Kerajaan yang Rapuh

By , Kamis, 19 Mei 2011 | 11:08 WIB

Tidak jauh di bawah permukaan Laut Koral, tempat menetapnya Great Barrier Reef, gigi ikan kakatua (Scaridae) menggerus karang, cakar kepiting menyentak saat mereka berebut tempat persembunyian, dan ikan grouper (Epinephelus) seberat 275 kilogram menggetarkan kantung renangnya untuk mengumumkan kehadirannya dengan gebrakan yang mantap. Ikan hiu dan silver jacks (Carangidae) berkelebat-kelebat. Cabang anemon bergeletar dan ikan serta udang kecil-kecil seakan menari-nari riang sambil menjaga ceruknya. Benda apa pun yang tidak bisa menempelkan diri pada benda kaku pasti terseret dan terlontar oleh alunan gelombang laut.!break!

Keragaman karang yang amat kaya itulah yang antara lain membuatnya memukau. Terumbu karang itu dihuni oleh 5.000 jenis moluska, 1.800 spesies ikan, 125 jenis hiu, dan berbagai makhluk mini yang tak terhitung banyaknya. Namun, pemandangan yang paling memesona—dan alasan utama terumbu karang ini meraih status Pusaka Dunia—adalah luas bentangannya, mulai dari tangkai bunga karang dan lempengan karang yang rata oleh ombak (Heliofungia actiniformis), hingga bebatuan mirip sarung tangan oven yang digelantungi karang cokelat mirip tombol sehalus sadel dari kulit. Karang lunak bertengger di atas karang keras, ganggang dan spons mewarnai bebatuan, dan setiap celah menjadi hunian makhluk hidup. Makhluk hidupnya, seperti karang ini, bertransformasi dari utara—tempat dimulainya terumbu—hingga ke selatan. Pergerakan kelompok makhluk hidup yang sangat beragam ini tidak ada tandingannya di dunia.

Waktu dan gelombang laut dan sebuah planet yang selalu berubah menciptakan Great Barrier Reef jutaan tahun yang silam, menggerogotinya, dan menumbuhkannya kembali—terus-menerus. Sekarang semua faktor penunjang pertumbuhannya mengalami perubahan dengan kecepatan yang belum pernah dialami Bumi. Kali ini terumbu karang tersebut mungkin mengalami kerusakan melebihi ambang batas genting yang menyebabkannya tidak dapat pulih kembali.

Tak Kenal Maka Tak Sayang         Bangsa Eropa diperkenalkan kepada Great Barrier Reef oleh penjelajah Inggris, Kapten James Cook, yang menemukannya secara kebetulan. Pada suatu senja di bulan Juni 1770, Cook mendengar suara gesekan kayu dengan batu; dia tidak pernah membayangkan bahwa kapalnya membentur dunia makhluk hidup paling luas di Bumi: lebih dari 26.000 kilometer persegi bentangan terumbu karang dan pulau kecil-kecil yang menebal dan menipis dan berlika-liku sepanjang kira-kira 2.300 kilometer.!break!

Tim Kapten Cook sedang menjelajahi kawasan lepas pantai yang sekarang dikenal sebagai Queensland ketika kapal H.M.S. Endeavour terperangkap di labirin itu. Tidak jauh di bawah permukaan, tonjolan karang yang bergerigi mengoyak lambung kapal dan mencengkeramnya dengan kuat. Tatkala kayu kapal pecah berkeping-keping dan air laut membanjir masuk, kru kapal tiba di geladak “dengan mimik wajah ngeri menghadapi situasi itu,” begitu Cook menulis dalam buku hariannya. Dengan tertatih-tatih sang nakhoda dan krunya mampu mencapai muara sungai untuk menambal kapal mereka.

