Nero tak Sejahat Itu?

By , Rabu, 27 Agustus 2014 | 14:08 WIB

Di bawah Bukit Oppio di Roma, kini merupakan taman umum sederhana yang dikotori coretan asal-asalan. Taman itu menjadi tempat para pemuda menendang-nendang bola, pasangan lansia berjalan-jalan bersama anjing mereka, dan gelandangan membuat perapian arang. Akan tetapi, di sini juga terkubur sebagian istana terbesar dalam sejarah Kota Abadi ini.

Istana itu bernama Domus Aurea, atau Rumah Kencana, yang didirikan oleh dan untuk Nero. Ketika dunia gila sang kaisar berusia 30 tahun itu porak-poranda pada 68 M, dan dia memerintahkan seorang warga menikamkan pisau ke lehernya, konon sambil berkata, "Betapa hebat seniman yang mati dalam diriku," istananya mungkin bahkan belum rampung. Beberapa kaisar setelahnya merombaknya, atau tak menghiraukannya. Pada tahun 104, Traianus menggunakan tembok dan ruang bawah tanah istana itu untuk dijadikan fondasi yang sesuai untuk permandiannya yang terkenal. Selama 1.400 tahun berikutnya, istana yang terkubur itu terlupakan sama sekali.

Sekitar tahun 1480, beberapa orang mulai menggali di Bukit Oppio dan menemukan reruntuhan yang mereka kira sisa-sisa Permandian Titus. Salah satu penggali ter­jeblos di tanah, mendarat di tumpukan puing-puing, dan tahu-tahu sedang memandang langit-langit yang masih dipenuhi lukisan dinding mewah. Para seniman besar zaman Renaisans—Raphael, Pinturicchio, Giovanni da Udine—turun ke lubang itu untuk mempelajari (dan kemudian menirunya di berbagai istana, dan di Vatikan) motif hiasan berulang yang kelak dinamai grotesque, berdasarkan kondisi Domus Aurea yang mirip grotto atau gua kecil. Semakin banyak menggali, semakin banyak penemuan menakjubkan: lorong-lorong panjang bertiang yang menghadap tempat yang dulu berupa taman luas dan danau buatan; sisa-sisa emas dan serpih marmer yang ditambang dari Mesir dan Timur Tengah yang dulu melapisi dinding dan langit-langit lengkung; dan ruang oktagon megah beratap kubah, yang dibangun enam puluh tahun sebelum rampungnya Pantheon zaman Hadrianus yang dielu-elukan.

Saat ini, Domus Aurea ditutup bagi umum sampai pemberitahuan selanjutnya. Staf datang setiap hari untuk merawat lukisan dinding dan menambal kebocoran. Kegiatan di Rumah Kencana itu dipimpin arsitek Romawi bernama Luciano Marchetti. Pada suatu pagi, Marchetti berdiri di dalam kegelapan bawah tanah yang dingin di ruang oktagon di ujung timur kompleks istana. Dia memandang langit-langit lengkung segi delapan, 15 meter dari sudut ke sudut, ditopang dari luar oleh lengkung ruang-ruang sebelah, dan karenanya melayang tanpa penopang yang terlihat.

"Saya sangat tersentuh melihatnya," ujarnya sambil menunjuk susunan batu mendatar tanpa penopang di atas pintu. "Ini kecanggihan arsitektur yang belum pernah terlihat."

Sambil menghela napas, sang arsitek meng­gumamkan kalimat Latin: Damnatio memoriae. 'Dihapus dari ingatan'—nasib istana tersebut, maupun prestasi pemiliknya.!break!

Tepat di sebelah barat daya sayap Domus Aurea, terdapat Colosseum. Lokasinya hanya di seberang jalan raya Roma yang selalu ramai, dan tepat di atas danau buatan Nero. Amfiteater sohor ini dibangun oleh Vespasianus pada tahun-tahun setelah Nero bunuh diri. Rupa­nya, tempat itu dinamai berdasarkan patung perunggu Nero setinggi 30 meter lebih, yang menampilkannya sebagai dewa matahari—Colossus Neronis—yang dulu menjulang di atas lembah. Kini, Colosseum dikunjungi lebih dari 10.000 wisatawan setiap hari. Dari penjualan tiket Colosseum, sebagian kecil digunakan untuk mendanai pemugaran istana yang lembap dan tertutup di seberang jalan. Prosesnya masih terus berlangsung.

