Orang mati tidak menulis sejarahnya sendiri. Dua penulis biografi pertama Nero, Suetonius dan Tacitus, memiliki pertalian dengan elite Senat, dan mencatat masa kekuasaannya dengan kebencian yang menggebu-gebu. Di kemudian hari muncul pengutukan melodramatis: Nero versi pelawak Ettore Petrolini sebagai orang gila yang meracau, versi Peter Ustinov sebagai pembunuh yang pengecut, dan citra Nero yang mengerikan dan langgeng, yaitu bermain biola sementara Roma terbakar. Yang terjadi seiring waktu bukan hanya penghapusan, melainkan juga demonisasi. Penguasa yang begitu kompleks kini hanya dianggap binatang buas.!break!
"Kini kita mengutuk perbuatannya," kata wartawan arkeologi Marisa Ranieri Panetta. "Tetapi, lihat kaisar besar Kristen, Konstantinus. Dia memerintahkan pembunuhan anak pertamanya, istri keduanya, dan ayah mertuanya. Kita tidak bisa menyebut yang satu santo dan lainnya iblis. Lihat Augustus, yang menghancurkan kelas penguasa dengan daftar hitamnya. Sungai darah mengalir di Roma, tetapi Augustus dapat meluncurkan propaganda efektif untuk semua tindakannya. Dia memahami media. Jadilah Augustus agung, kata orang. Suara-suara seperti Panetta itu kian banyak jumlahnya, yang mendorong perombakan pendapat tentang Nero. Tetapi, tidak semua orang sepakat.
"Pemulihan reputasi ini—proses sekelompok kecil sejarawan yang berusaha mengubah aristokrat menjadi pria terhormat—menurut saya kegiatan bodoh," kata arkeolog Romawi terkenal, Andrea Carandini. "Misalnya, ada beberapa cendekiawan serius yang kini berkata bahwa kebakaran itu bukan salah Nero. Tetapi, bagaimana bisa dia membangun Domus Aurea tanpa kebakaran itu? Coba jelaskan kepada saya. Baik kebakaran itu disulut olehnya atau tidak, dia jelas diuntungkan."
Logika Carandini layak direnungkan—Nero diuntungkan oleh kebakaran itu, jadi dialah penyebab kebakaran itu—karena si jago merah yang merusak atau menghancurkan 10 dari 14 wilayah Roma ini penting dalam mitologi tentang Nero. "Bahkan Tacitus, si penuduh besar Nero, menulis bahwa tidak ada yang tahu apakah Roma dibakar dengan sengaja atau tidak," sanggah Ranieri Panetta. "Kebakaran Besar terjadi pada masa kekuasaan hampir semua kaisar." Kebetulan pula Nero tidak sedang berada di Roma saat Kebakaran Besar itu dimulai. Ketika kebakaran sedang terjadi, dia bergegas pulang ke Roma. Dan, meskipun tampaknya Nero memang senang bermain alat musik berdawai yang disebut kithara, tulisan pertama yang menyatakan dia bermain kithara sambil menonton api melahap kota ditulis oleh Cassius Dio, seabad setengah setelah kejadiannya. Tacitus, yang hidup sezaman dengan Nero, menulis bahwa sang kaisar memerintahkan agar gelandangan ditampung, menawarkan insentif tunai bagi pihak-pihak yang dapat membangun kembali kota dengan cepat, serta menerapkan dan menegakkan peraturan keamanan kebakaran…
…Dan mengumpulkan, menjatuhkan hukuman mati, dan menyalib kaum Kristen yang kala itu dibenci. Juga, mencaplok reruntuhan hangus Kota Abadi sebagai tempat untuk membangun Rumah Kencananya. !break!
"Apa yang lebih buruk daripada nero?" tulis pujangga Martialis, yang hidup sezaman dengan sang kaisar. Tetapi, baris berikutnya: "Apa yang lebih baik dari permandian Nero?"