Kaum aborigin telah bermukim di kawasan itu ribuan tahun sebelum orang Eropa membentur terumbu karang itu. Dari segi budaya, karang penghalang merupakan bagian yang kaya dari bentang alam yang dihuni kaum Aborigin dan penduduk Selat Torres, yang sering berlayar dengan perahu canoe dan menangkap ikan di situ, serta menceritakan mitos tentang makhluk penghuninya secara turun-temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya. Akan tetapi, para sejarawan tidak yakin seberapa mendalam pengetahuan mereka tentang geologi terumbu dan kehidupan faunanya. Beberapa dasawarsa setelah perkenalan Cook dengan “makhluk raksasa” bawah laut itu, ahli kartografi Inggris, Matthew Flinders—yang juga pernah sekali dua kali berbenturan dengan sang karang penghalang ketika mengemudikan kapalnya dengan sangat hati-hati di bentangan terumbu karang itu—memberi nama untuk dunia itu, yang terilhami oleh ukurannya yang luar biasa. Yang jelas, jika bongkahan utama terumbu karang itu dicungkil dari dalam laut dan dibentangkan agar mengering, luasnya bisa menyelimuti seluruh Propinsi Bengkulu (sekitar 22.000 kilometer persegi), dan itu pun masih bersisa.Perluasan dan Pengikisan      Bentangan terumbu karang berukuran raksasa ini mampu tetap bertahan karena adanya beragam organisme yang lazimnya tidak lebih besar daripada sebutir beras. Polip karang, bahan pembentuk terumbu karang ini, merupakan koloni fauna mungil yang dihuni ganggang secara simbiosis di dalam selnya. Ketika ganggang itu berfotosintesis—menggunakan cahaya matahari untuk menghasilkan energi—setiap polip terangsang untuk menghasilkan kepingan kalsium karbonat, atau batu kapur. Ketika keping demi keping saling bertumpuk, koloninya meluas seperti sebuah kota; biota laut lainnya dengan sigap menempelkan diri dan menyebar, ikut berperan menyatukan semua kepingan itu.

Di lepas pantai timur Australia, kondisinya menunjang pembentukan dinding karang. Karang tumbuh paling subur di air bergolak yang dangkal dan jernih yang berlimpah cahaya matahari untuk menunjang fotosintesis. Setelah jutaan generasi polip, terumbu karang itu tidak lagi merupakan karang tunggal, melainkan sekelompok besar karang yang raut, ukuran, dan bentuk organismenya ditentukan oleh tempatnya di laut—misalnya, seberapa dekat jaraknya ke pantai—dan jenis kekuatan yang menerjangnya, misalnya gelombang yang kuat. Di bagian laut yang jaraknya cukup jauh dari pantai, dengan jumlah cahaya matahari lebih sedikit dan airnya lebih dalam, terumbu karang sama sekali tidak ditemukan.!break!

“Di Great Barrier Reef, bunga karang menetapkan pola kehidupan di seluruh bentangannya dari ujung ke ujung,” kata Charlie Veron, pakar bunga karang dan ilmuwan kawakan yang mengepalai Australian Institute of Marine Science. Dengan terdapatnya lebih dari 400 spesies di kawasan itu, “mereka membentuk seluruh lingkungan di situ; mereka merupakan habitat organisme lainnya.” Suhu yang tepat, kejernihan, dan arus air laut memungkinkan lempengan karang, misalnya, memperbesar diameternya hingga 30 sentimeter setahun. Terumbu karang ini pun terus tergerus oleh ombak, susunan kimia laut, dan organisme pemakan batu kapur. Proses menghilangnya terumbu karang ini jauh lebih lambat daripada pembentukannya yang terus-menerus; namun, sebanyak 90 persen pada akhirnya lenyap dalam air, membentuk pasir. Dengan demikian, lapisan terumbu karang yang hidup, yakni bagian yang disaksikan para penyelam, selalu berubah-ubah.

Dan lapisan di bawah laut ini boleh dikatakan masih muda usianya, dari segi geologi, kurang dari 10.000 tahun. Masa awal pembentukannya jauh lebih tua. Sekitar 25 juta tahun yang lampau, kata Veron, ketika Queensland secara bertahap memasuki perairan tropis dengan bergeraknya lempeng tektonik Indo-Australia, larva karang mulai hanyut dalam arus yang menuju ke selatan dari kawasan Indo-Pasifik, mencengkeram apa pun yang bisa mereka pijak. Lambat-laun, koloni karang pun tumbuh dan menyebar menyusuri dasar laut yang kaya dengan beragam biota laut.

