“Wah,” seru Brownie Wilson, ketika pita ukur baja yang saya turunkan ke dalam leher sumur irigasi di padang rumput Kansas meluncur dan terulur dengan cepat ke kedalaman di bawah.
Sumur itu, yang cukup besar untuk membuat orang terperosok, memperoleh air dari akuifer Ogallala, cekungan air tawar raksasa bawah tanah yang memungkinkan adanya kehidupan modern di negara-negara bagian kering di tengah Amerika. Kami ke sini untuk mengevaluasi kesehatan akuifer tersebut. Ujung pita yang diberi pemberat itu mengenai air pada kedalaman 60 meter, 30 sentimeter lebih rendah daripada setahun yang lalu. Dengan penurunan secepat ini, sumur ini sudah mendekati ajalnya. “Sekarang saja air di sumur ini tidak cukup untuk keperluan irigasi sepanjang musim panas,” kata Wilson.
Saat itu 3 Januari, dan kami hanya berdua di bentang datar nan luas yang dikelilingi cakrawala biru muda 360 derajat, tak terlihat segumpal awan pun, sebatang pohon pun. Kami berada 1.200 meter di atas permukaan laut, yang menyebabkan tempat ini disebut High Plains. Angin tiada henti, namun kini tenang, hal langka pada musim ini, meski mobil SUV Wilson dipenuhi peralatan untuk menghadapi bencana cuaca apa pun yang dapat terjadi. Di padang di belakang kami, kerangka batang baja dari alat siram irigasi putar merentang di atas tanah cokelat, bagaikan serangga raksasa dari novel fiksi ilmiah, tidur hingga musim semi.
Wilson adalah manajer data air di Kansas Geological Survey dan anggota tim yang mengunjungi Kansas bagian barat setiap musim dingin untuk mencatat seberapa cepat akuifer ini menghilang. Air di bawah kaki kami telah terkumpul dalam batuan berpori-pori selama sekitar 15.000 tahun, sebelum akhir zaman es terakhir. Selama 60 tahun terakhir, akuifer Ogallala telah dipompa keluar lebih cepat daripada tetes hujan dan leleh salju dapat meresap kembali ke tanah untuk mengisinya kembali, terutama oleh mesin irigasi seperti mesin yang sedang lelap itu. Akibatnya, di beberapa bagian, sudah mengering. Penyusutan itu terus berlanjut, pada tahun kering maupun basah. Pada 2015 hujan turun sangat lebat—150 sampai 200 persen di atas normal. Meski demikian, ketinggian air di sumur turun lagi.
Bersama Wilson, hampir selesailah perjalanan saya sepanjang 8.000 kilometer di jalan-jalan kecil di wilayah Ogallala, dari South Dakota hingga Texas. Perjalanan ini membawa saya melintasi beberapa lahan tani paling produktif di dunia, yang membentuk industri senilai setidaknya 271 miliar rupiah per tahun, memelihara hampir seperlima gandum, jagung, dan sapi Amerika Serikat. Tempat ini juga tengah menghadapi pilihan sulit: Petani bisa mengurangi konsumsi air untuk memperpanjang usia akuifer. Atau mereka melanjutkan perjalanan yang ujungnya sudah di depan mata. Sebagian petani tidak suka perumusan dilema yang suram seperti ini. Namun, jika mereka tidak mengurangi penyedotan air dan akuifernya terkuras, pasar makanan di seluruh dunia akan merasakan dampak yang besar. Dalam beberapa dasawarsa ke depan, krisis yang berjalan lambat ini akan terjadi justru saat dunia perlu meningkatkan produksi makanan sebesar 60 persen, menurut PBB, untuk memberi makan lebih dari sembilan miliar orang pada pertengahan abad.
Pengurasan akuifer terbesar Amerika Utara juga terjadi di tempat lain di dunia, saat cekungan air tanah besar di Asia, Afrika, dan Timur Tengah menyusut dengan cepat. Banyak di antara akuifer ini, termasuk Ogallala selatan, sulit pulih. Setelah airnya habis, perlu waktu ribuan tahun untuk mengisinya lagi.