Tepat di sebelah barat Colosseum terhampar reruntuhan kerajaan mewah di Bukit Palatino. Pada April 2011, Badan Pengawas Khusus Pusaka Arkeologi Roma membuka pameran di Bukit Palatino, khusus tentang Nero. Untuk pertama kalinya, dipajang berbagai karya arsitektur dan budaya dari raja monster itu. Di Bukit Palatino disingkapkan pula ruangan yang baru-baru ini digali. Ruangan itu dipercaya ba­nyak pihak sebagai coenatio rotunda Nero yang terkenal, yaitu ruang makan berputar dengan pe­mandangan luas ke Perbukitan Albani. Pe­nyelenggara pameran sudah tahu bahwa acara tentang Nero yang terkenal jahat itu pasti memikat pe­ngunjung. Namun, mereka tidak mengira jumlahnya lebih besar daripada pameran mana pun sejak badan pengawas itu menyelenggarakan pameran pertama sepuluh tahun silam.

"Dia memang topik film yang laris manis," ko­mentar Roberto Gervaso, penulis novel biografi yang terbit pada 1978, Nerone. "Pro­duser membuat banyak film tentang Nero, tetapi selalu terpancing menjadikannya sebagai kari­katur. Padahal tidak perlu begitu—orangnya sendiri memang sudah mirip karikatur. Ke­bejatan yang indah seperti itu menarik bagi penulis biografi."

Kami duduk di luar, hanya seratus meter dari Domus Aurea, di restoran Osteria da Nerone. Restoran ini merupakan salah satu dari sedikit bangunan di Roma yang menyandang nama sang kaisar. "Dia memang monster. Tetapi, dia memiliki aspek-aspek lain. Dan orang-orang sebelum dan setelahnya tidaklah lebih baik. Pada zaman sekarang pun dia terhitung radikal, lebih maju dari zamannya."

"Saya menulis buku itu persis 35 tahun yang lalu karena ingin memulihkan reputasinya. Mungkin Anda bisa lebih berhasil."!break!

Yah. Tidak mudah "memulihkan reputasi" seseorang yang, menurut laporan sejarah, memerintahkan pembunuhan istri pertamanya, Octavia; menendangi istri keduanya, Poppaea, sampai mati ketika sedang hamil; mengatur pembunuhan ibunya, Agrippina Muda (mungkin setelah bersetubuh dengannya); juga mungkin membunuh adik tirinya, Britannicus; menyuruh mentornya Seneca bunuh diri (yang dilakukannya dengan khidmat); mengebiri lalu menikahi seorang remaja lelaki; memimpin pembakaran Roma pada tahun 64 M. Kemudian, dia menimpakan kesalahan kepada sekelompok orang Kristen (termasuk Santo Petrus dan Paulus), yang dikumpulkan dan dipenggal kepalanya atau disalib dan dibakar untuk menerangi festival kekaisaran. Argumen bahwa Nero adalah perwujudan iblis tampaknya tak terbantahkan. Namun…

Sudah hampir pasti bahwa Senat Romawi me­merintahkan pemusnahan pengaruh Nero untuk alasan politik. Mungkin karena kematiannya disambut oleh ungkapan duka masyarakat yang begitu luas, sehingga penerusnya Otho buru-buru mengubah namanya menjadi Otho Nero. Mungkin karena begitu lama orang berduka terus-menerus membawa bunga ke pusaranya, dan tempat itu konon dihantui, hingga, pada 1099, gereja didirikan di atas makamnya di Piazza del Popolo. Atau mungkin karena penampakan "Nero palsu" dan keyakinan teguh bahwa raja bocah itu kelak akan kembali kepada rakyat yang begitu mencintainya.

