Tangga terakhir turun ke paviliun terendah dan lorong gelap yang berujung di lubang sumur. Saat berdiri di bibir sumur, saya memandang dasarnya yang sedikit lembap. Lalu saya menengadah: lapis demi lapis ukiran batu menjulang 27 meter ke langit, ke lingkaran cahaya di kejauhan. Di tiga tingkat terbawah, yang dulu tentunya sering terendam air, Wisnu berbaring tidur di atas punggung ular Shesha.!break!
"Rani ki Vav menekankan kesucian air," Nauriyal menerangkan. "Dulu ada keyakinan bahwa jika ada Dewa Wisnu dalam bentuk ini, air di sini tidak akan pernah kering." Namun, ternyata kering juga. Perkembangan pertanian dan, mungkin, iklim yang lebih panas menurunkan aras air tanah.
Masih dalam minggu itu, saya menyaksikan Justin Barton dari CyArk tengah menyusun keping-keping pertama. Tiang dan balok berwarna aneh bermunculan di layar. Warnanya—kehijauan di wilayah paling terang, berangsur berubah menjadi berbagai nuansa jingga dan kuning—menandakan reflektivitas, atau seberapa mudah laser terpantul kembali. Barton mengambil gambar itu dengan kursor dan memutarnya seperti balok permainan Lego, memasangnya ke dalam model. Dia juga mencari "bayangan"—tempat yang terlewat oleh sinar pemindai—dan jejak "ghosting": "hantu" yang berdiri di tangga ternyata saya sendiri. Dengan beberapa klik saja, saya dihapus dari pindaian.
Di Glasgow simulasi ini akan dirampungkan, bergabung dengan seratus simulasi lain yang tersimpan dalam gudang digital CyArk. "Begitu banyak pusaka yang hilang setiap hari," kata Barton, "akibat perang dan agresi manusia, perubahan lingkungan, dan gerusan waktu."
Baru-baru ini, Scottish Ten merampungkan pekerjaan di Makam Qing Timur, sebuah nekropolis kerajaan yang megah di negeri Cina. Selama lima tahun ke depan, CyArk dan mitranya bertekad untuk memindai 500 situs pusaka budaya. Akan tetapi, proyeknya tidak harus berskala besar: gereja bersejarah dan bangunan lain di sepanjang jalan El Camino Real di California pun dimasukkan ke dalam daftar harta pusaka yang akan dilestarikan secara digital.
"Setiap hari, ada saja tempat baru yang kian menua," komentar Barton. "Ini adalah pekerjaan tanpa akhir."
George Johnson menulis sembilan judul buku. Buku terbarunya adalah The Cancer Chronicles.