Rahasia Dunia Lain Bangsa Maya

By , Senin, 22 Juli 2013 | 13:22 WIB

Aneka makanan untuk Chaak diletakkan dalam urut­an tertentu, beserta cangkir setengah labu yang berisi minuman fermentasi suci, balché, yang terbuat dari kulit pohon, dan labu yang berisi air suci yang diambil dari gua atau cenote ter­sembunyi. Sesajen makanan khusus ini terdiri atas 13 buah “roti”, yaitu tortila tebal yang ter­buat dari 13 lapisan masa, atau adonan jagung, yang mewakili 13 lapisan dunia-lain di atas.

Roti itu dibungkus daun bakaalché, pohon anggur setempat, dan dipanggang dalam lubang sebesar peti mati, atau pib, yang digali di dekat altar. Salib diletakkan di bagian tengah belakang meja untuk mengawasi semuanya.

Saya bercerita bahwa saya pernah mendengar tentang sapito, anak lelaki yang berjongkok di kaki meja altar dan memohon kedatangan Chaak dengan meniru bunyi kodok pada musim hujan. Pastor dan hmem saling memandang dan kemudian tersenyum.

“Anda mendengar tentang itu [di dekat Chichén Itzá], bukan?” kata Pastor. Dia meniru anak kecil yang meniru kodok: “Mereka berbunyi lek lek lek.” Dia tersenyum lagi. “Muy bonita costumbre. Adat yang sangat cantik.” Dia menyeringai. “Di sini tidak ada adat seperti itu.”!break!

Di Yaxuná, kota kecil di tengah se­menan­jung yang mengadakan upacara akhir musim untuk Chaak yang lamban, adat seperti itu jelas ada. Yaxuná terletak sekitar 20 kilometer di selatan Chichén Itzá. Di bagian Yucatán ini, orang masih bergantung pada milpa, sehingga mereka me­nyembah Chaak dengan harap-harap cemas.

Upacara di Yaxuná sudah hampir selesai ketika saya tiba. Sudah hampir dua hari warga desa yang haus hujan dan hmem mereka bekerja keras tanpa istirahat atau tidur, untuk membujuk Chaak agar mendatangi mereka. Mereka berjalan jauh menembus hutan ke gua rahasia, dan turun ke tengah gua dengan sistem tali yang menyeramkan untuk mengambil air yang diperlukan upacara itu.

Mereka mendirikan altar, menggali pib, mengeluarkan biaya besar untuk menyediakan 13 ayam betina gemuk untuk sesajen, menjaga altar itu semalaman sambil berdoa dan minum balché, menepuk tumpukan roti 13 lapis dari jagung dan biji labu yang tak boleh tersentuh perempuan, memasaknya di dalam pib, lalu mengeluarkannya lagi dari api unggun, membiarkan lubang itu terbuka supaya uapnya dapat membubung langsung kepada si dewa hujan sebagai sesajen.

Dan kini sang hmem, Hipólito Puuc Tamay, lelaki yang berkulit tebal keriput, bergerak lambat, dan mengenakan topi pet dan baju lusuh, berdiri di depan altar, berdoa kepada Chaak, kepada Yesus Kristus, kepada semua santo, kepada San Juan Bautista, kepada kekuatan bumi dan langit, dan kepada Chaak lagi, agar mau menurunkan karunia hujan yang suci kepada mereka dan kepada semua masyarakat Maya di sekitar, agar mereka dapat bertahan hidup selama satu daur matahari lagi.

Atas perintah hmem, seorang warga desa berjongkok di atas batu di belakang dan sisi altar, tidak bergerak, hanya sesekali meniup ke dalam labu tempat Chaak menyimpan angin. Dia hanya seorang warga, tetapi dia juga dewa hujan, dan dia duduk dengan mata terpejam agar tidak merusak upacara dengan tatapannya yang angker. Dua peserta lain membawanya ke altar, menghadap ke belakang, untuk menerima pemberkatan hmem yang menetralkan.

Dan ada juga kodok-kodok kecil, lima anak lelaki yang agak malu-malu, berjongkok di kaki altar dunia, satu anak di setiap sudut dan satu di tengah, keempatnya berbunyi, hmaa, hmaa, hmaa, dan yang kelima, lek lek lek lek lek, perpaduan suara yang sangat mirip bunyi kodok selagi hujan malam.Tahu-tahu saja angin bertiup di lapangan itu. Guruh menggemuruh di kejauhan biru.

Sementara sesajen ayam dan roti jagung-dan-biji dibagikan kepada para lelaki yang kelelahan, hujan mulai turun—gerimis musim panas yang menyegarkan. Pertanda, kata sang hmem, bahwa Chaak menerima sesajennya dan berkenan atas doa pengikutnya. Mungkin tak lama lagi bumi akan siap ditanami.

—Alma Guillermoprieto memenangi penghargaan Overseas Press Club untuk tulisannya pada edisi Mei 2010 tentang santo-santo baru Meksiko. Paul Nicklen menjalani pelatihan selam-gua secara ekstensif untuk artikel ini. Shaul Schwarz melacak budaya Maya di Semenanjung Yucatán di atas air.