Perjalanan Berat      Sejak terumbu karang itu menemukan tempat berpijak, zaman es beberapa kali datang dan berlalu lagi, lempeng tektonik merambat maju, dan kondisi laut serta atmosfer berfluktuasi dengan tak terkendali. Karang penghalang berulang-ulang mengalami perubahan—meluas dan tergerus, rusak dan dihuni kembali menuruti kehendak alam.

“Sejarah Geat Barrier Reef,” ujar Veron, “ibarat daftar bencana” yang disebabkan oleh kekacauan planet. Namun, terumbu karang ini selalu pulih setelah mengalami berbagai bencana tersebut.

Sekarang bencana baru mengancam karang penghalang itu, dan belum pasti bisa pulih kembali. Pergeseran iklim global yang relatif cepat, begitu pendapat para ilmuwan, tampaknya sangat membahayakan terumbu karang. Pada bunga karang, suhu yang semakin hangat dan semakin seringnya terpapar pada sinar ultraviolet matahari menyebabkan tanggapan stres yang dinamakan pengelantangan—ketika ganggang berwarna-warni dalam sel karang menjadi beracun dan disingkirkan, dan menyebabkan fauna inang menjadi putih pucat. Tanaman laut yang berdaging mungkin mengambil alih dan memusnahkan sisa-sisa karang.!break!

Pengelantangan besar pada Great Barrier Reef dan di tempat lain pada 1997-98 berkaitan dengan tahun El Niño yang parah dan suhu permukaan-laut yang tertinggi dalam sejarah—di beberapa kawasan mencapai lebih dari 1,5°C lebih tinggi daripada suhu normal. Peristiwa yang sama terjadi lagi pada 2001 dan sekali lagi pada 2005. Sebelum 2030, demikian menurut pendapat sejumlah pakar terumbu karang, meningkatnya suhu permukaan-laut yang merusak ini akan terjadi setiap tahun.

Panas juga berperan dalam penurunan fitoplankton laut yang berlangsung selama 60 tahun—yakni organisme mikro yang bukan saja melahap gas rumah kaca, namun juga merupakan makanan, secara langsung ataupun tidak langsung, bagi hampir semua makhluk hidup lainnya di laut. Ikan penghuni karang pun bereaksi terhadap air hangat—kadang dengan perilaku yang lebih ganas dan garang terhadap pemangsa maupun mangsa. Perubahan paras laut, baik yang semakin tinggi ataupun semakin rendah, juga berdampak besar, menyebabkan karang dangkal terlalu banyak mendapatkan cahaya matahari atau tenggelam lebih dalam sehingga tidak mendapatkan cahaya.

Keprihatinan yang lebih nyata adalah banjir besar yang melanda Australia yang di awal tahun ini menyebabkan aliran air yang sarat-endapan atau sarat-racun melanda terumbu karang di lepas pantai Queensland. Bahayanya terhadap biota laut belum akan jelas selama bertahun-tahun, tetapi rentangan panjang Great Barrier Reef bisa jadi mengalami kematian yang luar biasa.!break!

Belum lagi masalah keasaman.

Ekosistem terumbu karang di seluruh dunia mengalami hantaman berat pada setiap kepunahan massal di Bumi yang sudah terjadi lima kali, yang pertama sekitar 440 juta tahun yang lalu. Gas rumah kaca meningkat tajam secara alami selama beberapa milenium, dan ahli biologi Australia, Veron mengatakan bahwa melimpahnya karbon dioksida secara besar-besaran selama beberapa periode yang diisi dengan kegiatan gunung api yang gencar mungkin sekali sangat berperan dalam pemusnahan terumbu karang, terutama pemusnahan massal terkini yang terjadi sekitar 65 juta tahun yang lalu. Pada waktu itu, lautan menyerap gas rumah kaca terus-menerus dari atmosfer, menyebabkan keasaman laut meningkat . Semakin rendah pH—tanda semakin tingginya keasaman—pada akhirnya menghalangi kemampuan biota laut untuk membangun cangkang dan rangka mereka yang terbuat dari batu kapur.

