Cheetah di Ujung tanduk

By , Selasa, 22 Januari 2013 | 13:08 WIB

“Saat penjaga perbatasan sedang memeriksa dokumen truk, mereka mendengar suara meng­garuk yang berasal dari jeriken yang se­harusnya penuh bensin,” kata Teka. “Ketika dibuka, di dalamnya ditemukan lima ekor bayi cheetah nan mungil dalam kondisi yang sangat menyedihkan.” Salah satu anak cheetah itu kemudian mati.

Empat lainnya, setelah dirawat berminggu-minggu, dibawa ke cagar alam yang dikelola Born Free Foundation satu jam di utara Addis Ababa, tempat hewan ini hidup sampai akhir hayatnya. Meskipun ini akhir yang bahagia bagi keempat anak cheetah itu, tetap saja kerugian bagi spesiesnya.!break!

“Keempatnya tidak akan pernah bisa kembali ke alam liar,” kata Ogada. “Sekalipun kita bisa mengajarinya berburu, manusia tidak bisa me­ng­­ajari anak cheetah cara mengenali dan meng­hindari predator seperti singa dan dubuk.” Dan sekalipun beberapa cheetah berhasil di­kembalikan ke alam liar di suaka margasatwa besar yang berpagar di Afrika Selatan, padang rumput luas nan terbuka merupakan tempat hidup yang berbahaya bagi anak cheetah.

Cheetah yang kehilangan induk “tidak punya peluang selamat di tempat seperti Serengeti,” kata Ogada. Bahkan, induk cheetah pun kesulitan mem­besarkan anaknya di tempat itu, dengan angka kematian anak dapat mencapai 95 persen. Se­bagian besar anaknya tidak sempat keluar dari sarang tempatnya dilahirkan.

Para anak itu tewas akibat serangan singa atau dubuk, atau mati karena cuaca, atau ditinggalkan induknya yang tidak memiliki keterampilan berburu untuk menghidupinya. Malah, banyak cheetah betina yang seumur hidupnya belum pernah mem­besarkan satu anak pun hingga dewasa.

Namun, ada beberapa kekecualian, yang entah dengan cara bagaimana berhasil mengatasi kesulitan ini dan berjaya membesarkan anaknya. Beberapa bahkan merawat anak cheetah lainnya. Para induk super yang merupakan pemburu hebat dan ahli kehidupan di alam liar ini ber­hasil mendapatkan buruan hampir setiap hari sambil menjaga keamanan anak-anaknya di pang­gung terbuka padang rumput Afrika, di bawah ancaman singa dan dubuk.

Salah satu induk super tersebut, cheetah berusia tujuh tahun bernama Eleanor, diketahui membesarkan seper­sepuluh dari semua cheetah dewasa di Serengeti selatan. “Setahu saya, tidak ada karnivora lain yang ke­langsungan hidupnya begitu bergantung pada keberhasilan segelintir betina,” kata Sarah Durant dari Zoological Society of London.

Durant memimpin Serengeti Cheetah Project, salah satu penelitian karnivora tertua di dunia yang masih berjalan. Pada tahun ke-38 ini, proyek tersebut telah mencatat riwayat kehidupan dan silsilah dari jalur induk beberapa generasi cheetah di Serengeti. Semua dilakukan dalam cuaca panas dan berdebu. Termasuk ber­jam-jam terempas-empas di padang rumput dalam Land Rover tangguh, saat mencari salah satu kucing besar Afrika yang paling pemalu tersebut.

Penelitian gigih Durant-lah yang mengungkapkan pentingnya induk super ini. Meskipun silsilah induk populasi cheetah Se­rengeti kini terdokumentasikan dengan baik, tidak demikian dengan bapaknya. Ahli bio­logi margasatwa Helen O’Neill menunggu dengan sabar dalam Land Rover tidak jauh dari tempat tiga saudara cheetah—Mocha, Latte, dan Espresso, ketiganya disebut Coffee Boys—berbaring di bawah naungan pohon Balanites.

O’Neill sedang melakukan “patroli tinja”, dia mengumpulkan kotoran dari cheetah tertentu yang diketahui identitasnya. Para ilmuwan di Zoological Society of London kemudian meng­ekstrak sampel DNA dan berharap dapat mengetahui bapaknya untuk ditambahkan ke silsilah keluarga Serengeti itu.

Analisis sejauh ini menunjukkan bahwa cheetah betina jauh lebih nakal daripada yang diduga semua orang: Dalam sekali beranak, bayi-bayinya bisa memiliki bapak yang ber­beda-beda. “Kami menduga banyaknya pasang­an dapat memberi manfaat genetis dalam ling­kungan yang tidak pasti,” kata Durant. “Anggap saja sang induk cheetah membeli asuransi untuk memastikan bahwa sebagian anaknya dapat bertahan hidup.”!break!

Nun jauh dari padang rumput bermandikan cahaya surya di Serengeti, pada suatu petang musim dingin yang cerah, seekor cheetah jantan berjalan perlahan di punggung bukit bersalju. Dia berhenti sebentar untuk menandai pohon tamariska dengan baunya, lalu menghilang dari pandangan kamera video yang dioperasikan dari jarak jauh yang merekam kehadirannya.