“Konsekuensinya pasti dahsyat di masa depan,” kata Jay Famiglietti, ilmuwan air senior di NASA Jet Propulsion Laboratory dan peneliti kepala dalam kajian yang menggunakan satelit untuk merekam perubahan di 37 akuifer terbesar di dunia. “Kita perlu mempertahankan air tanah untuk mempertahankan produksi makanan, tetapi itu tidak kita lakukan. Apakah pengurasan akuifer Ogallala tindakan yang bijak bagi produksi makanan di AS dan di dunia? Inilah pertanyaan yang perlu kita jawab.”
Rute yang diambil Wilson membawa kami ke tempat yang berjarak 30 kilometer di sebelah timur perbatasan Colorado. Orang-orang yang tinggal di atas akuifer Ogallala, yang juga disebut akuifer High Plains, sering menggambarkan air di sana sebagai tebal atau tipis. Penggambaran ini mencerminkan kondisi akuifer itu sendiri. Akuifer Ogallala adalah spons raksasa bawah tanah yang terbuat dari campuran ke-rakal, lumpur, pasir, dan tanah liat. Semua air ditampung dalam celah-celah pada spons. Jika lapisan tanah atas digulung seperti karpet, kata Wilson, spons di bawahnya mirip kertas wadah telur yang kosong, penuh puncak dan lembah dengan beragam kedalaman. Di beberapa bagian Nebraska barat, yang air di akuifer Ogallala-nya masih melimpah, spons itu meluas hingga 300 meter di bawah permukaan bumi, yang berarti airnya “tebal”. Di Kansas barat, tempat kami berada, akuifer begitu bergelombang sehingga jarak antara air “tipis” dan air “tebal” biasanya hanya beberapa kilometer.
Hari masih pagi ketika kami tiba di Mai Farms, usaha keluarga yang menanam gandum musim dingin untuk King Arthur Flour. Keluarga Mai, orang Jerman yang beremigrasi dari Rusia, datang persis ketika Dust Bowl terjadi. Pertanian pertama mereka tertutup debu dan bangkrut. Pertanian kedua, 30 kilometer dari yang pertama, selamat dan tumbuh subur. Bill Mai lahir di sana pada 1936 dan masih tinggal di sana hingga kini. Sumur pertama yang kami ukur dibor pada 1948 oleh ayah Mai untuk menopang kelangsungan pertaniannya pada masa-masa kekeringan.
Sumur itu terhitung canggih saat itu, menyedot 3.800 liter per menit, kecepatan yang dapat mengisi kolam renang ukuran Olimpiade dalam setengah hari. Mai sudah 16 tahun tidak mengairi ladangnya. Para tetangganya menyedot begitu banyak dari sumur mereka, sehingga sumur Mai sendiri turun 30 sentimeter setiap tahun. “Tetangga persis di seberang jalan dari sini menanam jagung,” katanya. Jagung irigasi sangat menguntungkan, tetapi menggunakan banyak air. Saya bertanya kepada Mai, apa yang dapat dilakukannya soal ini. Tidak ada, katanya. Perang hukum soal hak air “tak ada gunanya,” katanya, terutama karena airnya juga akan habis.
Selama 20 tahun Mai beralih kembali ke pertanian lahan kering—atau tanpa irigasi—berjaga kalau-kalau air di sumurnya habis. Laporan tentang akuifer sebagai sumber daya yang menipis sudah ada sejak 1930-an, ketika komite memerhatikan bahwa mendasarkan perekonomian pertanian yang berkembang pada sumber daya yang terbatas itu kontradiktif.
Bagi delapan negara bagian yang terletak di atas akuifer Ogallala, keragaman hidrologi yang kompleks di bawah tanah—dan keragaman hukum negara bagian, situasi politik, dan tradisi pertanian di permukaan—mempersulit upaya untuk melestarikan akuifer alih-alih menyedotnya. Kedelapan negara bagian itu memantau penggunaan air, membentuk rekaman penting tentang berapa banyak yang disedot setiap tahun. Tetapi, memangkas penggunaan, lebih sulit. Air tanah di Kansas dan Nebraska, misalnya, adalah milik publik. Hak air diberikan kepada pemilik lahan oleh pemerintah negara bagian itu, yang menetapkan jumlah tertentu yang dapat digunakan secara legal. Masalahnya adalah bahwa di daerah yang bermasalah, jumlah yang tersedia di atas kertas biasanya melebihi jumlah yang tersisa di tanah.
