Pada 1935 Stalin memerintahkan pembuatan koloni dacha untuk para penulis di Peredelkino, di luar Moskow. Pada era Soviet, elite politik dan budaya dihadiahi rumah pedesaan. Seniman, petinggi partai, bahkan kosmonaut memiliki kompleks musim panas sendiri-sendiri. Dacha dijadikan hadiah, sementara hukumannya adalah gulag. “Peredelkino adalah cara Stalin untuk mengendalikan penulis,” kata Konstantin, si sejarawan. “Dia dapat mengawasi mereka di satu tempat.”
Dalam ruang kerjanya di lantai dua dacha-nya, dalam naungan rimbun Peredelkino, Boris Pasternak menulis Doctor Zhivago, novel yang membuatnya menang Hadiah Nobel pada 1958. Dia menerimanya. “Bangga, terkejut, tersipu,” katanya dalam suratnya ke Akademi Swedia. Pemerintah Soviet berpikir lain. Kampanye yang mencoreng namanya, kemungkinan diasingkan, ancaman terhadap keluarga (polisi rahasia mengepung dacha-nya) memaksanya menolak penghargaan itu. Terbayang kepedihan hatinya. Di Peredelkino dia merawat kebun, membungkuk, berselimut debu. “Dunia alam memulihkan jiwanya,” kata kurator dacha, Irina Samokhina. Topi wol, syal kotak-kotak, dan mantel hitam Pasternak masih tergantung di dinding, seolah ia baru pulang berjalan-jalan. Sang penulis senang berjalan melintasi padang di dekat dacha-nya, terutama yang menuju gereja tempatnya berdoa. Kini padang itu penuh dengan kottedzhy yang baru.
“Nertsy bukanlah kumpulan dacha,” kata Ketua Boris sementara saya duduk di dek dacha-nya sambil menikmati pemandangan danau. Saudari iparnya menyuguhkan sepiring ikan goreng, irisan mentimun, dan kentang yang ditaburi oleh adas manis dari kebun. Tidak pernah ada tamu yang tidak diberi makan di dacha Rusia.!break!
“Nertsy adalah keluarga,” katanya. “Saat tetangga saya berduka, saya berduka. Saat saya gembira, dia juga gembira.” Ia mengulangi pepatah umum: “Tidak ada konflik. Semua orang rukun.” Memang benar, tapi kekesalan-kekesalan kecil yang mengikis itikad baik antara tetangga merembes keluar bagai air dari keran yang menetes perlahan. Nertsy, tidak seperti dacha puri di pinggiran kota Moskow, adalah masyarakat tanpa pagar atau berpagar rendah, tetapi batas tanah tetap penting.
Suasana menjadi dingin ketika percakapan beralih ke Katya, tetangga Raisa Stepanov. Katya tinggal di dekat jalan yang menuju Danau Nertsy. “Kebunnya semakin dekat saja ke danau,” keluh Raisa. “Kalau tanamannya sampai terinjak, itu adalah salahnya sendiri.” Kalau perselisihan ditilik lebih dalam, biasanya inti masalah yang muncul adalah perbatasan. Saat diperlukan arbitrase, Boris muncul membawa patok survei untuk memetakan parameter yang dipertikaikan.
Sanksi untuk pelanggaran?
“Denda,” kata Boris. “Tapi coba saja mencari orang itu untuk menagih denda.” Wajahnya menggelap. Boris ingin jabatan ketua tanpa gaji itu diambil alih orang lain. Namun tak ada yang menginginkan jabatan itu.
Tanah ini sakral, hampir mistis bagi orang Rusia, peninggalan dari kepercayaan lama dan tradisi petani. “Agama tanah,” demikian filsuf Nikolay Berdyayev menyebutnya. Dacha memberi kesempatan untuk menggali tanah dan mendekatkan diri dengan alam. “Pada ujung hari saya lelah dan stres,” seorang wanita Valday bercerita. “Saya ke kebun, menyentuh tanah, dan hal-hal buruk pun sirna.”
Pada bulan Juli tanah menghasilkan mentimun dan adas manis yang berbulu, juga labu, kacang polong, dan bawang daun. Juli berarti buah beri. Agustus mendatangkan jamur (hujan gerimis dikenal sebagai “hujan jamur”). Juga kentang—selalu kentang. Kebun Valday tak terbayangkan tanpa kentang, meskipun membelinya lebih murah daripada menanam sendiri.!break!
Galina Yertseva, ekonom di pemerintah kota, menanam kentang bersama keluarga kedua putranya dan para iparnya. “Kenapa? Ini sudah mendarah daging,” katanya. Cucunya yang enam tahun sedang bermain di kebun. Saya bertanya apakah cucunya itu pandai menanam kentang. “Tidak,” jawab Galina.
“Jika ekonomi cukup baik, saya rasa kelak dacha akan murni untuk investasi dan hiburan, bukan sumber makanan,” kata peneliti Tatyana Nefedova dari Institut Geografi di Moskow. Seiring bergesernya makna dacha dari tempat ideal era Soviet untuk bekerja dengan patuh, ini menjadi tempat peristirahatan untuk hiburan belaka. Benda hiasan pun mengganti benda praktis: bunga menggantikan kentang, patung hiasan kebun menggantikan bawang.
Pada masa Soviet, dacha juga merupakan jeda dari apartemen komunal. Dalam dunia yang menggunakan tirai sebagai dinding, dacha menyediakan ruang untuk bernapas dan melepaskan diri dari mata yang mengintai. “Dacha tidak memiliki alamat,” kata Konstantin. “Dalam film detektif, penjahat selalu bersembunyi di dacha dan tak bisa ditemukan. Dacha adalah kebebasan.”
Sekarang, setelah Tirai Besi disingkapkan dan orang Rusia dapat datang-pergi sesuka hati, ada dunia lebih luas di luar dacha. Pada 2011 orang Rusia yang berlibur musim panas ke luar negeri jumlahnya tiga kali lipat tahun 1997. “Sewaktu putri kami masih kecil, dia berlibur ke dacha,” kata Tatyana. “Sekarang dia lebih suka ke Kroasia.” Pepatah Rusia mengatakan, “Bertandang memang menyenangkan, tetapi rumah sendiri lebih baik.” Kadang-kadang kita perlu jarak untuk menghargai hal-hal yang berada di dekat kita. Apakah generasi muda Rusia yang lebih berada dan duniawi menyambut pikiran itu dan menghargai dacha bersahaja milik orang tua mereka? Tentu saja Boris, dari pemandangan puncak gunungnya di Nertsy, punya cerita juga tentang itu.
Suatu hari putrinya Vladislava, 30 tahun, pulang berkunjung setelah pergi ke luar negeri. “Dia pergi ke mana-mana,” kata Boris. “Mesir, Italia, Turki.” Kali ini Vladislava, yang bekerja di bidang periklanan dan tinggal di St. Petersburg, berlibur ke Swiss yang nyaman dan tertib. Tetapi, Vladislava sudah kenyang dengan kesempurnaan Swiss. Kini dia merindukan kehangatan akrab Nertsy yang berkumpul dengan serabutan. Dia duduk di dek dacha keluarganya dan memandangi Danau Nertsy yang lonjong, hijau, dan tenang. Orang yang berjemur berderet di dermaga setengah tenggelam yang retak akibat es musim dingin. Teratai mengapung laksana mahkota kuning mungil. “Danau Jenewa,” katanya ringan. “Cuma kolam biasa.”