Bulu Kembali Diburu

By , Kamis, 8 September 2016 | 12:30 WIB
Beberapa cerpelai memekik marah, namun sebagian besar sepertinya sudah biasa dipegang, hingga saat mereka dijatuhkan, seperti paket ke dalam kotak pos, melalui pintu ayun kotak pembantaian karbon monoksida.

Pada lelang bulu hewan terbesar di dunia, di acara Kopenhagen Fur di Denmark, sebuah jalur perakitan yang terdiri dari robot, mesin sinar-x, teknologi visi, dan manusia, memilah 6,8 juta bulu hewan, yang telah dipasangi barcode untuk mengidentifikasi peternaknya, menjadi 52 jenis kulit dan ribuan lot penawaran. Di ruang lelang, pembeli mempelajari katalog, berseloroh, dan bermanuver untuk mendapatkan lot.

Di Kick, lokakarya untuk peserta Kopenhagen Fur, seorang perancang bernama Ran Fan dari Beijing bekerja memotong bulu cerpelai, yang telah diwarnai lembayung, dan menjadikannya rompi ringan berlubang-lubang. Konsumen Tiongkok kini membeli hampir setengah produk bulu di seluruh dunia, dan dia menghadiri Kick untuk mempelajari teknik-teknik baru.

Sebagian besar kebangkitan perdagangan bulu hewan berawal dari daya pikat strategisnya pada desainer-desainer muda semacam Fan dan, pada gilirannya, konsumen-konsumen muda. Rumah lelang bulu hewan terdepan mulai merekrut para perancang dan mahasiswa mode di tengah panasnya gerakan antibulu. Tujuannya tetap memindahkan bulu hewan dari toko dan bagian khusus bulu, dan menjadikannya bahan lembut biasa, yang tersedia di tempat penjualan pakaian di mana pun.

Hubungan yang dibina ini membuahkan hasil sepadan. Hal ini karena perancang busana telah belajar menggunakan bulu dengan cara yang tidak pernah dibayangkan oleh para perajin bulu konvensional, ditunjang oleh inovasi di bidang pewarnaan yang bisa menghasilkan bulu dalam warna apa pun yang tengah digemari musim ini, dari biru muda hingga hijau terang. Teknik jahitan baru juga membantu. Hal ini menghasilkan lebih banyak kain dengan sedikit aplikasi bulu. Terjangkau, adalah kata yang dahulu tidak pernah dikaitkan dengan bulu hewan, sesuai dengan istilah yang disebut sebagai “perjalanan bulu” oleh Iversen, dari Kopenhagen Fur.

“Kami memulai dari konsumen muda yang membeli gantungan kunci bulu, kemudian mungkin berangsur-angsur memiliki lebih banyak uang untuk membeli tas bulu,” ujarnya. “Akhirnya dia mampu membeli mantel yang sepenuhnya terbuat dari bulu.” Ini “semua adalah bagian dari agenda, untuk menginspirasi generasi wanita masa depan.”

Jadi bagaimana seharusnya perasaan kita mengenai kebangkitan bulu hewan? Haruskah generasi wanita masa depan terinspirasi? Atau haruskah mereka marah, sekeras para aktivis hak-hak binatang? Haruskah kita menyambut gembira kemajuan industri bulu di bidang kesejahteraan binatang? Atau hal-hal tersebut hanya “membuat kita merasa lebih baik tentang eksploitasi binatang,” seperti kata Gary Francione, profesor hukum dari Rutgers University yang mengimbau agar semua penggunaan hewan oleh manusia dihentikan?

Seperti babi atau ayam, menernakkan hewan berbulu indah berarti mengurung binatang seumur hidup untuk kemudian membunuh mereka. Ini termasuk praktik yang oleh kebanyakan orang dianggap tidak masuk akal. Sebagian peternak rubah, misalnya, membunuh binatang ternakan mereka dengan setrum anus.

Ini termasuk praktik yang oleh kebanyakan orang dianggap tidak masuk akal. Sebagian peternak rubah, misalnya, membunuh binatang ternakan mereka dengan setrum anus.