Hukum air di Texas jauh berbeda. Air tanah bukan milik publik; warga Texas dapat memompa air sebanyak-banyaknya di lahannya.
Lahan irigasi lebih berharga dan lebih menguntungkan daripada pertanian lahan kering. “Kita melakukan hal baik secara berlebihan,” kata Jay Garetson, petani generasi kelima di Sublette, Kansas yang bangga akan pekerjaannya. Putra sulungnya sedang kuliah teknik dirgantara di University of Kansas, karena misi ke Mars tampaknya lebih menarik daripada menjadi generasi keenam yang menggarap lahan keluarga. “Kami tahu kami menyedot akuifer Ogallala secara berlebih. Tetapi, kami semua begitu terkungkung dalam berbagai keputusan mirkoekonomi, sehingga tidak dapat berpikir pada tingkat yang lebih luas.”
Dalam perjalanan ke selatan, saya menemui rasa keniscayaan dan kepasrahan. Frasa “pengurasan terkelola” menjadi kosakata High Plains. Di mana pun saya singgah, saya bertanya kepada warga, apa yang akan terjadi dan tindakan apa yang perlu diambil soal itu. Banyak yang cemas bahwa air akan kering sebelum generasi berikutnya, tetapi mereka tidak punya solusi yang tak akan menyebabkan kerugian finansial—atau lebih buruk lagi, kebangkrutan. Ada pula yang berkata, biar sumurnya saja yang memutuskan. Sebagian petani “menganggap air itu milik mereka,” kata seorang manajer air, “dan mereka semestinya boleh menambangnya seperti batu bara sampai habis.” Area penggemukan sapi, yang berlaba besar, akan mampu bertahan. Tetapi jagung akan pindah ke negara bagian yang bercurah hujan lebih tinggi. Teknologilah yang memberi harapan. Para petani menunjukkan aplikasi iPhone yang melacak penggunaan air dengan begitu teliti, sehingga mereka mengatur penyiraman tanaman hingga seperempat sentimeter air.
“Konsekuensinya pasti dahsyat di masa depan. Apakah pengurasan akuifer Ogallala tindakan yang bijak bagi produksi makanan di AS dan di dunia?”—Jay Famiglietti, ilmuwan senior NASA
Sebagai perlindungan terhadap penurunan penghasilan ketika sumur mengering, para petani semakin memanfaatkan satu-satunya sumber daya High Plains yang benar-benar terbarukan: angin. Di seluruh High Plains, saya melewati sabuk-sabuk lebar turbin angin yang baru didirikan. Di luar Friona, Texas, Wesley Barnett menyewakan hak angin kepada perusahaan listrik. Tarifnya sekitar 133 juta rupiah per tahun per turbin. “Toh kami sudah tak bisa lagi mengairi lahan. Bagi sebagian orang, angin menjadi jalan keluar,” katanya.
Beberapa bagian akuifer Ogallala dapat bertahan seabad lagi atau lebih. Tetapi, jantung akuifer itulah yang paling berisiko akan kering. Daerah bermasalah ini merentang di selebar wilayah Panhandle di Texas, membentang ke utara 725 kilometer, dari Lubbock ke perbatasan negara bagian Kansas-Nebraska. Di sana, transisi ke era baru penyusutan permanen sedang berlangsung.
Ilmuwan meramalkan, penurunan akuifer akan dibarengi oleh peningkatan dampak per-ubahan iklim, sehingga hari panas akan lebih banyak, serta kekeringan akan lebih panjang dan lebih sering. Sekarang saja, suhu malam di area penggemukan di Kansas barat daya sudah lebih panas dari rata-rata, sehingga sapi pun minum air lebih banyak dibandingkan pada tahun-tahun yang lebih dingin. Dengan semakin banyak petani yang kembali ke pertanian lahan kering, perusahaan pertanian besar kemungkinan akan melahap pertanian keluarga yang kecil, karena pertanian kering, dengan hasil lebih rendah, memerlukan lahan lebih luas agar menguntungkan. Irigasi akan lenyap dari sebagian besar tempat, jadi semakin banyak kota kecil yang akan ditelantarkan. Banyak kota di seluruh High Plains sudah di ambang kepunahan.
