Padu Padan Anjing

By , Jumat, 27 Januari 2012 | 15:39 WIB

Di alam, sifat fisik atau keadaan penyakit biasanya merupakan hasil interaksi kompleks antara banyak gen, yang masing-masing berperan kecil. Misalnya, tinggi tubuh manusia ditentukan oleh interaksi sekitar 200 daerah gen. Jadi, mengapa anjing begitu berbeda? Me­nurut para peneliti, jawabannya terletak pada sejarah evolusinya yang tidak biasa.

Anjing adalah hewan yang paling awal didomestikasi, proses yang dimulai antara 20.000 dan 15.000 tahun yang lalu, kemungkinan saat serigala abu-abu mulai mengais makanan di sekitar per­mukiman manusia. Para pakar anjing ber­beda pendapat tentang seberapa aktif peran yang dimainkan manusia pada langkah be­rikut­nya, tetapi pada akhirnya hubungan anjing dan manusia menjadi hubungan saling menguntungkan, seiring kita mulai memanfaatkan anjing untuk berburu, menjaga, dan menemani.

Terlindung dari seleksi alam di alam liar, anjing semi-domestik tumbuh makmur meskipun memiliki mutasi genetis yang merugikan—misalnya kaki pendek—yang tentunya akan tersingkir dalam populasi alam liar yang lebih kecil.

Ribuan tahun kemudian, para pembiak me­manfaatkan bahan mentah yang beragam itu saat mulai menciptakan ras-ras modern. Mereka cenderung mengambil sifat-sifat yang diinginkan dari berbagai ras—atau berusaha me­replikasi mutasi pada satu ras dengan cepat—untuk mendapatkan anjing yang diinginkan. Mereka juga menyukai kebaruan, karena jika jalur keturunan anjing yang muncul lebih khas, lebih mungkin pula jalur itu mendapat pe­ngakuan resmi sebagai ras baru.

Pemilihan artifisial seperti itu cenderung menyukai gen satu-satu yang berdampak besar, agar sifat­nya dapat diperbaiki lebih cepat daripada se­kelompok gen yang berdampak kecil. Informasi baru ini membantu kalangan ilmuwan untuk memahami gangguan genetis pada manusia.

Sekarang sudah ada lebih dari seratus penyakit anjing yang berhasil dipetakan pada mutasi gen tertentu—sebagian besar penyakit itu muncul juga pada manusia. Untuk setiap penyakit, mungkin ada beragam mutasi yang dapat menimbulkan risiko penyakit pada anjing, sama seperti pada manusia.

Tetapi, karena anjing telah dipilah secara genetis men­jadi ras-ras yang dikembangkan dari sedikit indi­vidu asal, setiap ras punya kelompok gen ber­­masalah yang jauh lebih kecil—biasanya hanya satu atau dua—yang mendasari penyakit itu. Misalnya, peneliti Cornell yang mengkaji penyakit mata degeneratif retinitis pigmentosa—yang menjangkiti manusia maupun anjing—me­nemukan 20 gen anjing yang menyebabkan gangguan itu.!break!

Tetapi, gen penyebab penyakit ini berbeda pada anjing schnauzer dan pada anjing pudel, sehingga para peneliti mendapat petunjuk spesifik tentang perkiraan letak gen serupa pada manusia.

Singkat kata, saat pembiak zaman Victoria membentuk anjing sesuai selera, mereka juga mem­bentuk populasi-populasi yang terisolasi secara genetis, tanpa menyadari betapa ber­manfaatnya hal itu bagi para ilmuwan masa depan. Potensi manfaatnya sangat berlimpah bagi penelitian kanker—beberapa jenis tertentu dapat muncul pada hingga 60 persen populasi dalam beberapa ras anjing, tetapi hanya satu pada setiap 10.000 manusia.

“Kami yang melakukan analisis genetikanya,” kata Elaine Ostrander, yang mempelajari pe­nyakit dan evolusi anjing di National Human Genome Research Institute di National Institute of Health. “Tetapi para pembiaklah yang me­lakukan kerja lapangannya.”

Satu kategori sifat yang sejauh ini kebal ter­hadap analisis CanMap adalah perilaku. Hingga saat ini baru ada satu gen perilaku mutan yang berhasil diidentifikasi: versi anjing untuk gen gangguan obsesif-kompulsif pada manusia, yang dapat menyebabkan anjing dober­man mengisap bulunya sendiri secara obsesif sampai berdarah.

Ciri-ciri yang lebih umum seperti kesetiaan, kegigihan, atau naluri menggembala jelas memiliki dasar genetis. Tetapi, ini juga dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, dari gizi anjing hingga kehadiran anak di rumah, sehingga sifat ini sulit dikuantifikasi secara teliti untuk dikaji.

Meskipun demikian, “peluang kita memahami perilaku anjing mungkin sebesar, atau lebih besar, daripada perilaku hewan lain,” kata Bustamante di Stanford. Ia mengingatkan, lagi pula ada jutaan penggemar anjing di dunia yang bersedia dan bersemangat membantu.