Di beberapa lautan, proses pengasaman ini terjadi lagi. Yang paling rentan terhadap serangan korosif asam adalah karang yang bercabang dengan cepat serta ganggang penghasil kalsium yang amat penting yang berperan dalam mempersatukan terumbu karang. Semakin ringkih tulang karang, semakin mudah pula karang itu pecah oleh gelombang laut, badai, penyakit, polutan, dan gangguan lainnya.

Pada masa purba, banyak karang beradaptasi terhadap keasaman laut yang terus berubah-ubah, ujar Veron, yang mencemaskan masa depan Great Barrier Reef yang sangat memprihatinkan. “Perbedaannya, terdapat bentangan panjang di antaranya; terumbu karang memiliki waktu jutaan tahun untuk beradaptasi.” Dia khawatir bahwa emisi CO2, belerang, dan nitrogen yang belum pernah terjadi akibat industri ciptaan manusia, di samping semakin meningkatnya metana akibat es kutub yang meleleh, sebagian besar terumbu karang tidak akan lagi memiliki kehidupan dalam waktu 50 tahun lagi. Apa yang tersisa? “Kerangka karang yang diselimuti lendir ganggang,” jawabnya.!break!

Melangkah MajuTentu saja, bagi dua juta wisatawan yang mengunjungi Great Barrier Reef setiap tahun, iming-iming tentang taman firdaus bawah laut yang sarat kehidupan masih tetap berlaku. Namun, noda kerusakan ada di situ, kalau saja kita tahu letaknya. Terumbu karang itu memiliki parut sepanjang tiga kilometer akibat benturan dengan kapal pembawa karang Cina pada bulan April tahun lalu. Gerusan kapal dan dan tumpahan minyak yang sesekali terjadi telah merusak habitat. Tumpukan endapan akibat banjir dan nutrien dari ladang pertanian dan pembangunan juga benar-benar merusak ekosistem. Akan tetapi, warga Australia tidak membiarkan terumbu karang itu rusak tanpa melancarkan protes secara nasional. Nakhoda kapal yang membawa saya menyelam berkata begini: “Tanpa terumbu karang ini, tidak ada apa-apa di sini, selain air asin.” Bagi banyak penduduk setempat, katanya, “terumbu karang ini sangat dicintai sehingga jika hilang pastilah sangat menyedihkan.” Selain itu juga sangat penting dari segi ekonomi: Para pengunjung yang diantarkannya dengan kapal bermotor ke tepian karang mengalirkan lebih dari satu miliar dolar ke pundi-pundi Australia.

Tantangan yang dihadapi para ilmuwan adalah menjaga agar terumbu karang itu tetap sehat, meskipun terjadi perubahan pesat. “Untuk membetulkan mesin mobil, kita perlu tahu mekanisme kerjanya,” kata ahli biologi laut Terry Hughes dari James Cook University. “Begitu pula dengan terumbu karang.” Dia bersama ilmuwan lainnya sedang menyelidiki bagaimana ekosistem ini berfungsi agar upaya pencegahan kerusakan dapat dua kali lebih efektif.

Prioritas utama: Menentukan dampak penangkapan ikan secara berlebihan. Secara tradisional, nelayan komersial dapat menangkap ikan di sepanjang terumbu karang, meskipun 344.400 kilometer persegi habitat laut diperuntukkan sebagai taman laut pada 1975. Namun, dengan semakin dirisaukannya penangkapan ikan secara besar-besaran, pemerintah Australia pada 2004 menetapkan sepertiga kawasan itu, di zona yang ditetapkan secara strategis, terlarang untuk semua jenis penangkapan ikan—termasuk untuk olahraga. Pemulihan hayati ternyata lebih besar dan lebih cepat daripada yang diperkirakan; dalam waktu dua tahun saja setelah diberlakukannya larangan itu, misalnya, jumlah ikan trout karang berlipat dua di terumbu yang ikannya pernah ditangkap secara gencar. Sejumlah ilmuwan menduga bahwa zona yang dilindungi itu mungkin juga menyebabkan menurunnya wabah bintang laut pemakan-karang yang sangat merusak.!break!