Orang mati tidak menulis sejarahnya sendiri. Dua penulis biografi pertama Nero, Suetonius dan Tacitus, memiliki pertalian dengan elite Senat, dan mencatat masa kekuasaannya dengan kebencian yang menggebu-gebu. Di kemudian hari muncul pengutukan melodramatis: Nero versi pelawak Ettore Petrolini sebagai orang gila yang meracau, versi Peter Ustinov sebagai pembunuh yang pengecut, dan citra Nero yang mengerikan dan langgeng, yaitu bermain biola sementara Roma terbakar. Yang terjadi seiring waktu bukan hanya penghapusan, melainkan juga demonisasi. Penguasa yang begitu kom­pleks kini hanya dianggap binatang buas.!break!

"Kini kita mengutuk perbuatannya," kata wartawan arkeologi Marisa Ranieri Panetta. "Tetapi, lihat kaisar besar Kristen, Konstantinus. Dia memerintahkan pembunuhan anak per­tama­nya, istri keduanya, dan ayah mertuanya. Kita tidak bisa menyebut yang satu santo dan lainnya i­­blis. Lihat Augustus, yang meng­hancurkan kelas penguasa dengan daftar hitamnya. Sungai darah mengalir di Roma, tetapi Augustus dapat meluncurkan pro­pa­ganda efektif untuk semua tindakannya. Dia memahami media. Jadilah Augustus agung, kata orang. Suara-suara seperti Panetta itu kian banyak jumlahnya, yang mendorong pe­rombakan pendapat tentang Nero. Tetapi, tidak semua orang sepakat.

"Pemulihan reputasi ini—pro­ses sekelompok kecil sejarawan yang berusaha mengubah aristokrat menjadi pria terhormat—menurut saya kegiatan bodoh," kata arkeolog Romawi terkenal, Andrea Carandini. "Misal­nya, ada beberapa cendekiawan serius yang kini berkata bahwa kebakaran itu bukan salah Nero. Tetapi, bagaimana bisa dia membang­un Domus Aurea tanpa kebakaran itu? Coba jelaskan kepada saya. Baik kebakaran itu disulut olehnya atau tidak, dia jelas diuntungkan."

Logika Carandini layak direnungkan—Nero diuntungkan oleh kebakaran itu, jadi dialah penyebab kebakaran itu—karena si jago merah yang merusak atau menghancurkan 10 dari 14 wilayah Roma ini penting dalam mitologi tentang Nero. "Bahkan Tacitus, si penuduh besar Nero, menulis bahwa tidak ada yang tahu apakah Roma dibakar dengan sengaja atau tidak," sanggah Ranieri Panetta. "Kebakaran Besar terjadi pada masa kekuasaan hampir semua kaisar." Kebetulan pula Nero tidak sedang berada di Roma saat Kebakaran Besar itu dimulai. Ketika kebakaran sedang terjadi, dia bergegas pulang ke Roma. Dan, meskipun tampaknya Nero memang senang bermain alat musik ber­dawai yang disebut kithara, tulisan pertama yang menyatakan dia bermain kithara sambil menonton api melahap kota ditulis oleh Cassius Dio, seabad setengah setelah kejadiannya. Tacitus, yang hidup sezaman dengan Nero, menulis bahwa sang kaisar memerintahkan agar gelandangan ditampung, menawarkan insentif tunai bagi pihak-pihak yang dapat membangun kembali kota dengan cepat, serta menerapkan dan menegakkan peraturan keamanan kebakaran…

…Dan mengumpulkan, menjatuhkan hukum­an mati, dan menyalib kaum Kristen yang kala itu dibenci. Juga, mencaplok re­runtuhan hangus Kota Abadi sebagai tempat untuk membangun Rumah Kencananya. !break!

"Apa yang lebih buruk daripada nero?" tulis pujangga Martialis, yang hidup sezaman dengan sang kaisar. Tetapi, baris berikutnya: "Apa yang lebih baik dari permandian Nero?"

