Di Bawah Tanah London

By , Jumat, 29 Januari 2016 | 09:00 WIB

Di dalam sebuah laboratorium di bagian atas Museum of London Archaeology (MO-LA), sang konservator Luisa Duarte membersihkan dengan cermat sebuah fresco besar dari abad pertama yang telah dibawa ke museum itu. Lukisan ini ditemukan di sebuah tempat pembangunan gedung di Lime Street, di jantung distrik finansial kota. Pekerja bangunan yang tengah menggali tanah untuk membuat pondasi sebuah blok gedung perkantoran berlantai 38 menemukan puing-puing bangunan dari masa awal kekuasaan bangsa Romawi di dae-rah itu. Para ahli di museum memerkirakan potongan batu itu berasal dari sekitar tahun 60 Masehi, sehingga ini adalah salah satu fresco Romawi paling kuno yang pernah ditemukan di London. Ukuran panjangnya yang nyaris tiga meter dan tinggi hampir dua meter membuatnya juga menjadi salah satu fresco paling besar dan utuh.

“Siapa pun yang memerintahkan pembuat-annya pastilah sangat kaya,” ujar Duarte de-ngan pisau palet di tangan dan dengan hati-hati mencungkil bongkahan kecil tanah lembap yang masih menempel di permukaan fresco.

Para arkeolog meyakini bahwa fresco itu menghiasi sebuah gedung yang dihancurkan pada pergantian ke abad kedua Masehi untuk memberi tempat bagi basilika dan forum (tempat umum yang luas sebagai pusat bisnis) baru yang megah. Inilah tempat yang memiliki bangunan terbesar yang pernah dibangun orang Romawi di sebelah utara Pegunungan Alpen dan lebih besar dibandingkan Katedral St. Paul yang ada sekarang. Seluruh lingkungan di sekitarnya diratakan dengan tanah dan bangunan berkonsep baru milik generasi berikutnya pun dibangun di atasnya. Ini proyek pembaruan urban pertama dari banyak proyek lain selama 1.900 tahun berikutnya.

Kupaslah trotoar kota tua besar seperti London dan kita akan menemukan berbagai hal, mulai dari fresco Romawi abad pertama sampai sepasang sepatu seluncur es abad pertengahan-. Sebagai salah satu ibu kota tertua di Eropa, London telah lama ditinggali dan dibangun berkali-kali oleh orang masa Romawi, Saxon, Norman, Tudor, Georgia, Regency, dan Victoria. Setiap masa menambah tinggi tumpukan. Kini, kota modern berada di atas bolu lapis arkeologi setinggi hingga sembilan meter.

London adalah kota metropolis yang sibuk dengan penduduk lebih dari delapan juta, penuh dengan jalanan ramai, gedung pencakar langit, dan arsitektur monumental. Bagi arkeolog, ini menjadi tantangan tersendiri. Peluang untuk menyingkap tabir beton dan memeriksa tanah penuh artefak cenderung sedikit dan singkat. Namun, maraknya proyek pembuatan tengara serta pesatnya pemba-ngunan gedung di jantung arkeologis London memberikan kesempatan yang belum pernah ada untuk mengintip ke balik permukaan, menelusuri dalam-dalam masa lalu kota.

Pengangkatan benda-benda arkeologis yang terjadi karenanya pun begitu melimpah ruah. Di antaranya ada jutaan artefak yang mencakup sejarah manusia yang sangat panjang di sepanjang Sungai Thames----—mulai dari awal masa Mesolitikum sekitar 11.000 tahun yang lalu sampai akhir masa Victoria di penghujung abad ke-19. Penemuan yang ada juga mencakup tulang belulang ribuan rakyat jelata London yang meninggal dan dikuburkan di pemakaman yang telah dibangun dan kemudian terlupakan berabad-abad silam.

“Ekskavasi ini telah memberi kita potongan-potongan gambar  menarik tentang kehidupan warga London dari masa ke masa,” ujar Don Walker, ahli osteologi atau spesialis tulang manusia bagi MOLA. “Ini membuat kita menyadari bahwa kita semua hanyalah pemain berperan kecil yang sekadar lewat di sebuah kisah yang amat panjang.”

Salah satu bab paling awal dari kisah itu terkuak pada 2010, di tempat pembangunan seluas 1,2 hektare untuk Bloomberg London. Bertempat di wilayah Cordwainer kuno, sebuah lubang ekskavasi sedalam 12 meter ternyata menjadi salah satu situs masa awal Romawi yang paling penting yang pernah ditemukan di London.

Saat tanahnya dikeruk, terkuaklah sebuah pemandangan jalanan utuh, lengkap dengan toko-toko berangka kayu, rumah, pagar, dan halaman. Berasal dari awal tahun 60-an Masehi sampai masa-masa selanjutnya, situs ini berada dalam keadaan yang amat terjaga. Lebih dari 14.000 artefak ditemukan selama ekskavasi, termasuk koin, jimat, piring timah, lampu keramik, 250 sepatu bot dan sandal kulit, serta gerabah lebih dari 900 kotak.

“Ini pengangkatan temuan benda kecil paling beragam dan berharga yang pernah diambil dari satu kali ekskavasi di kota ini,” kata arkeolog Sadie Watson yang mengawasi penggalian bagi MOLA. “Ini memberi pandangan sekilas terhadap kehidupan sehari-hari di London masa Romawi.”

Dalam harta karun itu terdapat hampir 400 tablet tulisan dari kayu langka, beberapa di antaranya berisi huruf yang masih jelas terbaca, perjanjian hukum, dan dokumen keuangan. Keadaan benda-benda yang masih begitu terjaga ini disebabkan oleh sungai kecil yang telah lenyap bernama Walbrook. Sungai ini mengalir melintasi jantung Londinium Romawi menuju Thames. Bantaran berawa dan tanah yang amat basah mengawetkan hampir semua hal yang terjatuh ke dalamnya.

“Berkat Thames dan sungai-sungai kecil yang membentuknya, London memiliki salah satu lingkungan terbaik untuk mengawetkan artefak. Benda dari kulit, kayu, dan logam yang bisa busuk atau berkarat di tempat lain, muncul dari dalam tanah di sini dalam keadaan sangat bagus,” ujar Watson.

!break!

Hingga kini, berkah terbesar bagi arkeologi London adalah proyek Crossrail, rel kereta bawah tanah yang membentang dari timur ke barat, senilai sekitar 445 triliun rupiah. Inilah proyek pembangunan terbesar di Eropa sekaligus penggalian arkeologis terbesar di benua itu. Sejak mulai dikerjakan pada 2009, terowongan sepanjang 42 kilometer dan lebih dari 40 tempat konstruksi Crossrail telah menyingkap ribuan artefak dan fosil yang tertimbun mulai dari 70.000 tahun silam.