Para ilmuwan juga ingin tahu apa yang menyebabkan karang tertentu lebih tahan banting selama masa perubahan. “Kami tahu beberapa terumbu karang mengalami lebih banyak gangguan daripada terumbu yang lain,” kata ahli ekologi terumbu karang Peter Mumby dari University of Queensland. “Dengan mengkaji data suhu laut dalam rentang masa beberapa dasawarsa, sekarang kami dapat memetakan di kawasan mana terumbu karang paling berhasil menyesuaikan diri dengan kondisi laut hangat dan menargetkan upaya pelestarian di situ.” Katanya, memahami cara pemulihan terumbu karang dari pengelantangan—dan memperkirakan tempat tumbuhnya polip baru—dapat membantu perancangan suaka. Bahkan Veron yang sering berterus terang pun mengakui bahwa kelangsungan hidup terumbu karang bisa berlangsung dalam jangka panjang jika serangan gencar terhadapnya dihentikan—segera.

Alam memiliki kiat penjagaan diri sendiri, termasuk sandi genetik untuk karang yang mungkin telah membantu mereka mampu bertahan saat terjadi kerusakan lingkungan. Banyak pembangun karang yang ber-evolusi melalui hibridisasi—tatkala spesies yang berbeda mencampurkan gen masing-masing. Menurut Veron, “semuanya selalu bergerak maju dalam proses menjadi sosok lain.” Pada terumbu karang, sekitar sepertiga karang berkembang biak dalam proses pemijahan massal tahunan. Saat pemijahan terjadi, sebanyak 35 spesies pada satu bagian terumbu karang melepaskan semburan telur dan sperma secara serempak, yang berarti jutaan gamet dari induk yang berbeda secara genetik bercampur-baur dalam suatu hamparan licin di permukaan laut. “Kondisi ini membuka peluang besar untuk menghasilkan hibrida,” begitu dijelaskan oleh ahli biologi laut, Bette Willis dari James Cook University. Terutama karena iklim dan susunan kimia lautan yang terus berubah, katanya, hibridisasi ibarat jalur cepat untuk penyesuaian diri dan menciptakan ketahanan melawan penyakit .

Sesungguhnyalah, salah satu pelajaran yang bisa dipetik adalah bahwa meskipun dewasa ini menghadapi ancaman berat, Great Barrier Reef tidak mudah menyerah. Bukankah selama ini pun sang terumbu karang dengan gagah perkasa sanggup melawan perubahan yang sangat ganas. Dan semua jenis biota laut siap membantu agar terumbu ini tetap tegar. Dalam sejumlah penelitian pada 2007, ilmuwan mendapati bahwa apabila ikan sanggup bertahan di suatu tempat, demikian pula karang, terutama dalam air yang tercemar oleh nutrien yang berlebihan. “Seandainya kita menghilangkan herbivora, misalnya dengan menangkap ikan secara berlebihan, ganggang lautlah yang akan menggantikan karang,” ujar Hughes. Jika makhluk vegetarian yang rakus terlindungi, karang pun sanggup bertahan.

Para pengunjung terumbu karang itu dapat menyaksikan ikan melakukan tugas mereka yang sangat penting. Dalam cahaya matahari siang yang tampak belang-belang menuju ujung utara terumbu karang, dinding karang yang megah tampak menjulang menaungi spesies ikan kelelawar (Ogcocephalidae) yang langka, bersirip panjang dan diselimuti warna hitam, yang menggigiti duri punggung ikan sargassum. Dan sekawanan ikan kakatua—yang menampilkan gigi gabungan yang mirip pemotong kawat—dengan ribut mengikis karang, tempat yang dengan tenangnya ditempeli ganggang dalam hamparan warna hijau dan merah.