Bagi negara yang sedang meluas pada 1800-an, High Plains tidak terlalu menjanjikan. Cuacanya—badai salju, angin puting beliung, dan gelombang panas—bisa jadi mematikan. Saat hujan, biasanya turun sekaligus, memicu banjir bandang. Pada 1820 wilayah yang menjadi Nebraska, Kansas, dan Oklahoma dijuluki sebagai Great American Desert di peta. Orang tetap berdatangan ke wilayah ini, tergoda oleh tanah murah. Lalu, terjadilah era pembajakan itu, para petani mengubah padang rumput menjadi ladang gandum dan meyakini teori keliru bahwa hujan pasti turun setelah tanah dibajak.
Salah satu salah kaprah tentang Dust Bowl adalah bahwa peristiwa itu dapat dicegah andai para petani tahu ada air melimpah di bawah tanah. Mereka sudah tahu. Sebagian besar pertanian memiliki sumur dangkal dengan pompa yang digerakkan kincir angin. Namun, dulu warga High Plains tidak mampu mengebor dalam-dalam dan tidak punya mesin yang cukup kuat untuk menyedot air ke permukaan dalam volume yang diperlukan untuk mengairi lahan yang lebih luas daripada sekadar pertanian keluarga. Setelah listrik masuk desa dan tersedia pompa sentrifugal berdaya diesel, dimulailah pemompaan berskala besar pada 1950-an. Setelah itu, alat siram putar diciptakan dan merombak pertanian. Luas tanah yang diairi di High Plains meningkat dari 850.000 hektare pada 1949 menjadi 6,2 juta hektare pada 2005. Perubahan ini mewarnai tanah kering menjadi ribuan lingkaran tanaman hijau subur yang terlihat dari luar angkasa.
Air Ogallala menjadikan Kansas salah satu produsen gandum terbesar. Jagung menjadi raja dengan adanya produksi etanol dan konsolidasi area penggemukan sapi di Kansas dan Texas.Perusahaan susu dan pabrik pengolahan babi berskala besar pindah ke Kansas, Oklahoma, dan Texas. Pabrik keju mengikuti perusahaan susu. Salah satu pabrik keju terbesar di Amerika Utara terletak di luar Clovis, New Mexico, di tepi barat akuifer. Saat saya berkunjung, pabrik itu sedang menjalani perluasan 1,8 triliun rupiah untuk menjadi pabrik terbesar di dunia.
“Wajar saja jika orang berpendapat bahwa pembangunan di sini terlalu banyak,” kata Nate Jenkins, asisten manajer di Upper Republican Natural Resources District di Imperial, Nebraska. “Semuanya dibangun secara legal, dan sulit dihentikan. Kita tidak bisa memundurkan waktu.”
Makanan sapi dan etanol, yang dibuat dari jagung, sering dipersalahkan dan dianggap terlalu rakus air sehingga membahayakan akuifer Ogallala.
Makanan sapi dan etanol, yang dibuat dari jagung, sering dipersalahkan dan dianggap terlalu rakus air sehingga membahayakan akuifer Ogallala. Namun, William Ashworth, penulis Ogallala Blue, buku sejarah tentang akuifer itu, berpendapat bahwa penggunaan akuifer Ogallala secara berlebih tidak dapat dipersalahkan pada perusahaan susu, atau kapas, atau jagung: “Ini salah perusahaan susu dan kapas dan jagung. Dan alfalfa dan milet dan sapi dan alat siram halaman dan semua penggunaan lain yang mengambil sebagian dari persediaan Ogallala yang besar namun terbatas. Kalau sendiri-sendiri, semestinya airnya cukup untuk siapa pun. Kalau bersama-sama, semua akan kehabisan air, dan setiap pihak ingin persediaan air pihak lain yang lebih dulu habis.”
