Rahasia Dunia Lain Bangsa Maya

By , Senin, 22 Juli 2013 | 13:22 WIB

Seperti banyak tetangganya dan Luis Un Ken, dia seorang Cruzoob, atau penganut keyakinan Salib Berbicara, warisan dari pem­berontakan abad ke-19 yang disebut Perang Kasta. Sebagai keturunan para pejuang Maya yang melawan pasukan pemerintah, dia masih ikut berjaga siang-malam di garnisun suci bagi salib itu, dua minggu setahun.

“Kaum Cruzoob pada dasarnya adalah bangsa Maya yang berhasil selamat,” kata Caamal ke­pada saya pada suatu sore musim panas, seraya kami melesat di jalan raya datar di Zona Maya menuju kota kelahirannya. Perkataannya agak berlebihan: Perang Kasta merupakan peristiwa lokal, sedangkan ada sekitar lima juta orang Maya yang tinggal di wilayah yang meliputi sepertiga bawah Meksiko, juga sebagian besar Belize dan Guatemala, Honduras barat, dan El Salvador barat.

Saya bertanya kepada Caamal cara men­jembatani perbedaan antara dewa-dewa Maya lama dan Yesus Kristus—orang Maya sering memanjatkan doa kepadanya. “Kami penganut politeisme,” jawab Caamal. Benar-benar hampir tidak terasa suasana Katolik di zona itu; alih-alih, ada hmem—dukun, tabib, dan tukang sihir yang menjadi perantara dewa-dewa dan para pemujanya yang membutuhkan.Untuk menjawab pertanyaan saya tentang di mana saya bisa me­nyaksikan ritual hujan Cha Chaak,

Caamal berkata hmem-nya sendiri barangkali tahu kalau ada Cha Chaak yang akan diadakan di suatu tempat, meskipun sekarang sudah hampir akhir musim. Dalam panas terik siang hari, kami singgah sebentar di Chunpón di kompleks keluarga Caamal.

Di gubuk dapur yang berbentuk lonjong, terdapat sederet tempat tidur gantung, masing-masing berisi kerabat Caamal yang berbaring dan berayun perlahan sambil mengobrol. Ibu Caamal yang mungil dan galak melotot kepada saya, seorang tamu “Spanyol,” atau non-Maya, tetapi dia membuat tortila, menyajikannya bersama daging dan cabai.

Beberapa lama kemudian dia bertanya kepada putranya dengan tajam, kapan saya akan turun dari tempat tidurnya dan pergi, tetapi sekarang ini peraturan penyambutan tamu mewajibkannya me­nyuguhkan makanan.!break!

Setelah kembali di perjalanan, kami melihat pepohonan ramping yang mencuat dari per­mukaan batu karst yang keras dan putih bak tulang. Kami berhenti di desa Chun-Yah, yang, seperti banyak desa di Zona Maya, tidak memiliki sarana komunikasi telepon kabel ataupun seluler dengan dunia luar, dan hanya ada sekolah primitif. Di kompleks gubuknya sendiri yang lonjong, berdebu, dan beratap rumbia, mentor dan hmem Caamal, yaitu Mariano Pacheco Caamal, menyapa saya dengan senyum lebar.

Don Mariano berkata bahwa dia dapat meng­gunakan 40 jenis tumbuhan untuk mengobati penyakit dan me­nyembuh­kan patah tulang dan gigitan ular. Pada suatu masa yang sangat rapuh bagi Pastor, Don Mariano membangun cincin pelindung dari api tak kasatmata di sekeliling temannya. Dalam mimpi dia belajar apa yang perlu ditanyakan kepada setiap dewa dan pada hari apa. Dia tahu tempat mencari gua suci.

Don Mariano mengenakan celana pendek dan sandal jepit, tampaknya harta bendanya sangat sedikit untuk lelaki dengan usia dan kedudukannya. Dia hanya bisa berbahasa Spanyol dasar, dan karena saya tidak bisa berbahasa Maya, Pastor harus menerjemahkan per­tanyaan saya dalam berbagai cara untuk me­nyampaikan maknanya.

Saya bertanya kepada Don Mariano, bagaimana dia tahu bahwa dia orang Maya. Hmem yang santun itu mengerjap-ngerjap di balik kacamatanya yang tebal. “Karena kami miskin,” katanya. Saya bertanya lagi. “Dari makanan kami, warna kulit kami, tinggi badan kami,” demikian jawabannya, lalu dia terpikir jawaban yang lebih tepat.

“Karena di sini tidak ada pabrik, mesin, asap. Malam kami terasa damai, tenang. Pagi hari saya ber­kata, Hari ini saya akan melakukan ini atau itu. Pekerjaan kami adalah milik kami sendiri. Kalau bekerja untuk orang luar, mereka berkata, Beri saya waktumu. Tapi orang Maya berkuasa atas diri sendiri.”

Apakah dia tahu tentang Cha Chaak yang akan diselenggarakan? Sayangnya, Don Mariano hanya dapat menyatakan bahwa saya memang terlambat. Di Chun-Yah, sama seperti di tempat lain, waktu untuk tanam dan doa hujan sudah berlalu. Lalu dengan ramah dia menjelaskan cara pengaturan sesajen Cha Chaak di daerah kecilnya dalam jagat Maya. Altar segi empat, atau meja sesajen, dengan lebar tak sampai satu meter dan terbuat dari anak pohon dan be­berapa papan, melambangkan dunia.