Membangkit Gading Terbenam

By , Selasa, 26 Maret 2013 | 17:08 WIB

Saya sampai ke tempat ini, Muus Khaya, ber­­sama cukong pemburu-gading yang me­ngapteni kapalnya dari atas tumpukan gading mamut seberat 400 kilogram. Dia membawa gading ke hulu untuk dijual, tetapi sebelumnya dia ingin singgah ke gua-gua es. Di tempat ini, tim ilmuwan Rusia dan Korea Selatan mengambil jaringan lunak mamut dengan harapan dapat menemukan sel yang masih bisa diklon.

Beberapa tahun lalu, cukong ini menemukan puluhan gading di dalam salah satu gua es di sini. Sayangnya kali ini anak buahnya tidak beruntung. Mereka hanya menemukan dua gading sepanjang musim panas—jauh dari cukup untuk menafkahi keluarga mereka selama musim dingin. “Tempat ini telah terkuras,” kata salah seorang pemburu gading. “Itulah sebabnya orang sekarang ini pindah ke pulau-pulau.”

Gorokhov merupakan salah satu pemburu gading pertama, hampir satu dasawarsa lalu. Ia tinggal selama satu musim penuh di Kepulauan Siberia Baru yang tidak berpenghuni di lepas pantai Arktika. Untuk sampai ke kepulauan itu, orang harus meniti jembatan es sepanjang 50 kilometer untuk menyeberangi laut pada musim semi, kemudian tinggal di pulau itu sampai laut membeku lagi enam bulan kemudian—atau pulang naik perahu kecil yang dapat lenyap ditelan gelombang setinggi lima meter.

Setelah beberapa kali ekspedisi ke Pulau Bolshoy Lyakhovskiy, tempat Gorokhov me­nemukan banyak spesimen spektakuler di tebing pantai, dia pindah ke Pulau Kotelnyy yang lebih jauh. Sekarang pun, saat ada ratusan orang lain yang ikut memburu gading, Gorokhov tetap berada selangkah di depan.

“Saya sudah demikian lama melakukan hal ini sehingga cara pikir saya hampir seperti ahli paleontologi,” katanya. Di Kotelnyy, dia mengamati bahwa saat es abadi meleleh dan mengalir setiap musim panas, gading perlahan mencuat keluar dari tundra. “Setiap tahun selalu ada yang baru muncul,” katanya.

Saat itu hampir tengah malam di rumah Gorokhov di tepi Sungai Yana, sekitar 80 kilometer di selatan muaranya di Laut Laptev. Gorokhov, yang baru kembali ke Ust-Yansk setelah merantau ke pulau selama lima bulan, membawa saya ke gudang kayu di belakang rumahnya. Di dalamnya terdapat sekitar 20 gading mamut, beberapa terbungkus kain putih.

Lainnya—termasuk gading se­berat 70 kilogram yang ditemukannya hari itu di Kotelnyy—terendam dalam air di bak alu­minium besar. “Jika terkena udara, gading akan retak.”!break!

Berat gading di dalam bak—perolehan musim panas Gorokhov—seluruhnya 500 kilo­gram. Perolehan kebanyakan kelompok ber­anggotakan tiga orang tidak sampai setengah jumlah itu, sementara ada pula yang lima bulan menjelajahi tundra dan tidak menemukan apa-apa. Gorokhov juga beruntung, kini dia memiliki peralatan yang diperlukan—perahu, mobil salju, telepon satelit, GPS—untuk bekerja secara mandiri.

Dengan harga yang sangat tinggi, ini pasti menjadi perolehan terbesar Gorokhov—nilainya antara 1,5 sampai 3 miliar rupiah. Jika dia menunggu sampai es cukup keras pada musim dingin, dia dapat mengangkut gading itu melalui sungai beku, kemudian melalui jalan darat ke Yakutsk. Di sana, harganya 40 persen lebih tinggi.

Istri Gorokhov, Sardaana, dan putri mereka yang berusia lima tahun menunggunya di Yakutsk. Sudah enam bulan dia tidak bertemu mereka. “Saat pulang, istri saya akan mengelus-elus jenggot saya selama semalam dan besoknya memaksa saya mencukurnya,” ujarnya. Ini mungkin terakhir kalinya dia memburu gading. “Sudah sepuluh tahun saya tidak melihat musim panas yang sebenarnya,” katanya.

Gorokhov belum pernah meninggalkan Yakutiya. “Istri saya selalu mendesak agar saya berhenti,” katanya. “Namun, saat melihat perolehan saya musim panas ini, dia pasti mendorong saya untuk mencari gading lagi.” 

**Brook Larmer menulis perihal tentara terakota Cina dalam edisi Juni 2012. Evgenia Arbugaeva dibesarkan di Yakutsk, pusat perdagangan gading