Hidup Setelah Mati

By , Rabu, 22 Juli 2015 | 16:54 WIB

Di pusat konvensi yang luas di St. Charles, Missouri, saya berjalan melewati zebra yang menghembalangkan singa betina lima meter ke udara dan hiu putih ukuran sebenarnya yang mengejar bayi anjing laut. Predator besar di dunia satwa—singa , puma, macan tutul, serigala—berjajar di lorong pameran itu bersama dengan kerbau afrika, antelop, dan ular derik.

Saat pengunjung tiba di Kejuaraan Dunia Taksidermi, mereka melewati jerapah yang leher dan kepalanya diatur seolah-olah sedang minum. Jerapah itu tidak ada tubuhnya; di dalam lehernya terdapat tablo tiga jerapah mini sedang mengunyah pucuk pohon mungil dengan santai.

Tidak setiap hasil taksidermi layak disebut karya seni. Namun, seiring perkembangan seni taksidermi, bidang ini menjadi paradoks dalam pelestarian margasatwa: orang yang memburu margasatwa kadang juga menjadi pelindungnya.

Seorang anak penggemar taksidermi yang bernama Theodore Roosevelt setelah dewasa gemar berburu hewan besar. Dia juga ikut men­­dirikan masyarakat pelestarian hewan buruan yang menjadi dasar bagi pelestarian marga­satwa AS saat ini. Selama bertahun-tahun, saya menyelidiki kejahatan margasatwa internasional, mengungkap pembantaian melalui artikel, film dokumenter, dan buku. Tetapi, masa kecil saya sebagai tukang pengawet binatanglah yang membuat saya menggeluti bidang ini.

 !break!

Sejak tahun 1800-an, ketika para pemburu membawa hasil buruannya ke tukang jok untuk diawetkan, taksidermi sudah memainkan peran penting dalam konservasi. Jika dilakukan dengan baik, kita berkesempatan melihat langsung makhluk yang mungkin tidak pernah kita jumpai di alam liar.

Kita dapat melihatnya tanpa terhalang jeruji kebun binatang, dalam pose yang wajar seperti di alam—dan “peng­alaman itu terasa alami,” kata Timothy Bovard, ahli taksidermi di Natural History Museum Los Angeles County. Itulah sebabnya, setelah bertahun-tahun menulis tentang kejahatan terhadap margasatwa, saya datang ke ajang pertemuan global para pentolan taksidermi ini untuk mencari suasana baru—tetapi malah mendengar seorang wanita berteriak pada Wendy Christensen, “Ini ilegal!”

Pengunjung yang marah itu menunjuk seekor gorila dataran rendah awetan yang sedang diatur bulu tangannya oleh ahli taksidermi Christensen. “Saya pernah ke Rwanda,” teriak wanita itu, “dan saya tahu bahwa gorila merupakan satwa yang dilindungi!”

Christensen adalah seorang wanita mengesankan yang rambut pirangnya—tidak mungkin luput dari perhatian—tersisir rapi mirip bulu gorilanya. Dia dengan tenang men­jelaskan kepada penuduh itu bahwa gorila Samson dahulu merupakan bintang per­tunjukan di Kebun Binatang Milwaukee selama tiga dekade. Pengunjung itu meminta maaf, dan terperangah saat mendengar penjelasan Christensen selanjutnya: Hewan tersebut,  gorila yang mewakili sosok Samson, tidak secuil pun mengandung bagian tubuh gorila yang sebenarnya.

!break!

Pada akhir 1800-an pandangan Manifest Destiny di Amerika menyebabkan margasatwa yang melimpah di Amerika berkurang dengan cepat. Pemburu komersial profesional mem­bantai margasatwa secara besar-besaran untuk memenuhi kebutuhan bulu, restoran, topi wanita, dan bidang lainnya. Tanpa khawatir punah, orang Amerika membunuh jutaan bison demi uang dan hiburan, sehingga pada akhir abad ke-19 hanya tersisa beberapa ratus ekor.

Merpati passenger dulu merupakan burung yang terbanyak jumlahnya di Amerika. Pada 1878, pemburu yang memasok daging ke  restoran menembaki kawanan besar burung itu di luar Petoskey, Michigan, dan membunuh sekitar 1 miliar burung dalam beberapa minggu. Pada 1914, merpati passenger terakhir Amerika mati (dan diawetkan oleh ahli taksidermi Smithsonian Institute).

Banyak spesies yang diburu hingga terancam punah di AS saat itu, seperti halnya keadaan margasatwa di Asia dan Afrika saat ini.

Teddy Roosevelt adalah naturalis sekaligus pemburu, seperti halnya teman-teman yang dikumpulkannya pada akhir tahun 1887. Mereka mendirikan Boone and Crockett Club (dari nama pahlawan masa kecil Roosevelt) dengan tujuan yang saling berkaitan: menggalakkan upaya konservasi margasatwa federal dan memastikan ketersediaan pasokan hewan buruan. Klub ini mendirikan New York Zoological Society, yang kelak berubah menjadi Wildlife Conservation Society. John Muir, salah satu teman Roosevelt, mengikuti jalannya dengan mendirikan Sierra Club. Salah satu anggota berpengaruh di Boone and Crockett Club adalah William T. Hornaday, yang menjabat sebagai direktur Kebun Binatang Bronx—dan kepala taksidermi di Smithsonian.