Seychelles Kembali Berseri

By , Senin, 29 Februari 2016 | 12:00 WIB

Nick Page, orang Selandia Baru yang ramah dengan wajah terbakar matahari dan rambut hitam keriting, memegang foto buron paling terkenal di seantero Pulau Assumption: kutilang jambul, dengan jambul hitam dan bulu merah menyala di belakang matanya. Sejak 2013, tim jagawana konservasi telah menembak dan menjaring 5.278 kutilang jambul di pulau seluas 12 kilometer persegi yang berbentuk koma dan terletak 400 kilometer di utara Madagaskar ini. Saat ini tinggal satu kutilang yang tersisa.

Page sudah dua kali berhasil mendekati kutilang nomor 5.279 itu. Saat yang pertama, ada elang terbang melintas. Buruannya pun kabur ketakutan. Pada kali kedua, tiba-tiba ada hujan petir. Namun, kata Page, “dengan sedikit keberuntungan dan banyak bersembunyi,” dia yakin dapat menghabisi kutilang itu. Dia  berkata sambil mengacungkan jempolnya dan tertawa kecil, “Sebeginilah ukuran targetnya.”

Kutilang jambul adalah burung riang dengan kicau yang meriah. Burung ini berasal dari Asia, dibawa ke Assumption sebagai hewan peliharaan penambang guano dari Mauritius pada 1970-an. Tidak diketahui pasti apakah burung ini lepas atau sengaja dilepaskan, tetapi populasinya meledak, dan hewan peliharaan ini menjadi hama. Burung ini diberantas bukan karena tidak diinginkan di Assumption; melainkan karena kedekatannya dengan Aldabra, sebuah pulau 28 kilometer di utaranya.

Aldabra adalah pulau terbarat di Kepulauan Seychelles yang terdiri atas 115 pulau dan atol, merupakan salah satu cagar alam terpenting di dunia. Salah satu pusaka biologisnya adalah brinji madagaskar, masih satu famili dengan kutilang, cucak, dan merbah. Manajer konservasi khawatir apabila kutilang jambul menyebar ke pulau itu, burung ini akan merebut sumber makanan yang terbatas dari  brinji dan burung asli lain, memangsa invertebrata endemik, dan membawa benih tanaman invasif.

Untuk melindungi berbagai hewan asli itu, terpaksalah sang pendatang diusir, demikian tutur pemimpin proyek pemberantasan Jessica Moumou kepada saya. “Kutilang jambul pernah sampai ke Aldabra; jadi burung itu bisa datang lagi.” Seychelles Islands Foundation, yang mengelola Aldabra, tidak mau ambil risiko. Jadi, yayasan itu memberantas masalah tersebut dari sumbernya, di Assumption.

Kutilang bukanlah satu-satunya burung yang menjadi target buruan. Manyar madagaskar, burung mirip pipit, juga menjadi target karena mengancam manyar asli Aldabra. Pada awal 2000-an, manyar madagaskar berkembang di Aldabra hingga populasinya mencapai seratus ekor sebelum terdeteksi dan upaya pembasmian dimulai.

Membunuh manyar untuk menyelamatkan tempua mungkin terasa konyol. Restorasi ekologi pulau kadang dikritik tidak lebih baik daripada ulah manusia yang menyebabkan rusaknya ekosistem pulau itu. Manusia meng-anggap dirinya Tuhan yang dapat mengatur alam—buang yang ini, tambah yang itu.

Ahli ekologi restorasi melihatnya dari sudut pandang yang berbeda. Mereka menganut prinsip “Siapa yang merusak dia yang memperbaiki.” Manusia memperkenalkan spesies asing, dan spesies itu mengubah ekosistem pulau tersebut, terkadang sampai membuat orang jadi pangling.

Hal ini paling kentara apabila pendatang baru itu mamalia. Di kepulauan yang terisolasi seperti Seychelles, kehidupan berevolusi tanpa mamalia. (Satu-satunya mamalia darat asli adalah kelelawar.) Spesies yang hidup di kepulauan itu tidak bisa bertahan terhadap predasi mamalia dan persaingan yang berkembang di daratan benua. Upaya restorasi berusaha untuk memberikan kesempatan hidup yang sama. Dan terkadang satu-satunya cara untuk melakukannya adalah menyingkirkan pengganggu dari gelanggang.

Sepuluh hari setelah saya bertemu Page, dia berhasil menembak kutilang jambul terakhir .

Kata orang, kita hidup di zaman kepunahan massal keenam, gelombang kemusnahan spesies yang disebabkan manusia. Bagaimana cara kita membalikkan arahnya? Kita bisa mulai dengan membaca pembukaan UUD Seychelles: “Kami, Rakyat Seychelles, BERSYUKUR kepada Tuhan yang Maha Kuasa bahwa kami menghuni salah satu negara yang paling indah di dunia; SELALU MENYADARI keunikan dan kerapuhan Seychelles... [menyatakan tekad bulat kami] untuk ikut melestarikan lingkungan yang aman, sehat, dan selayaknya bagi diri sendiri dan anak cucu kami.”

Jika ini terdengar seperti manifesto konservasi, memang sudah seharusnya, karena ba-nyak sekali yang harus dilestarikan di Seychelles, terutama di pulau-pulau granit di bagian timur kepulauan itu. Pulau granit yang dihuni sebagian besar dari 93.000 penduduk Seychelles ini adalah puncak gunung daratan-tenggelam yang terpisah dari superbenua Gondwana bersama India dan Madagaskar 125 juta tahun si-lam, membawa serta biota purbanya.

Jutaan tahun isolasi evolusi ditambah sesekali suntikan modal biologis baru menghasilkan makhluk aneh: katak yang lebih kecil dari kuku, kura-kura raksasa berbobot dua setengah kuintal, kelapa berbuah besar sehingga dapat memecahkan kepala jika tertimpa, serta ketam darat sebesar kucing.