Pada 2007, saat melakukan kajian dampak untuk jalur baru kereta bawah tanah yang akan menembus jantung kota, arkeolog Roma bernama Fedora Filippi sedang menggali tepat di bawah jalan Corso Vittorio Emanuele II yang ramai ketika menemukan dasar sebuah tiang. Setelah menggali lebih jauh, Filippi menemukan serambi bertiang—dan di dekatnya, tepi kolam. Lebih dari setahun dia melakukan analisis strati­grafi dan menelaah naskah sejarah, sampai akhirnya menyimpulkan bahwa yang ditemu­kannya adalah gimnasium umum nan luas, yang dibangun Nero beberapa tahun sebelum Kebakaran Besar pada 64.

"Gimnasium ini bagian dari perubahan besar yang dilakukan Nero di Roma," kata Filippi. "Dia memperkenalkan konsep budaya Yunani—dan gagasan mendidik pikiran dan raga kaum muda. Sebelumnya, permandian seperti ini hanya untuk aristokrat. Ini mengubah hubungan sosial karena menempatkan semua orang di tingkat yang sama, dari senator hingga tukang kuda."

Nero ibarat granat yang dilemparkan ke tatan­an sosial yang memang semrawut. Meski ada pertalian darah dengan Augustus dari sisi keluarga ayah maupun ibunya, penampilannya tidak mirip orang Romawi: rambut pirang, mata biru, dan muka bintik-bintik, lebih cakap di bidang seni daripada perang. Ibunya yang licik dan ambisius, Agrippina, dituduh bersekongkol membunuh kakaknya, Caligula, dan mungkin kemudian membunuh suami ketiganya, Claudius, dengan jamur beracun. Agrippina mencanangkan Nero sebagai penerus takhta yang layak, dan pada 54 M, tak lama sebelum menginjak usia 17, dia pun naik takhta.!break!

Masa kekuasaan awal Nero gemilang. Dia me­larang pengadilan rahasia dari zaman Claudius, memberi grasi, dan saat diminta me­nandatangani surat perintah hukuman mati, mengeluh, "Andai aku tak pernah belajar menulis!" Dia mengadakan makan malam resmi bersama pujangga, rajin latihan bermain lira dan menyanyi. "Terutama, dia terobsesi ingin populer," tulis biografernya Suetonius. Tetapi, profesor di bidang Yunani dan Romawi kuno dari Princeton, Edward Champlin, ber­pendapat bahwa persona Nero lebih rumit. Dalam buku revisionis yang ditulisnya, Nero, Champlin menggambarkan subjeknya sebagai "seniman dan penghibur tak kenal lelah yang kebetulan juga kaisar Romawi" dan "ahli humas yang mendahului zamannya dan memiliki pemahaman cerdas tentang keinginan rakyat, sering sebelum rakyat sendiri menyadarinya." Misalnya, Nero memperkenalkan "Neronia"—lomba puisi, musik, dan atletik bergaya Olimpiade. Namun, hal yang menyenangkan rakyat tidak selalu menyenangkan elite Romawi. Ketika Nero mengharuskan senator berlomba di sisi rakyat jelata di pertandingan umum lain, masa keemasannya mulai dihiasi ketegangan.

"Ini hal baru, seperti kaum muda zaman sekarang dengan media sosial, ketika tiba-tiba segala hal pribadi dipamerkan," kata arkeolog Heinz-Jürgen Beste. "Nero seorang seniman, yang menjadi perwujudan berbagai perubahan. Seperti permandiannya—dan komentar Martialis tentang itu—inilah polaritas Nero. Dia menciptakan sesuatu yang belum pernah ada: tempat umum bersimbah cahaya yang bukan hanya untuk mandi, melainkan juga dihiasi patung, lukisan dan buku, tempat orang bersosialisasi dan mendengar pembacaan puisi. Ini menciptakan situasi sosial yang baru."

