Emas Tibet

By , Senin, 23 Juli 2012 | 12:38 WIB

Di lantai lima sebuah gedung tinggi apar­temen modern di sisi timur Beijing, sambil berbaring di sofa dan diapit oleh anjing bichon frise-nya, Yu Jian menyesap  secangkir  teh yartsa gunbu yang baru diseduh. Yu berusia 40 tahun. Belum lama ini, dia menjabat sebagai eksekutif di perusahaan  makan­an kesehatan. Namun, pada Oktober 2010 dia didiagnosis mengidap kanker rahim.

Dia menjalani pengobatan modern, termasuk rangkaian panjang kemoterapi. Namun, dia juga memutuskan untuk berobat kepada sinse. Sang sinse meresepkan yartsa. Dia telah memakainya selama sekitar enam bulan. Setiap malam, ia memasukkan dua ulat ke dalam segelas air dan membiarkannya semalaman. Keesokan paginya dia mendidihkan air tersebut bersama beberapa buah kurma kering. Dia minum seduhan itu dan kemudian memakan ulat yang telah melunak.

Yu hanya membeli yartsa kualitas terbaik, dari jaringan apotek Tongrentang—salah satu dari beberapa merek yang lebih terkenal dan lebih mahal daripada Zhaxicaiji. Sekantong berisi 24 ulat ukuran sedang, cukup untuk persediaan beberapa minggu, dibelinya senilai 5,2 juta rupiah. “Saya pikir sepadan,” katanya, meskipun dia menyadari keraguan mengenai keampuhan obat tersebut. Sejauh ini kemujaraban yartsa gunbu belum terbukti.

Beberapa penelitian, yang sebagian besar dilakukan di China, mengungkapkan bahwa jamur itu memang mengandung zat peningkat sistem kekebalan tubuh yang dikenal sebagai beta-glucan dan zat antivirus yang bernama cordycepin. Beberapa uji klinis menunjukkan bahwa obat itu dapat membantu meringankan banyak penyakit yang selama ini dianggap dapat diobatinya, termasuk bronkitis, asma, diabetes, hepatitis, kolesterol tinggi, dan lemah syahwat. Namun, para pengkritik mengatakan bahwa penelitian tersebut hanya dalam skala kecil dan metodologinya dipertanyakan.

“Sampai ada yang melakukan uji klinis besar menggunakan produk berkualitas tinggi, ilmu pengetahuan yang kita andalkan selama ini tak menyatakan dampak yang signifikan,” kata Brent Bauer, direktur Complementary and Integrative Medicine Program di Mayo Clinic, yang meneliti obat-obatan herbal secara mendalam.!break!

Terlebih lagi, kata ahli mikologi Paul Stamets, yartsa liar mungkin saja tercemar banyak jamur tak dikenal yang bisa jadi berbahaya. “Orang bisa keracunan,” kata Stamets. “Bagi yang tidak berpengalaman, itu semacam rolet rusia.” Buktinya mungkin memang jauh dari sahih, tetapi keyakinan akan kemujaraban yartsa begitu meluas.

Yu Jian mengaku ia bisa merasakan efek ulat itu. Dia mengatakan obat itu meningkat­kan semangat dan membangkitkan “energi kehidupan”—yang dikenal di China sebagai qi (diba­ca chi). Namun, energi aktualnya bisa saja berbeda.

Meskipun dia sangat kurus, warna kulit Yu memang agak kemerahan dan terlihat bersemangat. Saat merasa sehat, memang mudah untuk menyatakan kemustajaban ulat tersebut. Di saat lainnya, dia harus menghadapi kenyataan bahwa semua obat, sama-sama me­miliki keterbatasan. Namun, pada kunjungan terakhirnya, dokternya terkejut oleh kecepatan pemulihannya. “Dia bahkan tidak ingat saya pengidap kanker,” katanya.