkin awalnya bulu berfungsi sebagai penghangat tubuh.

Hipotesis lain yang semakin populer beberapa tahun terakhir: bahwa bulunggas awalnya berevolusi agar dilihat. Bulu burung saat ini sangat beragam warna dan polanya, dengan kilau warna-warni serta garis-garis dan bintik cerah. Dalam beberapa kasus, keindahannya berfungsi untuk memikat lawan jenis. Misalnya, merak membentangkan ekornya yang warna-warni untuk menarik sang betina. Kemungkinan bahwa bulunggas berkembang pada theropoda sebagai hiasan mendapat dukungan besar pada 2009, ketika para ilmuwan mulai meneliti strukturnya dengan lebih saksama. Mereka menemukan kantong mikroskopis di dalam bulunggas, disebut melanosom, yang bentuknya sama persis dengan struktur-struktur yang terkait dengan warna-warna tertentu pada bulu burung zaman sekarang. Melanosom itu terawetkan dengan sangat baik sehingga para ilmuwan benar-benar dapat merekonstruksi warna bulunggas dinosaurus. Ekor Sinosauropteryx, misalnya, tampaknya memiliki garis putih dan kemerahan.!break!

Apa pun tujuan awalnya, bulunggas mungkin sudah ada selama jutaan tahun sebelum salah satu garis keturunan dinosaurus mulai menggunakannya untuk terbang. Sekarang para pakar paleontologi meneliti kerabat theropoda yang terdekat dengan burung secara cermat, guna mengungkap proses transisi ini. Salah satu temuan terbesarnya adalah spesies ajaib yang ditemukan baru-baru ini, Anchiornis, yang berusia lebih dari 150 juta tahun. Hewan ini seukuran ayam, memiliki bulunggas loreng hitam-putih di lengannya. Di atas kepalanya terdapat jengger merah karat yang mencolok. Dalam hal struktur, kecuali bentuknya yang simetris, bulunggas Anchiornis nyaris identik dengan bulunggas untuk terbang. Karena tidak memiliki tepi depan yang tipis dan kaku, sayap ini mungkin terlalu lemah untuk terbang.Namun, kelemahan bulu ini diimbangi dengan jumlahnya.

Anchiornis memiliki bulu yang sangat banyak dan lebat, yang tumbuh di tangan, kaki, dan bahkan jari kakinya. Ada kemungkinan bahwa seleksi seksual mendorong evolusi bulu yang luar biasa ini, sebagaimana hal itu menyebabkan evolusi ekor merak saat ini. Dan sama seperti ekor yang panjang dan berat menimbulkan masalah bagi burung merak, bulu Anchiornis yang berlebihan mungkin juga menjadi beban, dalam arti harfiah.

Corwin Sullivan dan rekan-rekannya di Lembaga Paleontologi dan Paleoantropologi Vertebrata di Beijing menemukan cara Anchiornis mengatasi masalah ini. Pada theropoda yang berkerabat dekat dengan burung zaman sekarang, ada tulang pergelangannya yang berbentuk baji, sehingga tangannya dapat ditekuk. Karena bentuk baji pada tulang pergelangannya, Anchiornis dapat melipat lengan ke samping, sehingga bulunggas di lengannya tidak menyentuh tanah saat berjalan. !break!

Burung modern menggunakan tulang yang sama untuk terbang, menarik sayap mendekati tubuh saat mengangkat sayap. Jika Sullivan dan koleganya benar, fitur penerbangan yang penting ini berevolusi jauh sebelum burung mulai terbang. Ini merupakan contoh yang disebut ahli-biologi-evolusi sebagai eksaptasi: menggunakan bagian tubuh yang lama untuk fungsi baru.

Proses terjadinya transisi terakhir terus menjadi bahan perdebatan hangat. Beberapa ilmuwan berpendapat bahwa dinosaurus berbulunggas mulai terbang dari tanah, mengepakkan tangan berbulunggasnya sambil berlari. Yang lain menolak gagasan ini, beralasan bahwa "sayap kaki" pada Anchiornis dan kerabat dekat burung yang lainnya tidak cocok untuk berlari. Para peneliti ini menghidupkan kembali ide lama bahwa bakal-burung menggunakan bulunggasnya untuk membantunya melompat dari pohon, meluncur, dan akhirnya terbang.

Naik dari tanah, turun dari pohon—mengapa tidak keduanya? Kemampuan terbang tidak berevolusi di dunia dua dimensi, pendapat Ken Dial, peneliti penerbangan. Dial membuktikan bahwa pada banyak spesies, anak burung mengepakkan sayap sederhananya untuk menambah tenaga saat melarikan diri dari ßpemangsa, menaiki tempat curam, seperti batang pohon dan tebing. Namun, mengepakkan sayap juga membantu menstabilkan anak burung itu saat harus kembali ke tempat yang lebih rendah.

Seiring waktu, anak burung itu perlahan mengubah turun terkendali seperti itu menjadi terbang bertenaga. Mungkin, ujar Dial, jalur perkembangan anak burung hingga dewasa mengikuti jalur evolusinya—coba-coba saja, sampai akhirnya bisa terbang