"Wajah Pareidolia tidak dibuang sebagai deteksi palsu tetapi menjalani analisis ekspresi wajah dengan cara yang sama seperti wajah asli," Alais memaparkan.
"Kita perlu membaca identitas wajah dan melihat ekspresinya. Apakah mereka teman atau musuh? Apakah mereka bahagia, sedih, marah, sedih?"
Mengapa hal ini harus terjadi pada kita? Para peneliti mengatakan pentingnya sebagai membaca ekspresi untuk komunikasi sosial kita. Maka, otak harus secara terus menerus mengenali wajah dan menilai ekspresi.
Dengan demikian kita bisa memahami situasi apa yang sebenarnya sedang kita hadapi, dan mencari cara untuk tindakan selanjutnya.
Baca Juga: Seraut Wajah pada Benda Sekitar Kita, Bagaimana Pareidolia Terjadi?
Hal inilah yang menyebabkan otak kita harus mempelajarinya dengan sangat cepat, dan dengan sedikit informasi. Minimal dengan gambaran petunjuk sekedar dua mata dan mulut saja, kita sudah bisa memberikan persepsi.
Tapi karena wajah pareidolia bisa sangat bervariasi dan hampir tidak kentara, otak akan mengambil risiko kesalahan persepsi ketika menilai wajah. Hal itu berhubungan dengan betapa cepatnya otak kita harus bekerja.
"Ketika objek terlihat sangat mirip wajah, itu lebih dari sekadar interpretasi: mereka benar-benar menggerakkan jaringan deteksi wajah dalam otak kita," lanjutnya.
"Dan cemberut, atau senyum itu; itulah sistem ekspresi wajah otak kita yang bekerja. Untuk otak, [baik itu] palsu atau asli, semua wajah diproses dengan cara yang sama."
Baca Juga: Anjing Dapat Memahami Perasaan Manusia Hanya Melalui Ekspresi