Menjadikan hubungan kita dengan binatang sebagai industri  juga menciptakan masalah. Ada banyak peternak hewan berbulu indah yang berhasil memberikan perawatan manusiawi berskala besar, namun banyak lainnya tidak bisa melakukannya ataupun menginginkannya. Di proses pemilahan di rumah lelang, bulu dari sekitar 300 peternakan, yang bagus maupun buruk, bisa ditempatkan di lot yang sama.

Itu menjadi masalah bagi label desainer yang ingin memastikan kepada konsumennya tentang sumber bulu yang manusiawi dan berkelanjutan. Industri bulu Eropa memastikan adanya perbaikan, namun program WelFur yang baru saja diluncurkan harus memeriksa dan menilai ribuan peternakan terlebih dahulu.

Ketika saya mengunjungi sebuah peternakan cerpelai di Denmark bersama Steen Henrik Møller, ahli agronomi dari Aarhus University yang membantu pengembangan protokol, inspeksi yang dilakukan sangat menyeluruh. Satu kunjungan WelFur membutuhkan sekitar enam jam untuk memeriksa 22 hal dari 120 sampel kurungan. “Saya berharap kita tidak menemukan satu pun peternak yang masuk ke kategori terburuk,” si peternak berbasa-basi, dan Møller menjawab, “Saya justru berharap sebaliknya, karena jika sistem ini tidak bisa membedakan peternak yang baik dan buruk, maka sistem ini tidak bekerja.”

Apakah pembeli bulu peduli? “Anda akan mendapatkan jawaban jauh berbeda saat berta­nya di Shanghai atau Zurich,” kata Tage Peder­sen, kepala Kopenhagen Fur. “Tetapi di masa depan, akan ada lebih banyak orang peduli. Bukan saja terhadap bulu, melainkan semua yang kita beli. Mereka akan bertanya di toko: Apakah kese­jahteraan hewan ini baik? Jika penjual mengiyakan, mereka akan bertanya, Bagaimana Anda tahu?” Pedersen mengungkapkan bahwa bisnis bulu hewan tidak akan mampu membiayai proses inspeksi jika konsumen menolak membayar mahal untuk mendapatkan label WelFur. Namun dia yakin mereka bersedia.

Saya pergi dengan gagasan bertolak belakang. Sejak dahulu gerakan penegakan hak-hak binatang berambisi melarang peternakan hewan berbulu indah. Inggris, Austria, dan Kroasia sudah menetapkan pelarangan, dan Belanda menuju arah itu. Tetapi, pelarangan tidak menghentikan siapa pun mengenakan bulu. Itu hanya memindahkan produksi ke area tempat larangan tidak diterapkan.

Melarang peternakan hewan berbulu indah juga tak bermakna apa-apa, bagi peternakan hewan lainnya yang kita pandang sebelah mata. Ini adalah tindakan yang memberikan kebenaran moral tanpa pengorbanan nyata, karena sebagian besar orang tak pernah dan mungkin tak akan pernah membeli produk bulu. Tetapi, kebanyakan manusia tetap makan daging, minum susu, dan mengeksploitasi binatang dengan cara lain, sebagaimana yang selalu dilakukan manusia, dalam skala yang mengesampingkan industri bulu.

Pelaku perdagangan bulu gemar mengungkit-ungkit kemunafikan yang ada. Di satu titik, hampir semua orang di dunia perdagangan bulu menekankan bahwa produsen hewan ternak lainnya tidak diharuskan memperbaiki cara kerja menjadi sesistematis mereka.

Jadi inilah gagasan saya: Alih-alih melarang produksi bulu, sebaiknya kita terus menekan peternak terburuk. Kemudian, jadikan para peternak hewan berbulu indah yang paling progresif dan yang upaya perbaikannya tidak hanya menjadikan peternakan mereka lebih mudah diurus, namun kerap lebih menguntungkan, sebagai teladan bagi semua produksi ternak yang telah menjadi ketergantungan kita.