Semua benua di bumi memiliki akuifer, beberapa di antaranya lebih besar daripada akuifer Ogallala. Pada awal abad ke-21, sepertiga dunia sudah bergantung pada akuifer untuk air minum dan pertanian. Di Tiongkok, yang dirundung kekeringan, akuifer Dataran Tiongkok Utara menopang kehidupan 117 juta jiwa di Beijing dan wilayah sekitar. Akuifer serupa di Basin Brahmaputra Gangga dan Cekungan Indus turut mendorong terjadinya ledakan populasi yang akan menyebabkan India melampaui Tiongkok sebagai negara berpenduduk terbanyak di dunia sebelum 2022.
Kisah ini hampir sama di mana-mana. Semua akuifer ini dan lainnya di beberapa wilayah dunia yang paling produktif dan berpenduduk padat kini disedot dengan sangat cepat. Satelit NASA, yang memantau perubahan tarikan gravitasi bumi, menemukan bahwa 21 dari 37 akuifer terbesar di dunia sudah bukan lagi sumber daya yang terbarukan. Kekeringan panjang California menyebabkan tinggi air di sebagian besar akuifer Central Valley turun ke titik terendah dalam sejarah. India kini memakai air tanah lebih banyak daripada negara lain, dan lebih cepat.
Mungkin Saudi Arabia adalah contoh paling fantastis soal menyedot sumber daya secara berlebih. Warga Saudi memompa akuifer raksasa Arabia dengan lebih bersemangat daripada mencari minyak, mengebor sedalam 600 meter. Bukit pasir menghijau dengan tanaman biji-bijian, mengubah bangsa gurun itu menjadi salah satu pengekspor terbesar pada 1980-an dan 1990-an. Sekarang akuifer itu hampir kosong.
Di antara negara-negara bagian Ogallala, Nebraska merupakan pengecualian. Dua per tiga air akuifer itu berada di bawah negara itu, yang memiliki lahan tani irigasi terluas di AS. Air Ogallala ada di mana-mana. Lahan basah dan danau-danau kecil tampak bagaikan permata biru cerah yang bertaburan di antara rerumputan asli wilayah itu. Sungai-sungai menggelegak keluar di padang gembala, semakin lebar dan deras seraya mengalir ke timur. Selama sehari saya berkeliling di Sand Hills bersama Doug Hallum, ahli hidrologi University of Nebraska, untuk mencari mata air Sungai Dismal, yang merembes ke permukaan di padang gembala becek tak jauh dari peternakan bison Blue Creek yang luas milik pendiri CNN, Ted Turner.
Wilayah ini merupakan laut pasir nan luas, terbesar di Amerika Utara. Curah hujan dan leleh salju dengan mudah merembes di pasir, sehingga Nebraska mengalami pengisian ulang tertinggi di bentang akuifer yang seluas 450.000 kilometer persegi itu.
Dari 2000 sampai 2008, tahun-tahun yang mengalami kekeringan maupun pertumbuhan pesat pertanian jagung, menurut Leonard Konikow, ahli hidrologi U.S. Geological Survey, akuifer Ogallala turun lebih cepat dua kali lipat daripada dasawarsa sebelumnya. Akuifer itu menyusut rata-rata 10,2 kilometer kubik per tahun—setara dengan sekitar setengah aliran tahunan Sungai Colorado saat melintasi Grand Canyon. Temuan ini tidak terlalu menggugah orang untuk memangkas penggunaan air.
Di antara tiga distrik air di Kansas barat yang berada di atas akuifer itu, belum ada yang menyetujui program pengurangan penyedotan. Meskipun demikian, para petani di sekitar kota kecil Hoxie berpandangan jauh ke depan dan menyetujui pengurangan sebesar 20 persen dalam uji coba lima tahun.
Itulah oasis kecil swa-atur di Kansas barat—70 petani di lahan 250 kilometer persegi. Untuk mencapai itu saja, perlu didesak bertahun-tahun. “Kami tahu perlu ada tindakan,” kata Jeff Torluemke, petani dan bankir setempat. “Kami memikirkan anak-cucu kami—bukan hanya soal air untuk irigasi, tetapi air untuk hidup. Kalau kami terus menyedot tanpa memikirkan masa depan, air untuk hidup pun akan terancam.”