Selain Gymnasium Neronis, gedung umum yang dibangun kaisar muda ini antara lain amfiteater dan pasar daging. Juga, usulan kanal yang menghubungkan Napoli ke pelabuhan Roma di Ostia untuk menghindari arus laut yang tak tentu dan memastikan transportasi aman untuk persediaan makanan kota. Upaya seperti ini memakan biaya, yang biasanya diperoleh kaisar Romawi dengan menjarah negara lain. Tetapi, masa kekuasaan Nero yang tanpa perang menutup pilihan ini.

Sebagai gantinya, dia me­milih menghujani orang kaya dengan pajak bumi dan bangun­an—dan untuk pembangunan kanal kapal besar­nya, dia menyita tanah mereka. Senat tidak membiarkannya. Nero berusaha sebisa­nya mengakali para senator—"Dia sering membuat kasus palsu untuk menyeret orang kaya ke pengadilan dan menjatuhkan denda besar," kata Beste—tetapi musuh Nero ber­tambah dengan cepat. Salah satunya adalah ibunya, Agrippina, yang tidak suka kehilangan pengaruh dan karenanya mungkin berkomplot untuk menempatkan anak tirinya, Britannicus, sebagai penerus takhta yang sah. Musuh lain Nero adalah penasihatnya Seneca, yang diduga terlibat dalam persekongkolan untuk membunuh Nero. Pada 65 M, ibu, adik tiri, dan penasihat sudah dibunuh semua.!break!

Ketika berada di kota Roma sembari mem­bahas sang kaisar terakhir dinasti Julius-Claudius bersama cendekiawan dan tokoh politik, orang tergoda membandingkan kebesaran Nero dengan penampilan seorang pemimpin Italia yang jatuh baru-baru ini.

"Nero itu bodoh dan megalomaniak, te­tapi orang bodoh juga bisa memesona dan menarik," kata Andrea Carandini. "Hal yang dicipta­kannya, yang dicontoh oleh semua demagog setelah dirinya, adalah bahwa dia menghargai rakyat jelata. Sangatlah berarti bahwa dia mengundang semua warga kota ke Domus Aurea, yang meliputi sepertiga wilayah kota itu, dan menyelenggarakan pentas besar. Ini televisi! Dan Silvio Berlusconi melakukan hal yang persis sama, menggunakan media untuk menjalin kedekatan dengan rakyat jelata."

Seluruh kompleks istana itu ditata seperti pentas, dengan hutan, danau, dan promenade yang boleh dikunjungi siapa saja. Tetapi, revisionis Nero, Ranieri Panetta, mengakui, "ini menimbulkan skandal, karena wilayah Roma yang seluas itu hanya milik satu orang. Ini bukan masalah kemewahannya—rumah seindah istana bertebaran di seluruh Roma selama berabad-abad. Ini masalah ukurannya. Ada corat-coret: 'Warga Romawi, tidak ada tempat lagi untukmu, kau pindah saja ke [desa tetangga] Veio.'" Meskipun sangat terbuka, pada akhir­nya Domus Aurea melambangkan kekuasaan tak terbatas satu orang, sampai ke material yang membangunnya. "Tujuan menggunakan mar­mer begitu banyak bukan hanya untuk pamer kekayaan," kata Irene Bragantini, pakar lukisan Romawi. "Semua marmer berwarna ini berasal dari berbagai pelosok kekaisaran yang lain—dari Asia Kecil, Afrika, dan Yunani. Tujuannya adalah menunjukkan bahwa dia bukan hanya mengendalikan rakyat, melainkan juga sumber dayanya. Dalam rekonstruksi saya, yang terjadi pada zaman Nero adalah bahwa untuk pertama kalinya terdapat kesenjangan besar antara kelas menengah dan kelas atas, karena hanya kaisar yang berkuasa untuk memberi marmer."

Paradoks mulai membentuk masa ke­kuasaan Nero. Dia menjadi penghibur utama rakyat, tetapi kian meninggikan diri. "Sambil me­misahkan diri dari Senat dan ber­usaha men­dekati rakyat, dia memusatkan ke­kuasaannya bagaikan firaun Mesir," kata Ranieri Panetta.