Pada 2007, saat melakukan kajian dampak untuk jalur baru kereta bawah tanah yang akan menembus jantung kota, arkeolog Roma bernama Fedora Filippi sedang menggali tepat di bawah jalan Corso Vittorio Emanuele II yang ramai ketika menemukan dasar sebuah tiang. Setelah menggali lebih jauh, Filippi menemukan serambi bertiang—dan di dekatnya, tepi kolam. Lebih dari setahun dia melakukan analisis stratigrafi dan menelaah naskah sejarah, sampai akhirnya menyimpulkan bahwa yang ditemukannya adalah gimnasium umum nan luas, yang dibangun Nero beberapa tahun sebelum Kebakaran Besar pada 64.
"Gimnasium ini bagian dari perubahan besar yang dilakukan Nero di Roma," kata Filippi. "Dia memperkenalkan konsep budaya Yunani—dan gagasan mendidik pikiran dan raga kaum muda. Sebelumnya, permandian seperti ini hanya untuk aristokrat. Ini mengubah hubungan sosial karena menempatkan semua orang di tingkat yang sama, dari senator hingga tukang kuda."
Nero ibarat granat yang dilemparkan ke tatanan sosial yang memang semrawut. Meski ada pertalian darah dengan Augustus dari sisi keluarga ayah maupun ibunya, penampilannya tidak mirip orang Romawi: rambut pirang, mata biru, dan muka bintik-bintik, lebih cakap di bidang seni daripada perang. Ibunya yang licik dan ambisius, Agrippina, dituduh bersekongkol membunuh kakaknya, Caligula, dan mungkin kemudian membunuh suami ketiganya, Claudius, dengan jamur beracun. Agrippina mencanangkan Nero sebagai penerus takhta yang layak, dan pada 54 M, tak lama sebelum menginjak usia 17, dia pun naik takhta.!break!
Masa kekuasaan awal Nero gemilang. Dia melarang pengadilan rahasia dari zaman Claudius, memberi grasi, dan saat diminta menandatangani surat perintah hukuman mati, mengeluh, "Andai aku tak pernah belajar menulis!" Dia mengadakan makan malam resmi bersama pujangga, rajin latihan bermain lira dan menyanyi. "Terutama, dia terobsesi ingin populer," tulis biografernya Suetonius. Tetapi, profesor di bidang Yunani dan Romawi kuno dari Princeton, Edward Champlin, berpendapat bahwa persona Nero lebih rumit. Dalam buku revisionis yang ditulisnya, Nero, Champlin menggambarkan subjeknya sebagai "seniman dan penghibur tak kenal lelah yang kebetulan juga kaisar Romawi" dan "ahli humas yang mendahului zamannya dan memiliki pemahaman cerdas tentang keinginan rakyat, sering sebelum rakyat sendiri menyadarinya." Misalnya, Nero memperkenalkan "Neronia"—lomba puisi, musik, dan atletik bergaya Olimpiade. Namun, hal yang menyenangkan rakyat tidak selalu menyenangkan elite Romawi. Ketika Nero mengharuskan senator berlomba di sisi rakyat jelata di pertandingan umum lain, masa keemasannya mulai dihiasi ketegangan.
"Ini hal baru, seperti kaum muda zaman sekarang dengan media sosial, ketika tiba-tiba segala hal pribadi dipamerkan," kata arkeolog Heinz-Jürgen Beste. "Nero seorang seniman, yang menjadi perwujudan berbagai perubahan. Seperti permandiannya—dan komentar Martialis tentang itu—inilah polaritas Nero. Dia menciptakan sesuatu yang belum pernah ada: tempat umum bersimbah cahaya yang bukan hanya untuk mandi, melainkan juga dihiasi patung, lukisan dan buku, tempat orang bersosialisasi dan mendengar pembacaan puisi. Ini menciptakan situasi sosial yang baru."
Selain Gymnasium Neronis, gedung umum yang dibangun kaisar muda ini antara lain amfiteater dan pasar daging. Juga, usulan kanal yang menghubungkan Napoli ke pelabuhan Roma di Ostia untuk menghindari arus laut yang tak tentu dan memastikan transportasi aman untuk persediaan makanan kota. Upaya seperti ini memakan biaya, yang biasanya diperoleh kaisar Romawi dengan menjarah negara lain. Tetapi, masa kekuasaan Nero yang tanpa perang menutup pilihan ini.