Musim gugur yang lalu saya menghadiri sebuah forum, yang secara optimistis berjudul Farming for the Long Haul (Bertani untuk Jangka Panjang), yang dihadiri oleh Julene Bair, penulis The Ogallala Road, sebuah memoar tentang cinta, kehilangan, dan penjualan pertanian yang telah dimiliki keluarganya selama tiga generasi. Dia bercerita bahwa ayahnya beralih dari gandum lahan kering yang berkelanjutan ke jagung yang tidak berkelanjutan.
Bair berbicara dengan tegas tentang gagalnya upaya sukarela untuk membatasi pemompaan akuifer. “Kontrol lokal tidak berhasil,” katanya kepada para petani pemirsa. “Tidak adil jika kita meminta petani mengatur diri. Mengambil keputusan tentang akuifer bukan tugas petani, itu tugas pemerintah.”
dataran llano estacado, dataran tinggi terluas di Amerika Utara, membentang dari Odessa ke utara ke Amarillo, Texas, dan ke barat memasuki New Mexico. Akuifer di sini begitu kering sehingga alat siram putar mengambil air dari beberapa sumur. Menurut catatan tak resmi, ada satu alat siram di dekat Lubbock yang menyedot dari 21 sumur. Hal yang bermasalah bukan hanya pertanian irigasi, tetapi juga persediaan air untuk kota di sekitarnya.
“Kalau warga yang tinggal di atas akuifer Ogallala ingin melihat masa depan mereka,” kata Jeri Sullivan Graham, ilmuwan senior di Los Alamos National Laboratory, “mereka sebaiknya melihat ke selatan dan barat.”
Di Lazbuddie, Penyelia Sekolah Joanna Martinez, memasang urinoir tanpa air di kamar kecil lelaki. Saat sumur masyarakat mengering, sumur itu memuntahkan begitu banyak pasir sehingga merusak perpipaan sekolah. Dengan sumur baru pun, air begitu langka sehingga tahun lalu lapangan football hanya diairi secukupnya agar tanahnya lunak dan tidak menimbulkan cedera
Saya menyeberangi perbatasan negara bagian dan masuk ke Clovis, kota yang berambisi tetapi tidak punya cukup air. Irigasi di sini telah menyedot akuifer hingga airnya begitu rendah, sehingga jumlah air yang dihasilkan 73 sumur untuk warga Clovis sekarang lebih sedikit daripada jumlah air dari 28 sumur pada 2000. “Kami sedang berlomba mencapai dasar,” kata Wali Kota David Lansford.
Keselamatan dapat diraih di 115 kilometer sebelah utara. Badan pengatur air New Mexico bagian timur berencana membangun jalur pipa 240 kilometer dari Waduk Ute di Sungai Canadian untuk membawa air ke selatan ke Clovis dan kota-kota tetangga di sepanjang perbatasan Texas. Warga desa Logan, di pesisir waduk itu, cemas bahwa sedotan baru ini akan menurunkan air begitu rendah dan mematikan perekonomian pariwisata mereka. “Hanya karena mereka menghabiskan isi celengan, tidak berarti mereka berhak memecahkan celengan adik dan mengambil uangnya,” kata T. J. Smith, mantan kepala kamar perdagangan. Jalur pipa itu masih belum didanai, dan tetap tidak dapat memecahkan masalah yang dimiliki orang-orang seperti Buffy Berdoza, yang tinggal di luar jangkauan air kota Clovis.
Rumah Berdoza terletak hanya tiga kilometer di sebelah selatan kota, yang semua sumurnya sudah mengering. Berdoza bekerja sebagai perawat pasien di rumah. Setiap malam setelah bekerja, perempuan ini mengisi lebih dari selusin ember 20 liter, kadang lebih, di Clovis dan mengangkutnya pulang supaya anak-anaknya dapat menyiram toilet dan mandi. Dia sudah empat tahun melakukan hal ini.
Dokter bedah jantung yang dulu tinggal di jalan itu telah berkemas dan pindah ke Montana, tetapi Berdoza masih punya cicilan rumah dan tidak mungkin bisa menjualnya. Siapa yang mau membeli rumah yang tidak ada air? Pada malam hari, kata Berdoza, dia bermimpi tentang air. Mimpinya selalu sama. Dia mandi pancuran atau berendam di bak air hangat. Dia selalu punya banyak air.