"Dia ingin dekat dengan rakyat," kata profesor arsitektur Yunani dan Romawi, Alessandro Viscogliosi, yang merancang rekonstruksi 3-D Domus Aurea dengan komputer. "Tetapi sebagai dewa mereka, bukan teman mereka."!break!

Suatu malam saya sedang menikmati santapan di enoteca (penyimpanan anggur) megah di dekat Piazza Navona yang bernama Casa Bleve. Manajernya menawarkan untuk meng­ajak saya ke gudang anggur bawah tanah. Di sekeliling rak botol Barolo dan Chianti ter­dapat sisa-sisa batu bangunan kuno.

Saya kemudian menyebutkan hal ini kepada arkeolog Filippi. Komentarnya tentang peninggalan Roma yang langgeng ini, "Segala sesuatu di bawah wilayah itu adalah Campo Marzio, daerah kota yang sedang dibangun Nero." Menemukannya tergantung nasib—jatah bagi pe­kerja jalur kereta api bawah tanah dan renovasi rubanah. Selain itu, kebesaran arsitektur dari masa kekuasaan Nero akan tetap terkubur di bawah selama berabad-abad.

Di seluruh bekas kekaisaran ini, ada satu tempat yang memilih merayakan Nero: Anzio, pantai terkenal untuk prajurit Amerika dalam Perang Du­nia II. Di sinilah Nero lahir dan memiliki vila lain—kini sebagian besar terendam air, tetapi berbagai artefak dari kompleks itu disimpan di museum setempat. Pada 2009, wali kota Anzio, Luciano Bruschini, meng­umumkan niatnya untuk memesan pem­buatan patung bagi sang putra daerah kondang yang dilahirkan di kota itu. Patung itu diresmikan pada 2010. Sekarang terletak di tepi laut, menampilkan sang kaisar pada usia awal 20-an yang memukau. Tingginya sekitar dua meter, berdiri di atas tiang dengan mengenakan toga. Matanya tajam sementara tangan kanannya terulur dan menunjuk ke per­airan penuh misteri. Plakatnya mencantumkan nama gelarnya secara lengkap dalam bahasa Italia—Nerone Claudio Cesare Augusto Germanico—dan mengabadikan kelahirannya di sini, Anzio, pada 15 Desember 37. Lalu, setelah menjabarkan garis keturunannya, plakat itu berbunyi: "Selama masa kekuasaannya, ke­kaisaran Romawi menikmati masa damai, ke­megahan, dan reformasi penting." !break!

Bruschini berkata kepada saya pada suatu pagi di kantornya. "Saya meng­anggap Nero kaisar yang baik, bahkan hebat, dan mungkin yang paling dicintai di seluruh kekaisaran itu. Dia reformator besar. Para se­nator waktu itu kaya, dan memiliki budak. Nero mengambil dari mereka dan memberi kepada orang miskin. Dia sosialis pertama!"

Bruschini tersenyum dan melanjutkan, "Setelah terpilih, saya memutuskan untuk me­mulihkan reputasi Nero. Kami memajang poster yang berbunyi: 'Anzio, Kota Nero.' Sebagian orang berkata, 'Tetapi, Pak Wali Kota, dia mem­bunuh banyak orang Kristen.' Kata saya, 'Hanya beberapa, tidak sampai ribuan orang, seperti yang dibunuh kaisar Romawi setelahnya.'"

Kadang-kadang dia menyimak komentar wisata­wan yang membaca plakat—"kedamaian, kemegahan, dan reformasi penting"—dan bergumam, "Omong kosong." Mereka orang yang percaya mitos sampai akhir hayat, Bruschini menyimpulkan. Sama seperti orang yang percaya omong kosong tentang Nero yang bermain biola sementara Roma terbakar, dan orang yang tidak memahami tragedi hari terakhir Nero: penguasa yang terpaksa kabur. Akan tetapi, Raja bocah itu kini sudah pulang.

—Robert Draper adalah penulis kontributor untuk majalah ini. Untuk menangkap Roma secara visual, Richard Barnes memotret arsitektur kuno dan Alex Majoli menampilkan kehidupan zaman modern.